Ddrrttt drrrtt"Ugh, siapa yang menelepon di tengah malam begini?"Gavin menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, berjalan menuju ke arah sofa dan mengambil ponselnya yang tergeletak di sana."Ya, Gary?""Tuan Muda, sepertinya Tuan Besar sudah tidak mampu bertahan lebih lama lagi. Bisakah kamu kemari sekarang?""Ya, aku segera ke sana!"Gavin mengakhiri panggilannya dan menatap sendu kepada Alice yang juga terbangun karena dering ponselnya."Alice, Kakek_dia_""Gantilah pakaianmu, ayo kita segera kesana!" Alice juga beranjak dari tempat tidur, mengambil sembarang kaos dan celana di lemari untuk dikenakannya.Ketika keduanya telah siap, mereka beranjak segera dan berangkat menuju ke rumah yang ditinggali Kakeknya.Hanya dalam waktu lima menit mereka telah sampai. Gavin dan Alice melangkah besar menuju ke kamar Berti Welbert.CeklekGavin dan Alice masuk ke dalam kamar. Di sana juga terlihat Gerard, Laura dan juga Selena.Berti tengah bersusah payah berbicara kepada Gerard, mulutnya t
"Tuan Gavin, semua dokumen dan prosedur yang diperlukan telah selesai. Saham milik Tuan Gerard dan Nyonya Laura kini semuanya atas nama Anda," ujar pengacara keluarga Welbert seraya merapikan berkas-berkas yang telah ditandatangani oleh Gerard dan Laura. "Bagus, semua saham kalian sudah dialihkan kepadaku. Mulai sekarang, aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi. Jangan berani-berani kembali ke Albain, atau aku akan memenjarakan kalian. Aku punya semua bukti yang kuperlukan untuk membawa kalian pada hukuman mati." Kata-kata Gavin sangat dingin dan tegas. Dia menatap tajam kepada Gerard, Laura, dan juga Selena. Wajah angkuh Gerard yang biasanya, tidak nampak lagi. Wajahnya dipenuhi dengan penyesalan. "Gavin, aku berjanji akan segera pergi setelah pemakaman Ayah. Kumohon, biarkan aku mengantarkan kepergiannya untuk terakhir kali." "Apa kamu sangat tidak tahu diri?" mata Gavin menghunus tajam ke arah Gerard. "Tapi_bagaimanapun juga aku adalah_" "Kamu adalah pembunuh! Ses
"Gavin, aku turut berdukacita atas kehilanganmu. Paman Berti adalah seorang yang berwibawa dan sangat baik. Meski aku tidak dekat dengannya, tapi aku percaya dia adalah seorang yang penuh kasih sayang. Dia rela melepas tahtanya demi wanita yang dicintai, itu sangat luarbiasa." "Ya, Paman. Kakek adalah seorang yang amat penyayang." Gavin dan Alice tampak sangat tenang di hadapan orang nomor satu di negara Albain. Ya, dialah Paul Welbert, Raja Albain saat ini. Di sisinya berdiri sang Ratu Albain, Lusy Breed. Lusy Breed adalah adik dari Raja Filepi. Itu artinya dia juga adalah seorang wanita bangsawan terhormat. "Tentunya setelah kepergian Paman, tugasmu akan semakin berat Gavin. Sekarang kamu lah yang memegang kendali penuh atas keluarga Welbert kita." "Lalu, em..dimana Gerard? Dan Laura? Mengapa aku tidak melihatnya sama sekali sedari tadi? Bukankah dia yang akan menerima mandat sebagai pemegang kunci emas kerajaan selanjutnya? Karena dia adalah putra satu-satunya dari Paman."
