"Gavin, aku mau tetap berlatih hari ini di Dojo. Bolehkah?" tanya Alice ketika sarapan pagi. "Alice, kamu masih terluka. Beristirahatlah selama 2 hari." "Tapi, karena sering berlatih, kemarin setidaknya aku.." "Kamu bisa berlatih setelah sembuh, jangan memaksakan diri. Kamu sehabis terluka." "Baiklah, aku tidak akan berlatih bela diri dulu. Tapi, sepertinya aku harus membeli sesuatu di pusat perbelanjaan, ada beberapa barang keperluan yang aku butuhkan segera. Bolehkah?" "Kenapa tidak meminta Weni saja untuk membelikannya?" tanya Gavin. "Gavin, aku lebih senang mencari keperluanku sendiri. Ijinkan aku pergi berbelanja. Oke?!" Gavin sedikit heran karena Alice bersikeras bepergian keluar meski sedang terluka, namun akhirnya dia menyetujuinya. "Baiklah, biarkan beberapa bodyguard menemanimu. Oke?!" Gavin akhirnya menyerah dan mengijinkan Alice pergi keluar rumah dengan catatan dia ditemani beberapa bodyguard untuk menjaganya. "Oke," Alice senang akhirnya memiliki alasan
"Halo, Tuan Alpha. Aku mengira bahwa anda akan ikut kembali bersama Tuan Liam ke Casia." Alice semula akan beranjak pergi setelah Liam memasuki pesawat, namun suara itu membuatnya menghentikan langkahnya. 'Pria ini lagi,' batin Alice setelah menoleh ke arah suara itu. "Ya, aku tidak kembali ke Casia. Ada sedikit hal yang harus aku urus di sini selama beberapa hari," jawab Alice singkat. "Apa anda sedang sibuk? Maukah pergi minum secangkir kopi denganku?" tanyanya. "Maaf, Tuan Mario. Aku ada keperluan mendesak." Drrtt ddrrttt Alice lupa mematikan nada dering telepon selulernya, dia melihat sekilas nama siapa yang memanggilnya, itu adalah 'Gavin'. Dari kejauhan sini, Alice melirik sekilas ke arah Gavin. Dia sedang meletakkan telepon selulernya ke telinganya. Namun, tiba-tiba saja Gavin menatap ke arahnya. Alice dengan panik, menolak panggilan tersebut. Gavin terlihat menekan tuts telepon selulernya, dan meletakkannya ke telinganya lagi. Alice merasakan telepon selulernya
Beberapa jam yang lalu. "Dias, dimana kamu berada?" tanya Lukas padanya di telepon. "Aku sedang di pusat perbelanjaan mengikuti Alice Rayes. Dia sekarang sedang...." "Dias, ada apa?" tanya Lukas. "Sekarang Alpha dan Jake juga ada di sini, di toko tempat Alice Rayes berada. Alpha membeli sebuah setelan pria baru dan ke ruang ganti." "Apa maksudmu?" "Dia... " Dias heran melihat bahwa Alpha sudah keluar dari kamar ganti dengan cepat. "Alpha sudah berganti pakaian dengan setelan yang dibelinya barusan, dia sudah berjalan keluar dari kamar ganti." "Kemana Alpha dan Jake sekarang? Dan Alice Rayes?" "Sepertinya Jake dan Alpha terburu-buru pergi. Sedangkan Alice, dia masih berada di dalam ruang ganti." "Benarkah?" tanya Lukas, dia merasa keanehan. "Lukas, Alice Rayes sudah keluar dari kamar ganti. Dia saat ini sedang membayar belanjaannya." "Apa kamu tidak melihat sesuatu yang aneh?" "Tampaknya tidak ada, dia terlihat seperti biasa." "Awasi dia terus Dias, aku akan
"Bukannya sudah aku peringatkan, berbahaya untukmu pergi keluar sementara waktu," ujar Gavin di dalam mobil."Hmmm, maafkan aku." Alice tidak banyak berbicara."Kamu tidak terluka?" Gavin mengamati Alice dari ujung rambut hingga ujung kaki, hanya tampak luka-luka dari kejadian di rumah Rayes."Tidak, aku baik-baik saja. Untung Jake dan Alpha tiba-tiba muncul di sana."Gavin menatap ke arah Alice dengan pikiran yang rumit, 'Mengapa setiap kali dia hampir terluka, selalu muncul Jake secara tiba-tiba?'."Alice..apa sebenarnya hubunganmu dengan Jake? Kenapa setiap kali kamu mengalami kesulitan, dia selalu muncul?"Pertanyaan Gavin begitu tiba-tiba, membuat setiap kata Alice tercekat di tenggorokannya dan sulit untuk keluar."Jake? Dia..dia dulu adalah temanku sewaktu masih kecil di desa. Tapi ketika usianya 8 atau 9 tahun, dia pindah ke negara Casia. Dan..Jake lebih muda dariku 3 tahun, aku dari dulu menganggap dia seperti adikku.""Benarkah?" Gavin menatap curiga."Alice, pria lebih muda
