Satu tahun berlalu, Adam berdebat dengan uminya di ruang keluarga."Mi, Adam harus balik ke Yogya. Di sana tempat sementara yang nyaman untuk Adam.""Sayang, nggak harus begini. Di sini rumahmu. Kamu nggak harus pergi hanya gara-gara gagal menikahi Reva.""Bukan karena Reva, Mi. Adam memang mau membuka lembaran baru di kota itu. Adam mau....""Mas Adam mau mencari cintanya yang hilang, Mi. Biarin aja, Umi tinggal kasih dukungan doa."Nayla terperangah. Gegas ia mengusap bulir bening di pipinya. Lalu ia mendekati Adam dan mengusap lengannya."Kamu nyari Reva sampai ke Yogya? Buat apa? Umi khawatir kamu malah semakin terpuruk.""Umi nih nggak tahu. Mas Adam nyari Senja, bukannya Reva," imbuh Restu sambil terkikik. Lalu ia kabur sebelum ditimpuk barang apa saja oleh Adam."Awas kamu, Res! Nggak bisa tutup mulut apa?" ucap Adam seraya mendengkus."Mi, kata Mas Adam semboyannya. Walau ke ujung dunia dia akan menemukan Senja." Tawa Restu membahana membuat Adam kesal setengah mati. Wajahnya s
"Permisi, permisi!" Adam sedikit menepi mendekati bagian resepsionis.Suara riuh terdengar dari arah belakang Adam. Ternyata ada rombongan yang melewatinya."Saya sudah menyiapkan bahan meetingnya, Bu.""Ya makasih."Adam tersentak saat mendengar sebuah suara familiar menyapa telinganya. Bahkan aroma yang masih lekat di otaknya terendus oleh indra penciumannya. "Parfum itu. Aku mengenalinya. Senja!""Maaf, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perempuan cantik dengan rambut disanggul modern. Ya, dia petugas di bagian resepsionis hotel. "Hmm, sebentar, Mbak." Adam menoleh kembali ke arah rombongan. Salah satu diantaranya adalah perempuan dengan pakaian blazer dan rambut hitam lurus tergerai rapi."Ah bukan tipe Senja kalau rambutnya seperti itu. Apa aku sudah hampir gil* karena mencari keberadaannya," rutuk Adam pada dirinya sendiri. Ia sampai hafal Senja pasti menguncir rambutnya karena sering merasa risih jika digerai."Pak!" "Ah iya, Mbak. Saya mau menitipkan koper. Ada m
"Pak Adam. Kenapa dia ada di sini?" Adam melemparkan senyum ke arahnya. Namun, Senja berusaha tenang dan pura-pura lupa."Senja Kamila Rahmawan. Akhirnya kita bertemu kembali."Sepanjang meeting, Adam tidak lepas mengamati sosok yang dirindukannya selama setahun ini."Senja terlihat lebih dewasa. Apa dia masih suka ceroboh?" gumam Adam. Ia tertawa kecil lantas menutup mulutnya dan menoleh ke samping kiri dan kanan. Peserta yang duduk di sebelahnya sempat mandang aneh dirinya."Apa ada yang lucu?" tanya seseorang di sebelah kiri Adam. "Oh maaf. Tidak ada. Saya hanya teringat sesuatu," kilah Adam."Baiklah mari kita cermati pentingnya jalinan kerjasama bisnis antar perusahaan maupun pihak akademisi. Dalam hal ini adalah universitas. Beberapa perwakilan kampus di kota Yogya tentunya kami undang dalam forum ini. Silakan perwakilan dari kampus untuk menunjukkan diri."Adam merasa terpanggil lalu mengangkat tangan.Deg,Senja mengedarkan pandangan ke seluruh peserta. Terakhir jatuh pada sos
"Oh ya. Syukurlah barang ini tidak hilang," ucap Senja sedikit terbata. Bahkan kedua insan itu masih setia memegang benda yang terlipat rapi dengan posisi berdiri di lorong menuju resto hotel."Terima kasih Senja. Hadiah ini sungguh berarti bagi saya.""Pak Adam yang terhormat. Tolong kondisikan status. Tidak pantas lelaki beristri menggoda perempuan lain," ucap Senja seraya mendecis.Adam yang mendengarnya justru tersenyum. Hatinya mengembang. Rasa yang pernah hilang setahun ini kini kembali muncul."Begitu ya? Baiklah, saya hanya mengikuti alur yang Anda buat Bu Mila. Dengan terkendalanya MoU itu berarti Anda berniat kita berjumpa kembali, bukan? Saya sangat senang. Sampai jumpa besok Senja Kamila.""Aarghh."Senja frustasi begitu sampai rumah mengingat pertemuannya dengan Adam. Ia melakukan apa saja untuk menenangkan hatinya yang gundah. Memukul apa saja yang bisa menjadi sasaran. Bahkan adiknya yang baru pulang dari kuliah pun kena sasaran tangkisannya."Mbak Senja! Apa-apaan, sih
