Daniel masuk ke dalam cafe tempat dia bertemu dengan ibu tirinya. Cafe itu di desain dengan model minimalis dan menyenangkan sehingga banyak pengunjung yang betah tinggal di sana lama. Daniel mengetahui tentang keberadaan cafe ini dari Dinda. Dinda merekomendasikannya karena sering mengunjunginya saat pulang dari kantor.Daniel melihat ibu tirinya duduk di pojok ruangan di dekat jendela yang menghadap ke taman di sebelah cafe itu. Ibu tirinya tidak menyadari kedatangannya karena terlalu fokus pada tanaman yang ada di taman itu. Daniel terus berjalan, lalu menarik kursi di depan Ibu putrinya itu.Ambar terkejut saat melihat Daniel telah berada di depannya. Dia merasa kikuk, seperti bertemu orang asing untuk pertama kali. Perasaan itu tiba-tiba datang dengan sendirinya. Pada hubungan mereka dulu tidak seperti ini."Maafkan aku karena Mama harus menunggu lama," ucap Daniel mengawali pertemuan mereka. Di depannya kini ibu tirinya tampak jauh berbeda dari pertemuan mereka sebelumnya. Wajah
"Adriana ...." Adriana mengerjap sebentar saat mendengar namanya dipanggil. Ibunya masih berada di seberang sana entah di mana. Antara percaya dan tidak percaya saat Adriana menerima telepon yang berasal dari ibunya."Ya ....""Aku ingin kita bertemu. Kapan waktunya? Dan di mana tempatnya?" tanya Ambar tegas.Adriana sempat dilanda kebingungan. Ajakan ibunya untuk bertemu sungguh berada di luar dugaan. Entah ada angin apa yang membuat ibunya berubah pikiran."Besok pukul empat sore di Ceria kafe," jawab Adriana tanpa berpikir panjang.Setelah itu Ambar segera mengakhiri teleponnya. Dia tidak berkata banyak setelah Adriana menjawab pertanyaannya. Sungguh sesuatu yang sangat mencurigakan, pikir Adriana.***"Aku lega karena kau tidak murung lagi," ucap Daren pada Adriana saat mereka tengah menikmati makan malam. Wajah Adriana terlihat sedikit bercahaya.Adriana menatap Daren dengan lembut usai mendengar ucapan Daren. Dia mengulas senyum lebar. Lalu Adriana berdeham sebentar."Tadi ibu m
"Jillian .... Bos memanggilmu untuk ke ruangannya sekarang."Jillian menatap rekan kerjanya itu dengan tetapan kosong. Dalam hati dia bertanya-tanya. Ada Ada perlu apa pimpinannya memanggil dia sepagi ini. Sepertinya dia tidak melakukan kesalahan.Karena tidak ingin mendengar amukan pimpinannya yang memiliki temperamen buruk, dia bergegas menemui bosnya di ruangannya. Laki-laki bertubuh tambun dan berlemak itu tengah duduk di belakang meja kerjanya dan menunggunya."Kenapa kau sangat lamban sekali? Apa kau sudah tidak ingin bekerja di sini lagi?"Jillian langsung mundur beberapa langkah untuk menghindari sumpah serapah dari laki-laki itu. Dalam hati dia berpikir sebenarnya laki-laki itu tidak pantas memimpin perusahaan media cetak dan elektronik dan terkenal ini. Hanya karena dia mewarisi dari orang tuanya, dia secara otomatis menjadi pemimpin perusahaan ini. Padahal, bila Jillian boleh jujur, laki-laki itu tidak pantas menerima jabatan itu."Maaf Bos, saya sedang mengerjakan sesuatu
Mendengar ucapan Daniel, membuat mantan tunangan Jillian murka. Sesuatu terjadi di luar perkiraan Jillian dan Daniel. Rey, mantan tunangan Jillian, mengeluarkan sebilah pisau dari saku celananya. Dalam gerakan cepat dia berhasil melukai wajah Jillian dan lengan Daniel. Setelah itu dia langsung kabur dari sana.Jillian mengaduh kesakitan. Telapak tangannya dipenuhi oleh darah. Dia pun akhirnya jatuh pingsan ke tanah karena merasa terkejut atas tindakan yang dilakukan oleh Rey.Daniel lalu memanggil sopir pribadinya. Tanpa menunggu waktu lebih lama dia langsung membawa Jillian ke rumah sakit. Jillian membutuhkan bantuan segera.Sesampainya di rumah sakit, Daniel meminta dokter menangani luka di wajah Jillian terlebih dahulu. Setelah itu baru dirinya. Tapi ternyata mereka mendapat penanganan secara bersama-sama."Kondisi pasien baik-baik saja. Dia belum sadarkan diri karena masih terkejut dengan apa yang dialami. Luka di wajahnya sudah ditangani oleh dokter, tapi mungkin nanti akan mening