Beberapa hari setelah pemakaman Berti Welbert, kehidupan kembali berjalan seperti biasanya bagi Gavin dan juga Alice. Seperti biasa di akhir pekan, Alice dan Gavin menghabiskan waktu di rumah dengan bersantai dan menikmati waktu bersama. "Gavin, aku jenuh di rumah terus tanpa melakukan pekerjaan apa pun." "Lalu, kamu ingin melakukan apa Sayang? Kamu bisa jalan-jalan atau pergi belanja jika merasa jenuh." Gavin lupa jika istrinya bukanlah jenis wanita pada umumnya yang gemar menghabiskan waktu dengan berbelanja ataupun ke tempat perawatan kecantikan. "Bagaimana jika_aku melatih bodyguard kita. Yah setidaknya dalam keadaan terdesak, kemampuan bertarung mereka lebih baik dari biasanya." "Boleh, lakukanlah sesuka hatimu." Gavin sedikit tidak menyangka dengan permintaan Alice. Oh ya, dia lupa jika istrinya seorang jenderal perang. "Ah ya, bagaimana jika Weni dan pelayan lainnya juga ikut berlatih untuk sekedar membela diri?" Weni yang sedang meletakkan cemilan dan teh di atas
"Weni, Gary, dan pelayan yang berusia 50an keatas lainnya, berbarislah di garis ini." Alice memerintahkan mereka berdiri di tempat yang telah disiapkannya untuk latihan menembak. Alice membagikan masing-masing satu senjata api kepada Weni, Gary dan 5 orang lainnya. "Nyo_nya_ apakah ini senjata api asli?" Weni merasa gugup, karena ini pertama kalinya dia memegang senjata api. Berbeda dengan Gary, dia tampak tenang memegang senjata api di tangannya. "Akan aku ajarkan caranya, buka kokangnya arahkan tangan yang kalian rasa paling mampu untuk menopang bidikan akurat, lalu tangan lainnya menahan dibawah tangan yang akan kalian gunakan untuk menarik pelatuknya. Seperti ini." Alice membidik sasaran tembak, dan terdengar beberapa kali dentuman peluru. Dor dor dor Seluruh tembakan Alice mengenai titik sasaran di lingkaran paling akurat. "Ini adalah senjata canggih, sekali kalian membuka kokang, kalian bisa menekan pelatuk dan menembakkan hingga 6 peluru. Ayo, Weni, cobalah!" We
"Bagus Weni, setelah seminggu ini kamu mengalami peningkatan yang signifikan." Alice senang karena Weni berhasil menembak sasaran tembak secara akurat sebanyak 30 kali. Meski tidak semua peluru mendarat tepat di tengah.Alice mengamati 4 sasaran tembak lainnya, "Wow, hasil tembakan kalian tidak kalah menakjubkan," pujinya."Sekarang berlatihlah gerakan bela diri yang telah kuajarkan kemarin. Ulangi sebanyak 30 kali."Alice kemudian beranjak menuju James, para bodyguard dan pelayan. Mereka tampak terengah-engah setelah menyelesaikan outbond dalam target 4 menit. Alice memeriksa satu persatu penghitung waktu yang telah dikumpulkan di keranjang."Sayang sekali, Gulf lagi-lagi tidak mendapat teman untuk bermain bersama di kandang." Alice menyeringai licik.Rasa takut membuat seseorang berjuang lebih keras, begitu pula James dan yang lainnya. Mereka lebih takut jika dilempar ke dalam kandang Gulf, itulah sebabnya mereka berusaha mati-matian mencapai target."Nyonya, sampai kapan kami akan
"Sayang, ini_untuk apa persediaan bahan makanan dan obat-obatan sampai sebanyak ini?" tanya Gavin bingung setelah melihat betapa banyaknya pasokan di dalam gudang bunker darurat, bahkan ada sebuah ruangan medis dan operasi di bunker tersebut. "Hanya sekedar antisipasi. Tidak ada salahnya kan?" Alice menggandeng tangan Gavin dan bersandar di bahunya. "Tapi semua ini cukup hingga satu tahun. Ada apa sebenarnya?" Alice kemudian tidak tahan untuk jujur kepada Gavin. "Gavin, mata-mata yang kami tempatkan di kelompok dunia bawah berkata, bahwa Paul Welbert dan Peter Aldimor sudah sampai pada tahap akhir rencana mereka." "Jadi, maksudmu mereka sudah bersiap untuk berperang dan menjadi penjajah?" Alice mengangguk, "Ya, ini sudah berlalu dua bulan sejak aku mendapatkan informasi itu. Cepat atau lambat, mereka akan menargetkan kamu." "Ya, aku tahu pasti itu akan terjadi. Sekarang aku mengerti, alasan kamu mempersiapkan orang-orang dirumah ini seperti mempersiapkan pasukan perang."
Drrrtt drrrtt "Bos, aku punya informasi terbaru. Kita bertemu di pusat perbelanjaan di pinggiran kota 1 jam lagi." Baru saja bangun dari tidurnya, pagi-pagi sekali Alice mendapat kiriman pesan dari seseorang. Alice membaca isi pesan singkat dari Carlo Sald, mata-mata yang ditempatkan di kelompok dunia bawah. Setelah mandi, Alice bersiap dengan pakaian yang cukup rapi dari biasanya. "Apa kamu hari ini berencana keluar rumah?" Tanya Gavin ketika mereka sarapan bersama di meja makan. Tidak biasanya Alice telah berpakaian rapi di pagi hari. "Ya. Aku ingin bertemu dengan seorang teman lama. Henry akan menemaniku. Kamu pergilah bersama James dan Wella ke perusahaan." "Baiklah, berhati-hati lah. Aku berangkat lebih dahulu." Gavin sedikit tenang, karena Alice ditemani oleh Henry. Sebelum berangkat, Wella bertanya kepada Alice. "Bos, apakah ini tentang Carlo Sald?" "Iya, hari ini pagi sekali dia mengirim pesan teks padaku." "Bos, kemarin ada berita penemuan mayat di hutan Dar