Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir
Badai mengalami kecelakaan yang menyebabkan kakinya lumpuh, sepuluh hari sebelum pernikahan. Di saat ia butuh dukungan, Stevia, sang calon istri, justru membatalkan rencana pernikahan mereka. Padahal undangan telah sebagian disebar. Sang ibu yang merasa dihina tak terima, meminta Badai untuk mencari pengantin pengganti. Saat itulah Alena muncul.
“Siapa nama kamu tadi?”
“Alena, Tante,”
“Tante langsung saja. Apa kamu mau menikah dengan Badai?”
“Saya bersedia, tapi..bolehkah saya mengajukan permintaan?”
Kehidupan pelik yang dialami Alena, memaksanya untuk mengajukan diri menjadi pengantin Badai.
Pernikahan atas dasar simbiosis mutualisme, akankah menumbuhkan cinta di hati keduanya? Meski Badai selalu bersikap dingin pada Alena.
Baca
Chapter: Part 20. Siapa Kamu Sebenarnya?
Bayu sedang menunggu asistennya mengambil mobil di parkiran. Tanpa sengaja, pandangannya menangkap sosok seorang wanita yang baru saja beberapa saat yang lalu dia temui. Ya, perempuan itu adalah Alena, istri dari Badai. Laki-laki itu tampak menatap lekat sosok Alena, dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku celana.Ada senyum samar di bibir Bayu saat menatap perempuan itu. Lalu, pandangannya teralih pada mobil yang tengah melaju. Namun, terlihat mencurigakan. Ia pun menatap bergantian ke arah Alena juga mobil tersebut. Seketika ia tersentak, matanya membelalak saat menyadari. Sepertinya pengendara mobil itu ingin mencelakai Alena. Tak ingin membuang waktu, Bayu segera berlari ke arah Alena. Ia berharap masih sempat menyelamatkan perempuan itu.Teriakan orang-orang terdengar ramai. Yang meminta Alena segera minggir untuk menghindari mobil yang tengah melaju kencang. Namun, sepertinya perempuan itu seperti kehilangan kontrol akan kesadarannya. Ia mengalami freezing response. Di ma
Terakhir Diperbarui: 2025-01-06
Chapter: Part 19. KecelakaanBayu sedang mengadakan pertemuan dengan salah satu klien di sebuah restoran. Ia tidak sendirian. Tentu saja selalu ditemani oleh Reka, asistennya. Pertemuan dengan klien yang satu ini terbilang cukup sulit karena kesibukan pria dari perusahaan yang akan jadi mitra kerjanya itu cukup padat.Pria paruh baya di hadapan Bayu itu terlihat manggut-manggut membaca dokumen yang mereka bawa. Pria itu sepertinya tengah mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan.“Baik, saya suka dengan rencana yang kalian tawarkan,” ujar pria itu akhirnya.Bayu dan Reka pun dapat bernapas lega. Akhirnya…"Semoga kerjasama kita ini bisa sukses," ujar pria tersebut."Kalau begitu, silakan dinikmati hidangannya, Pak!” ujar Bayu mempersilakan dengan soapn.Pria itu mengangguk dan mereka pun mulai menyantap makan siang sambil sesekali diselingi obrolan ringan yang sama sekali bukan membahas masalah pekerjaan. Hingga akhirnya pria itu bersama dengan sekretarisnya pun pamit lebih dulu.“Kalau begitu, saya pamit dulu
Terakhir Diperbarui: 2025-01-04
Chapter: Part 18. Dendam Daniel Pagi itu, suasana pantry sudah terlihat ramai. Beberapa karyawan yang ingin membuat kopi ataupun teh, tengah mengantri bergantian untuk menyeduh minuman mereka. Sembari menunggu, mereka tampak berbincang ringan. Hingga salah satu karyawan yang menyeletuk. "Kalian tau, gak? Si Indah, kena semprot si Bos cuma gara-gara masalah sepele?" beritahu Irma dengan ekspresi wajah serius. "Hah, gara-gara apa emang?" tanya Nina terpancing ingin tahu. Irma pun memajukan wajah dengan sedikit merunduk, khas para tukang gosip. Kedua temannya pun ikut-ikutan mendekat sembari merunduk mengikuti Irma. Irma berkedip dengan bola mata bergerak-gerak, siap untuk bergosip. "Dia kena marah habis-habisan cuma gara-gara beresin susu coklat yang ada di meja Pak Bayu." "Hah?" Nina dan Sari kompak memekik terkejut dengan mulut membulat dan mata melebar. Kedua wanita itu seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Irma barusan. "Serius?" tanya Sari tidak percaya. " Bukannya Pak Bayu paling benci ya
