Setelah malam penuh ketegangan itu, Nadia duduk sendirian di kamar, menatap ke arah jendela yang memperlihatkan taman rumah besar milik keluarga Indra. Cahaya bulan menerobos masuk, menyinari wajahnya yang tampak sendu. Di dalam hatinya, ada secercah harapan yang tak ingin ia lepaskan. Mungkin, pikirnya, kehadiran anak ini akan memperbaiki keadaan. Mungkin dengan menjadi orang tua, ia dan Indra bisa menjadi pasangan yang lebih baik—menjadi keluarga yang utuh.
Nadia mencoba meyakinkan dirinya bahwa situasi ini bisa berubah. Kehamilannya bisa menjadi titik balik, awal dari kehidupan baru yang lebih bahagia. Anak mereka bisa membawa perubahan positif, bahkan mungkin menghangatkan hati Indra yang selama ini terasa dingin dan jauh.
Pagi berikutnya, ketika Nadia duduk di meja makan, Bu Yuni mendekat dengan ekspresi ceria yang seolah tidak menyadari ketegangan antara Nadia dan Indra. "Nadia, sayang, kau harus menjaga dirimu baik-baik. <
Hari yang dinanti tiba lebih cepat dari yang Nadia duga. Di suatu pagi yang tenang, ketika matahari baru saja terbit, Nadia merasakan kontraksi pertama yang membuat tubuhnya menegang. Sakit itu merambat dari perutnya ke seluruh tubuh, membuatnya terhuyung-huyung mencari pegangan di tepi ranjang. Ia tahu, waktunya hampir tiba. Bayi yang telah ia kandung selama sembilan bulan akan segera melihat dunia.Dengan tergesa-gesa, Nadia memanggil Indra, yang saat itu baru saja bersiap untuk berangkat ke kantor. "Indra, aku rasa... waktunya sudah dekat," ujar Nadia dengan suara serak, menahan sakit yang semakin intens.Indra, yang selama ini lebih banyak acuh pada kehamilannya, tiba-tiba tampak panik. Wajahnya berubah tegang, dan ia segera membantu Nadia ke mobil tanpa banyak berkata-kata. Dalam diam, mereka berdua menuju rumah sakit, dengan perasaan bercampur aduk. Di dalam hatinya, Nadia berharap bahwa momen ini akan membawa mereka lebih dekat,
Kehadiran Reza di dunia membawa perubahan yang tak disangka dalam hati Indra. Setiap kali ia memandang anaknya, ada perasaan hangat yang perlahan tumbuh—sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Indra, yang selama ini merasa terjebak dalam pernikahannya dengan Nadia, kini melihat harapan baru. Mungkin, dengan menjadi ayah, hidupnya bisa berubah.Pagi hari setelah kelahiran Reza, Nadia masih dalam masa pemulihan di rumah sakit. Indra berdiri di dekat jendela, matanya menatap keluar, tetapi pikirannya sibuk mencerna banyak hal. Sejak kemarin, saat ia melihat Nadia berjuang keras melahirkan anak mereka, ada sesuatu dalam dirinya yang berubah. Rasa kagum dan hormat pada Nadia mulai timbul, meskipun ia tak sepenuhnya mengerti bagaimana perasaan itu tumbuh begitu saja.Sementara itu, Reza tidur dengan tenang di inkubator, membuat Indra semakin tersentuh setiap kali ia melihat bayi mungil itu. Reza adalah darah dagingnya, buah cin
Setelah malam yang panjang dan penuh kegelisahan, pagi datang dengan sunyi. Nadia terbangun dengan kantung mata yang berat, menandakan kurang tidur semalaman. Saat membuka matanya, ia menoleh ke samping tempat tidur. Kosong. Indra tak ada di sana.Nadia mendesah pelan, perasaannya bercampur aduk. Ia berusaha menenangkan diri, berharap Indra pulang lebih awal, tapi rasa khawatirnya tak bisa disembunyikan. Selama beberapa minggu terakhir, Indra memang terlihat lebih dekat dengan keluarga. Namun, satu panggilan telepon sudah cukup membuatnya khawatir, mengingatkan Nadia pada kebiasaan lama Indra yang selalu mengutamakan pekerjaan di atas segalanya.Setelah memastikan Reza tidur dengan tenang, Nadia keluar dari kamar dan menuju dapur. Ketika ia sampai di ruang makan, pintu depan terdengar terbuka perlahan. Indra masuk dengan langkah berat. Pakaian kantornya masih lengkap, namun wajahnya tampak kelelahan.“Kamu baru pulang?” tanya Nadia d
