"Weni, Gary, dan pelayan yang berusia 50an keatas lainnya, berbarislah di garis ini." Alice memerintahkan mereka berdiri di tempat yang telah disiapkannya untuk latihan menembak. Alice membagikan masing-masing satu senjata api kepada Weni, Gary dan 5 orang lainnya. "Nyo_nya_ apakah ini senjata api asli?" Weni merasa gugup, karena ini pertama kalinya dia memegang senjata api. Berbeda dengan Gary, dia tampak tenang memegang senjata api di tangannya. "Akan aku ajarkan caranya, buka kokangnya arahkan tangan yang kalian rasa paling mampu untuk menopang bidikan akurat, lalu tangan lainnya menahan dibawah tangan yang akan kalian gunakan untuk menarik pelatuknya. Seperti ini." Alice membidik sasaran tembak, dan terdengar beberapa kali dentuman peluru. Dor dor dor Seluruh tembakan Alice mengenai titik sasaran di lingkaran paling akurat. "Ini adalah senjata canggih, sekali kalian membuka kokang, kalian bisa menekan pelatuk dan menembakkan hingga 6 peluru. Ayo, Weni, cobalah!" We
"Bagus Weni, setelah seminggu ini kamu mengalami peningkatan yang signifikan." Alice senang karena Weni berhasil menembak sasaran tembak secara akurat sebanyak 30 kali. Meski tidak semua peluru mendarat tepat di tengah.Alice mengamati 4 sasaran tembak lainnya, "Wow, hasil tembakan kalian tidak kalah menakjubkan," pujinya."Sekarang berlatihlah gerakan bela diri yang telah kuajarkan kemarin. Ulangi sebanyak 30 kali."Alice kemudian beranjak menuju James, para bodyguard dan pelayan. Mereka tampak terengah-engah setelah menyelesaikan outbond dalam target 4 menit. Alice memeriksa satu persatu penghitung waktu yang telah dikumpulkan di keranjang."Sayang sekali, Gulf lagi-lagi tidak mendapat teman untuk bermain bersama di kandang." Alice menyeringai licik.Rasa takut membuat seseorang berjuang lebih keras, begitu pula James dan yang lainnya. Mereka lebih takut jika dilempar ke dalam kandang Gulf, itulah sebabnya mereka berusaha mati-matian mencapai target."Nyonya, sampai kapan kami akan
"Sayang, ini_untuk apa persediaan bahan makanan dan obat-obatan sampai sebanyak ini?" tanya Gavin bingung setelah melihat betapa banyaknya pasokan di dalam gudang bunker darurat, bahkan ada sebuah ruangan medis dan operasi di bunker tersebut. "Hanya sekedar antisipasi. Tidak ada salahnya kan?" Alice menggandeng tangan Gavin dan bersandar di bahunya. "Tapi semua ini cukup hingga satu tahun. Ada apa sebenarnya?" Alice kemudian tidak tahan untuk jujur kepada Gavin. "Gavin, mata-mata yang kami tempatkan di kelompok dunia bawah berkata, bahwa Paul Welbert dan Peter Aldimor sudah sampai pada tahap akhir rencana mereka." "Jadi, maksudmu mereka sudah bersiap untuk berperang dan menjadi penjajah?" Alice mengangguk, "Ya, ini sudah berlalu dua bulan sejak aku mendapatkan informasi itu. Cepat atau lambat, mereka akan menargetkan kamu." "Ya, aku tahu pasti itu akan terjadi. Sekarang aku mengerti, alasan kamu mempersiapkan orang-orang dirumah ini seperti mempersiapkan pasukan perang."