Terakhir Diperbarui: 2024-10-07
Chapter: Part 17. Gara-gara Sekotak Susu CokelatBadai sudah cukup menahan kesabaran selama semalaman. Maka, begitu melihat Alena di pagi harinya, laki-laki itu sudah tidak bisa mengontrol emosinya.“Alena!” panggil Badai dengan suara setengah membentak.Alena yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan seketika terjengkit kaget.“A-ada apa, M-mas?” tanya Alena mendadak takut.Sepagi ini sudah mendapat bentakan dari laki-laki itu. Wajahnya mendadak berubah pucat.“Kan sudah kubilang, jangan sentuh barang-barang di dalam kamarku. Kamu itu bodoh atau gimana sih?” emosi Badai.Alena bingung, apa kiranya yang membuat Badai marah sepagi ini. Dengan takut-takut, ia pun bertanya.“Maaf, Mas. Memangnya apa yang sudah gak sengaja aku lakuin?” tanya Alena agar lebih jelas.Badai melebarkan mata. Gak sengaja, dia bilang?Laki-laki itu menghela napas kasar. Ia pikir, Alena ini adalah tipe orang yang tidak punya rasa bersalah meski telah melakukan kesalahan.“Ternyata kamu beneran bodoh, ya? Atau memang gak punya rasa bersalah? Di mana bingkai
Terakhir Diperbarui: 2024-07-29
Chapter: Part 16. Hidupku penuh dengan kerja keras“Tapi … ada satu masalah lagi.” Mahes terdengar ragu mengatakannya.“Apa?” Tatap mata Badai terlihat tajam penuh sorot waspada.“Salah satu klien kita, Pak Prana dari pihak PT Bumi Pertiwi, membatalkan kerjasama.”“Di mana mereka sekarang?” tanya Badai selanjutnya.“Mereka sedang makan siang di restaurant Tiga Saudara,” jawab Mahes memberitahu.Badai segera memutar kursi rodanya. Namun, kembali menghentikannya dan menoleh ke Mahes yang masih berdiri di tempat semula.“Tunggu apa lagi? Ayo kita susul mereka!” sentak Badai seakan menyadarkan Mahes yang masih berdiri terpaku.Laki-laki itu lekas mengambil alih untuk mendorong mursi roda sang bos meninggalkan kantor. Saat akan memasuki lift keduanya diperhatikan oleh sepasang mata milik seorang wanita yang tidak lain adalah sang ibu, Mama Sarah.“Badai?” gumam Mama Sarah seolah tidak percaya jika sang putra kini berada di kantor. Wanita itu mendecak pelan.“Anak itu, sudah dibilang tidak usah khawatir soal urusan kantor, tetap saja,” hera
Terakhir Diperbarui: 2024-07-21
Chapter: Part 15. Masalah di KantorBayu melangkah gontai memasuki kamar rawat Bu Winarsih. Laki-laki itu menatap wajah sang ibu asuh yang masih terbaring dengan mata terpejam. Ia menarik kursi ke sisi ranjang dan duduk di sana. Tangannya menggenggam tangan sang ibu. “Aku bertemu wanita itu, Bu. Dia … terlihat baik-baik saja dan bahagia bersama putranya.” Sebelah tangannya mengepal, sarat akan amarah tertahan dan … kecemburuan. Matanya memerah seolah menunjukkan semua derita yang dia tanggung selama ini. Kepalanya menunduk dalam. Tiba-tiba laki-laki itu merasakan sebuah usapan lembut di kepalanya. “Ngger!” panggil lembut suara wanita. Bayu mengangkat wajah mendengar panggilan lirih itu. Ia melihat Bu Winarsih kini menatapnya lemah. “Ibu sudah bangun? Bayu, panggil dokter dulu.” Laki-laki itu hendak beranjak. Namun, Bu Winarsih menahan tangan putranya dan menggelengkan kepala pelan. Bayu kembali duduk. “Apa ibu ngerasa gak nyaman?” tanya Bayu lagi merasa khawatir. Bu Winarsih kembali menggeleng. Tak lama, terden
Terakhir Diperbarui: 2024-05-20