Indra duduk di meja makan dengan secangkir kopi yang masih mengepul di depannya. Pagi hari itu terasa lebih hening daripada biasanya. Nadia sedang menyuapi Reza di kursi bayi, dengan senyum lembut yang hanya tampak sesekali. Keadaan masih terasa canggung setelah percakapan mereka beberapa hari lalu. Nadia mengatakan bahwa ia butuh lebih dari sekadar kata-kata—ia butuh kehadiran Indra.Pikiran itu terngiang-ngiang di kepala Indra, membuat ia sadar bahwa selama ini dia lebih sering terperangkap dalam pikirannya sendiri dan pekerjaan. Selama ini, Indra selalu mengira bahwa tanggung jawab utama seorang suami dan ayah adalah memberikan keamanan finansial. Namun, sekarang ia mulai menyadari bahwa itu hanyalah sebagian kecil dari gambaran besar.Nadia ingin kehadirannya. Reza pun membutuhkannya. Dan saat melihat putra kecilnya tersenyum di pelukan ibunya, hati Indra tersentuh dengan cara yang baru. Ada sesuatu yang berbeda kali ini, ses
Pagi itu terasa lebih tenang dari biasanya. Nadia sedang duduk di ruang tamu bersama Reza, yang perlahan mulai menunjukkan perkembangannya sebagai bayi yang lincah. Senyum kecil selalu menghiasi wajah Reza setiap kali Nadia berbicara dengannya, membuat hati Nadia sedikit lebih ringan meskipun banyak hal masih membebani pikirannya. Kebahagiaan Reza adalah pelipur lara bagi hati Nadia, yang masih menyimpan keraguan dan kegelisahan akan rumah tangganya dengan Indra.Indra, di sisi lain, sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor. Dalam beberapa minggu terakhir, ia memang menunjukkan usahanya untuk memperbaiki hubungan mereka, tapi Nadia merasa ada sesuatu yang masih hilang. Perasaan aman dan nyaman yang dulu ia harapkan dari pernikahan ini masih belum sepenuhnya hadir. Setiap kali ia berpikir bahwa semuanya akan berjalan lebih baik, selalu ada momen di mana Indra tampak kembali terseret oleh pekerjaan atau hal-hal lain
Pagi itu, Nadia terbangun lebih awal dari biasanya. Matahari belum sepenuhnya muncul, tapi ia sudah bangkit dari tempat tidur. Di sampingnya, Indra masih tertidur lelap dengan napas yang tenang. Nadia menatapnya sebentar sebelum perlahan turun dari tempat tidur, berusaha untuk tidak membangunkannya. Di dalam hati, ada perasaan lega dan cemas yang bercampur menjadi satu.Hubungannya dengan Indra memang menunjukkan perbaikan kecil, tapi Nadia tidak bisa menghilangkan rasa takut akan kerapuhan hubungan mereka. Setiap tindakan Indra untuk lebih dekat dengannya dan Reza membuat Nadia berharap, namun pada saat yang sama, ia khawatir jika semua hanya sementara.Nadia keluar dari kamar tidur dan menuju ke kamar bayi di sebelah, di mana Reza tidur dengan tenang di ranjang kecilnya. Senyumnya terbit ketika melihat anaknya, wajah mungil Reza tampak begitu damai. Bagi Nadia, Reza adalah pusat dari segala kebahagiaannya sekarang, d
Hari-hari setelah percakapan mereka tentang masa depan pernikahan berjalan lambat namun penuh perasaan yang bercampur aduk. Indra tampak berusaha lebih keras untuk terlibat dalam hidup Nadia dan Reza, tapi ada momen-momen ketika dia tiba-tiba kembali ke sikap acuh tak acuh yang dulu. Setiap kali Indra menunjukkan sisi perhatian, Nadia merasa ada harapan, namun begitu Indra mulai bersikap dingin lagi, Nadia jatuh dalam kebingungan dan kecemasan.Suatu pagi, ketika Nadia sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga, Reza mulai menangis dari kamarnya. Nadia segera meletakkan sendok di atas meja dan bergegas ke kamar Reza, sementara Indra yang duduk di meja makan hanya menatap sekilas ke arah kamar bayi itu tanpa bergerak sedikit pun. Sikap dingin itu menohok hati Nadia.“Aku yang akan menenangkannya,” kata Nadia cepat, berharap Indra mungkin akan menawarkan diri untuk membantu, tapi dia hanya mengangguk tanpa berkata a
Setelah percakapan yang cukup mendalam antara Nadia dan Indra semalam, Nadia mulai berpikir bahwa mungkin ada cara lain untuk memperbaiki hubungan mereka. Mungkin Indra butuh waktu dan dukungan yang lebih. Bagaimanapun, pria itu sudah menunjukkan usaha, meskipun sikapnya kadang masih berubah-ubah. Dalam benaknya, Nadia mulai merancang strategi untuk mengembalikan kehangatan dalam pernikahan mereka. Dia ingin mencoba lebih keras, terutama demi Reza. Salah satu caranya adalah dengan memberikan panggilan yang lebih akrab dan romantis kepada suaminya.Pagi itu, ketika Indra bersiap-siap untuk bekerja, Nadia mendekatinya dengan senyum di wajahnya. “Mas Indra, kopi sudah siap di meja,” ucapnya lembut, sambil meletakkan cangkir kopi di depan Indra.Indra, yang sedang mengencangkan dasinya, terhenti sejenak. Panggilan ‘Mas’ dari Nadia terdengar asing namun menghangatkan. Sebelumnya, mereka jarang menggu