Drrrtt drrrtt "Bos, aku punya informasi terbaru. Kita bertemu di pusat perbelanjaan di pinggiran kota 1 jam lagi." Baru saja bangun dari tidurnya, pagi-pagi sekali Alice mendapat kiriman pesan dari seseorang. Alice membaca isi pesan singkat dari Carlo Sald, mata-mata yang ditempatkan di kelompok dunia bawah. Setelah mandi, Alice bersiap dengan pakaian yang cukup rapi dari biasanya. "Apa kamu hari ini berencana keluar rumah?" Tanya Gavin ketika mereka sarapan bersama di meja makan. Tidak biasanya Alice telah berpakaian rapi di pagi hari. "Ya. Aku ingin bertemu dengan seorang teman lama. Henry akan menemaniku. Kamu pergilah bersama James dan Wella ke perusahaan." "Baiklah, berhati-hati lah. Aku berangkat lebih dahulu." Gavin sedikit tenang, karena Alice ditemani oleh Henry. Sebelum berangkat, Wella bertanya kepada Alice. "Bos, apakah ini tentang Carlo Sald?" "Iya, hari ini pagi sekali dia mengirim pesan teks padaku." "Bos, kemarin ada berita penemuan mayat di hutan Dar
"Weni, dimana semua orang? Apa Gavin belum kembali?" Sesampainya di rumah, Alice langsung bertanya kepada Weni. Saat ini sudah pukul 5 sore, Gavin biasanya sudah pulang ke rumah, kecuali jika ada rapat yang mendesak atau bertemu dengan partner bisnis. "Nyo_nya_? Tuan_emm_Tuan Gavin,dia.." Weni tergagap, wajahnya terlihat sembab. "Ada apa, Weni?" Alice punya firasat buruk. "Tuan mengalami kecelakaan, mobilnya_ terguling masuk ke dalam jurang." Weni menunjuk berita di layar televisi. "Gavin Welbert, yang saat ini adalah penasehat resmi kerajaan Albain dan juga merupakan kepala keluarga Welbert, mengalami kecelakaan di sebuah tikungan jalanan pegunungan. Polisi, dan tim penyelamat sedang berusaha mengangkat mobilnya yang terjatuh ke jurang. Menurut pengamatan ahli, sangat kecil kemungkinan bagi Gavin Welbert untuk selamat." Kamera penyiar mengarah ke dalam jurang, dan tiba-tiba ada ledakan dahsyat. DUAAARRR "Oh,Tidak! Sepertinya mobil Gavin Welbert yang terjatuh ke dalam ju
"Betul, saya adalah asisten Tuan Gavin Welbert. Benarkah? Baik, kami akan segera ke rumah sakit." James tampak menerima panggilan telepon. Ketika James sudah menutup panggilannya, Wella mendekat. "Telepon dari kepolisian?" "Ya," James menjawab singkat pertanyaan Wella. "Mereka sudah menemukan mayat itu." Sambung James. "Baguslah!" sahut Wella. Tap tap tap Terlihat Alice menuruni anak tangga dengan langkah gontai. Wajahnya sembab, dan dibawah matanya lingkaran hitam tampak nyata, sepertinya semalaman tidak tidur. Tapi dia sudah berpakaian dengan rapi. "Ayo, hari sudah terang. Sudah saatnya kita bergegas mencari Gavin." Alice melewati meja makan begitu saja. "Nyonya, sebaiknya Nyonya sarapan terlebih dahulu. Sedari kemarin Nyonya belum makan." Weni memanggil Alice yang tampaknya tidak akan makan lagi kali ini. "Aku tidak lapar. Ayo!" Alice menatap Wella, James dan Henry dan mengajak mereka semua segera pergi mencari Gavin. "Nyonya, pihak kepolisian meminta anda unt
Hari ini di rumah duka, Alice berdiri di dekat sebuah peti mati dengan foto Gavin Welbert yang diletakkan di depan peti itu. Mengenakan baju serba hitam, Alice menyambut tamu-tamu yang menyampaikan belasungkawa. Wajahnya sembab dan kantong matanya sangat hitam. Bukan karena Alice menangisi jenazah yang tergeletak di dalam peti, namun karena dia masih belum mengetahui dengan pasti nasib suami tercintanya. Pencarian sudah dilakukan selama dua hari, dan mereka belum menemukan apapun. Bahkan sekedar jejak dan juga tanda-tanda keberadaan Gavin, juga tidak diketemukan. Alice gelisah, ingin segera menyingkirkan semua formalitas pemakaman ini dan segera mencari Gavin. Namun dia tidak bisa. Dia tidak boleh membuat kecurigaan pihak lawan. Dia ingin membiarkan siapa pun dalang dari semua kejadian ini, merasa menang dan lengah. Benar saja, sekelompok orang yang sepertinya sangat dihormati, kini datang dan memberi hormat kepada peti mati. Mereka kemudian menghampiri Alice, orang-orang yang w
"Mengapa sama sekali tidak ada jejak sedikit pun?" Alice bergumam sendiri. Alice hari ini akhirnya bisa ikut dalam proses pencarian Gavin. Alice, Henry, Wella dan beberapa bodyguard kini menyusuri aliran sungai dan mencari di pemukiman sekitar aliran sungai tempat Gavin terjatuh. James kali ini tidak dapat ikut bergabung, karena harus mengurus perusahaan Welbert. Setelah berjam-jam melakukan pencarian di desa dan pemukiman sekitar, mereka tetap saja tidak menemukan sesuatu ataupun petunjuk. Bahkan mereka juga bertanya kepada penduduk dengan menunjukkan foto Gavin, tapi tidak ada seorangpun yang mengenali wajahnya. Mereka kini beristirahat di tengah hutan, sambil memakan bekal yang mereka bawa. "Bos, apa tidak sebaiknya kita pulang saja? Hari sudah hampir gelap," ujar Wella. "Tidak, kita lanjutkan terus hingga ke desa di lembah Pegunungan Terkutuklah. Aku dengar di sana ada dua desa yang cukup ramai meskipun terisolir di daerah lembah." Alice bersikeras untuk melanjutkan pencari