"Ja. Itu di belakang Andre kok mirip Pak Adam, ya?""Mana?" ucap Senja sambil menyelidik."Nggak mungkin kan orang Bandung tiba-tiba di sini gara-gara kita omongin."Senja menepuk jidatnya. Sifat cerobohnya mulai kambuh lagi gara-gara ketemu dosbingnya."Astaga, aku ada janji lunch dengan Pak Adam!"Memalingkan wajah ke samping, Senja memutar otak untuk menyiapkan alasan jika ditanya sahabatnya."Hmm, sepertinya ada yang perlu dijelaskan, Ja," ujar Fifi."Hai, Senja. Apa kabar?" Suara Andre menyapa dari samping. Mau tak mau, Senja segera menoleh lalu tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya."Kalian pada ngerjain aku, ya? Bisa-bisanya menikah nggak ngasih kabar," sungut Senja tak terima. Ia berinisiatif lebih dulu menyalahkan sahabatnya sebelum dirinya disalahkan."Eits, siapa yang pergi tanpa kabar?" protes Andre. Lelaki yang penampilannya lebih dewasa dan rapi itu berdiri sejajar istrinya. Bahkan tangan kirinya sudah merangkul bahu membuat Senja memutar bola matanya jengah."Nggak
Senja menarik napas panjang berulang. Pasalnya napasnya sudah tak beraturan gara-gara lari ditarik Adam. Menghentikan taksi yang lewat, mereka akhirnya lepas dari kejaran wartawan."Duh ketemu Pak Adam kenapa hidup saya jadi rumit lagi," gerutu Senja sambil mengusap dadanya."Apa kamu bilang? Kamu pikir saya yang bikin si*l? Siapa tadi yang duluan berpose begitu?" cerocos Adam tidak terima. Dalam hati ia bersorak gembira karena berhasil mengerjai Senja. Gegas ia memutar otak mencari ide brilian berikutnya."Lalu gimana dong, Pak. Kalau sampai mereka bikin hot news, saya bakal kena marah Pak Rendra." Senja sudah merengek seperti anak kecil. "Pak Rendra kan baik. Kelihatannya kamu dekat sama beliau. Atau jangan-jangan beliau calon kamu, Ja?"Adam terkekeh."Selera kamu ternyata sudah berubah, ya? Patah hati sama ustad nyarinya yang om om.""Astaga, nih orang bukannya mencarikan solusi malah meledekku.""Pak Adam yang terhormat, saya sudah punya calon. Tentu saja bukan Pak Rendra. Belia
"Saya punya solusinya, Ja.""Gimana?""Ayo kita menikah saja.""APA?! Pak Adam sudah nggak waras," umpat Senja. Dua orang yang mengamatinya sejak tadi pun ikut terperanjat."Sudah nggak usah debat di telpon. Nanti saya ke kantor kamu setelah mengajar.""Ckk. Dasar pemaksa. Nggak pernah berubah." Senja berdecak, swdangkan Adam terdengar tawanya dari seberang. Ia menger4ng frustasi lalu membanting ponselnya ke meja."Apa yang terjadi, Ja?" tanya Rendra.Drrtt,drrt"Bentar Om, ada Andika.""Halo, ada apa, An?""Kamu apa-apaan, Mila? Kenapa bikin berita heboh begitu. Kamu selingk*h dariku?"Senja menjauhkan ponselnya dari telinga. Suara di seberang sungguh memekakkan indra pendengarannya."Kamu percaya berita miring itu, An?""Kamu sendiri melakukannya, nggak?""Dah nggak usah debat. Kamu ke kantor aku aja sekarang.""Ya, nanti kalau sudah selesai urusanku, aku ke kantormu."Di seberang sana laki-laki tak lain adalah Andika. Ia bersama dengan seorang perempuan cantik yang selalu menempel p
Dua minggu kemudian, Senja sudah melewati hari-hari penuh liku. Ia harus mempersiapkan konferensi pers bersama Adam dengan ditemani Rendra. Beruntung konferensi berjalan lancar. Setelah itu, Senja benar-benar resmi menikah di KUA dengan Adam."Pak Adam, saya masih penasaran gimana caranya Bapak meyakinkan orang tua saya?" Keduanya duduk santai di ruang tengah rumah Adam. Rumah berukuran sedang dengan kolam renang mini terletak di samping kiri.Keduanya baru saja menginjakkan kaki di rumah itu setelah akad tadi pagi."Lelaki yang baik akan meminta izin pada orang tuanya jika memang serius, Ja. Saya punya cara tersendiri untuk meyakinkan papa dan mama kamu." Adam mengulas senyum penuh kemenangan. Jelas, Senja tidak menyangka papa dan mamanya akan luluh begitu saja.Merelakan putri semata wayang dinikahi secara sederhana. Adam menjanjikan resepsi berselang beberapa bulan kedepan supaya tidak membuat beritanya semakin gempar. Ia juga belum sempat menyampaikan berita gembira kepada keluarga