'Aku rasa kedua penyerang kemarin hanya menggunakan topeng Lukas, tidak satupun dari mereka adalah Lukas. Lukas tampak lebih tinggi dari Hulman dan Dias. Ya, kedua pria kemarin adalah Hulman dan Dias. Ah sial, dunia bawah sepertinya sudah mencurigai bahwa Alpha adalah aku. Aku harus lebih waspada mulai sekarang.' 'Untung saja saat itu keadaan diatasi tepat waktu, kalau tidak, identitasku akan terbongkar,' Alice merinding memikirkan kemungkinan itu, dia tanpa sadar menggelengkan kepalanya. Alice tengah sibuk dengan pikirannya, dia tidak menyadari Gavin bertanya di sebelahnya. "Alice? Al_?" "Y_ya, maaf aku melamun. Ada apa?" "Sebentar lagi kita akan mendarat di Thurad, bersiaplah." Seperti yang dikatakan Gavin kemarin, dia takut meninggalkan Alice sendirian di Albain. Gavin merasa Alice akan lebih aman dibawah pengawasannya. Alice sekarang ikut Gavin pergi ke Thurad. Alice juga meminta Jake dan beberapa bawahannya pergi ke Thurad menyusulnya. Alice ingin membantu Gavin mengat
"Aku ingin kalian menjelaskan tentang perkembangan pembangunan kita dan sejauh mana," ujar Gavin memerintahkan kepada Billy dan Rian untuk membawanya pergi berkeliling dengan menggunakan mobil mini elektrik melihat lokasi pembangunan. Alice dengan sabar mengikuti setiap hal yang dilakukan Gavin. Dia juga ikut mendengarkan penjelasan dari Billy dan Rian. Membayangkan penjelasan dari mereka, Alice merasa senang karena dia mendapatkan gambaran seperti apa nantinya keseluruhan wahana ini setelah selesai. Wahana ini pasti akan sangat diminati banyak orang untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarganya. "Tapi, sayangnya dua hari yang lalu, material yang telah dipesan kembali dirampok di perjalanan. Padahal kami sudah mencari bodyguard terbaik di daerah ini untuk mengawal hingga kemari," lapor Rian. "Bos, jika begini terus. Aku khawatir pekerjaan kita akan tertunda hingga dua bulan kedepan," ujar Billy menimpali Rian. "Aku tidak bisa menunggu dua bulan lagi. Proyek ini sebentar l
"Berhati-hati lah!" pesan Alice kepada Gavin. Dia dan Gavin saat ini berdiri di dekat sebuah helikopter. Gavin akan berangkat menuju ke lokasi penyedia bahan material dan ikut bersama rombongan bodyguard yang mengawal truk-truk yang membawa bahan material itu, menuju ke lokasi konstruksi. "Tenanglah, aku pasti baik-baik saja. Kamu tunggu aku. Jika kamu perlu sesuatu, bilang saja pada James." Alice mengangguk patuh, "Iya, sampai jumpa!". "Aku pergi. Cup!" Gavin berpamitan dan tidak lupa memberi kecupan singkat seperti biasa di puncak kepala Alice. Gavin menaiki helikopter dan melambai kepada Alice. Alice melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arah Gavin, sembari merasakan angin dari baling-baling helikopter yang menghembus ke arah wajahnya semakin menjauh. Matahari baru saja tampak, dan Gavin telah pergi pagi sekali.Ada suara langkah kaki yang mendekat kepada Alice, "Nyonya, sarapan sudah tersedia." Seorang pelayan yang berusia sekitar 30an memanggil Alice untuk sarapan pa
"Nyonya, sarapan sudah tersedia!" ujar seorang pelayan wanita berusia 30an kepada Alice. Hidung Alice sangat tajam, dia dapat mencium aroma obat bius dari tubuh wanita itu. Alice menatap sekilas wanita itu dari ujung kaki hingga ujung rambut. 'Wanita ini terlihat aneh. Tubuhnya tidak beraroma bumbu sama sekali,' batinnya. "Nanti saja. Aku belum lapar. Aku akan berjalan-jalan ke tepi pantai sejenak," ujar Alice sambil menyunggingkan senyumnya dengan tenang. "Baik, Nyonya!" wajah wanita itu sekilas menampakkan ekspresi yang dingin ketika menatap Alice. Ketika wanita itu pergi menjauh, Alice bergegas berjalan secepat mungkin dan menghubungi Jake. Dia berbicara kepada Jake, sambil melihat wanita tadi dari kejauhan. Wanita itu berbicara dengan seorang pria berpakaian bodyguard. Tapi Alice punya ingatan yang kuat. Pria itu tidak pernah sekalipun dilihatnya dalam kelompok bodyguard yang bekerja kepada Gavin. Alice semakin yakin, ketika pria dan wanita itu kemudian berjalan ke a