Tubuh Daniel membeku saat dia melihat orang lain yang membuka pintu rumah Jillian. Dia memicingkan matanya, seharusnya yang dia temui adalah Jillian. Tapi saat ini orang lain lah yang berdiri di depan pintu. Wanita paruh baya yang wajahnya mirip dengan Jillian"Maaf sebelumnya. Silakan masuk.""Apa Jillian ada?" Daniel mengedarkan pandangannya ke penjuru ruang tamu rumah itu. Sayangnya wajah Jillian tidak tampak sama sekali."Jillian ada di kamarnya. Dia baru saja pingsan," jawab wanita itu dengan hati-hati."Boleh saya melihatnya?" "Tunggu sebentar. Kalau kau tidak keberatan siapa namamu?"Daniel menyunggingkan senyum tipis. "Saya Daniel," jawab Daniel mantap.Setelah itu Daniel menemui Jillian di kamarnya. Rupanya Jillian sudah sadar. Jillian berusaha membuka matanya saat menyadari Daniel berada di kamarnya."Daniel .... Maafkan aku karena mengacaukan acara makan malam kita," ucap Jillian penuh rasa bersalah."Tidak apa-apa. Kita bisa melakukannya lain kali," balas Daniel penuh peng
Sesuai dengan janjinya semalam, Daniel menjemput Jillian di kantor Jillian sepulang dia bekerja. Dari tempatnya menghentikan mobilnya di halaman gedung kantor Media tech, dia melihat Jillian keluar dari gedung itu dengan langkah terburu-buru. Jillian melihat ke samping kanan-kirinya, memeriksa memeriksa bahwa tidak ada orang lain yang melihatnya.Jillian masuk masuk ke dalam mobil Daniel. Dia meminta dana segera pergi dari sana. Jangan sampai ada teman yang melihat dia masuk ke dalam mobil Daniel."Kenapa kau bertingkah sangat aneh?" tanya Daniel heran dengan sikap Jillian."Aku tidak ingin ada yang melihatku masuk ke dalam mobilmu lalu menjadikanku sebagai bahan gosip di kantor," jawab Jillian yang cepat. "Kau tidak tahu bahwa teman-temanku adalah penggosip yang ulung, yang bisa membuatmu stres karena menjadi bahan pembicaraan selama berhari-hari.""Mengetahui buruknya sifat karyawan perusahaanmu, membuatku memutuskan bahwa sebaiknya kau segera mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Aku
Satu bulan kemudian.Adriana tersenyum lebar melihat calon pengantin wanita yang terlihat bahagia itu. Dia begitu iri karena impiannya belum tercapai sampai sekarang. Daren seolah tidak mengerti perasaannya sebenarnya.Selama satu bulan ke belakang, Adriana mulai akrab dengan Jillian. Jillian sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat meskipun mereka baru saling mengenal. Karena selama ini Jillian tidak pernah memiliki seorang sahabat dekat."Kau terlihat sangat cantik hari ini. Pengantin wanita tercantik yang pernah aku lihat, ucap Adriana memberi komentar.Jillian tersenyum senang mendengar ucapan Adriana. Dia kini berdiri di depan cermin setinggi badan, memandang pantulan dirinya dalam balutan gaun pengantin pilihannya. Kurang dari satu jam dia akan menikah dengan Daniel. Dia merasa sangat gelisah juga takut. Karena setelah ini dia akan tinggal bersama dengan Daniel dan keluar dari rumah yang selama ini dia tinggali."Terima kasih," ucap Jillian tanpa bisa menutupi rasa gugupnya.
Waktu berjalan begitu cepat. Tahu-tahu sekarang sudah menjelang akhir tahun. Adriana melihat kalender duduknya berada di atas meja di kamarnya. Selama itu tidak ada perubahan status hubungan antara dia dan Daren.Bila yang lain telah hidup berbahagia dengan pasangan masing-masing dalam ikatan pernikahan. Tidak dengan dirinya. Daren seolah tidak memiliki keinginan yang sama dengan dia. Kekasihnya itu tidak ingin terikat dalam komitmen pernikahan. Entah apa yang menyebabkan Daren seperti itu, jarang tidak pernah membuka hatinya untuk dirinya."Ternyata kau di sini. Sejak tadi aku mencarimu kemana-mana tapi aku tidak menemukanmu," ucap Daren terlihat sangat gusar sekali.Adriana memandang Daren melalui cermin di depannya. "Apakah ada sesuatu yang buruk terjadi padamu?" tanya Adriana sambil mengerutkan keningnya."Aku harus ke Hongkong hari ini," jawab Daren cepat.Adriana langsung memutar tubuhnya. "Ada apa? Nenek baik-baik saja' kan?" tanya Adriana terlihat sangat khawatir. Meskipun se