Zacky sampai di perusahaannya. Gedung pencakar langit yang tinggi menjulang. Zacky masuk melewati lift pribadi yang dulu biasa digunakan Albert saat membawa Olivia ke ruangannya. Saat pernikahan mereka belum di publish.
Sampai di ruangannya, sudah ada Mike yang menunggu dengan sebuah map coklat yang cukup tebal. Terlihat dari bentuknya saat Mike menggenggam. Zacky duduk di kursi kebangsaannya dan menerima map coklat yang disodorkan Mike tersebut.
"Bacalah dengan perlahan. Aku yakin ada sesuatu yang keliru disitu. Maaf, aku tidak bermaksud lancang membacanya. Tapi tadi kertas ini berserakan di lantai saat aku akan meletakkannya di atas meja kerjamu." terang Mike panjang lebar menjelaskan dengan jujur.
"Tidak masalah, Paman. Santai saja. Aku bahkan akan memberitahumu isi dari semua kertas ini nantinya." jawab Zacky dengan santai.
Kemudian Zacky terlihat fokus membaca satu persatu isi lembaran kertas itu. Banyak hal mengejutkan yang baru saja diketahui Z
Bianca membuka matanya perlahan. Cahaya lampu membuat matanya sedikit silau. Dengan gerakan lambat, Bianca memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan. Seperti sedang mencari sesuatu. Atau mungkin seseorang. Tapi, yang ia cari sepertinya tidak ada lagi di ruangan ini. Matanya tertuju pada obat-obatan yang terletak di atas nakas samping ranjangnya. "Benar dugaanku. Pria seperti dia, mana mungkin mau mengakui dan menerima anak dalam kandunganku ini sebagai darah dagingnya," Bianca tersenyum kecut. Bulir bening mengalir dari sudut matanya. "Harusnya, sejak awal aku biarkan saja dia. Aku lupakan bahwa dia pernah membuat hidup keluargaku sengsara dan menderita. Pasti saat ini, hidupku baik-baik saja. Tapi, mana mungkin aku bisa diam saja jika orang yang menghancurkan hidup keluargaku di masa lalu berada tepat di depan mataku!" lirihnya lagi dengan tidur berbaring menghadap tembok. Sakit badan yang ia rasakan saat ini, tak sebanding dengan perih dan sakit hatinya sel
Tak berselang lama, pengaruh vitamin dan obat itu sudah mulai beraksi. Bianca tertidur lelap di atas ranjang apartemennya itu. Ditemani oleh Zacky yang memang enggan kemana pun. Meski terdengar konyol dan terlalu cepat, Zacky bertekad akan terus bersama Bianca. Tak akan membiarkan wanita itu menggugurkan kandungannya. "Aku akan menjagamu dan anak kita. Aku hanya butuh waktu untuk menerima semua ini," lirih Zacky seraya berpindah ke sofa yang terletak di sudut kamar itu. Zacky pun mulai memejamkan matanya. Mencoba untuk merehatkan badan dan pikirannya sejenak. Ia hampir tidak tidur sejak ia berangkat dan sampai di sini. Pertama kalinya dalam hidup, Zacky tidur di atas sofa. Dan semua itu ia lakukan karena takut mengganggu istirahat Bianca jika ia naik ke atas ranjang tempat dimana Bianca sedang terlelap. Memang semua ini terlalu mendadak untuk Zacky. Semuanya bagai kejutan dalam hidupnya. Tiba-tiba saja ia mengakui bahwa ada perasaan aneh di dalam hati
Setelah Bianca cukup tenang, Zacky melepaskan pelukannya dan menatap Bianca dalam-dalam. Masih terlihat gurat takut dan trauma pada wajahnya. Mungkin kah malam yang panjang itu telah menyisakan luka dan trauma mendalam bagi Bianca? "Aku berjanji tidak akan pernah menyakitimu lagi. Oke?" ucap Zacky pada Bianca yang langsung dibalas dengan anggukan oleh wanita itu. "Ma-maaf. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa bersalah atas kejadian malam itu. Aku sadar, semua itu terjadi karena kebodohanku sendiri. Tidak semestinya aku menyalahkanmu, meski aku sangat membencimu." Bianca menjawab dengan nada yang diredam sepelan mungkin. "Kau beruntung itu aku. Jika yang melakukannya pria lain yang kau sama sekali tidak kenal atau hanya menjadikanmu mainan, itu akan lebih runyam saat kau ternyata mengandung seperti saat sekarang ini." "Lalu, apa bedanya dengan dirimu? Aku tidak yakin kau benar-benar akan bertanggung jawab atas anak ini. Karena, malam itu semua murni ka
Setelah selesai berbicara dengan Albert dan Olivia di telepon, Zacky kembali menatap Bianca yang kini sedang asik bermain ponselnya setelah selesai menyantap semua menu sarapan yang ia buat. Bahkan tidak menyisahkan sedikit pun untuk Zacky. Padahal, perut Zacky sudah sangat lapar. "Kau menghabiskan semuanya?" tanya Zacky tak percaya "Ya, bukan kah kau yang menyuruhku untuk makan yang banyak?" jawab Bianca dengan santai. "Iya, tapi aku juga belum sarapan. Tak bisa kah kau meninggalkan untukku sedikit saja?" "Kau...kau belum sarapan? Ya ampun.. maafkan aku." ucap Bianca dengan air mata yang mulai berlinang. Melihat hal itu, Zacky menjadi tak tega dan menyesal telah mengatakan yang sebenarnya. "Jangan menangis. Tidak masalah. Aku akan membuat menu lain. Ada banyak makanan cepat saji di dalam lemari es mu bukan? Aku akan memasak itu saja." "Atau kau ingin aku memesan makanan online?" "Tidak. Itu akan lebih lama.
"Baik, Paman. Aku akan kembali besok pagi dan akan segera mengurusnya." "Tidak perlu buru-buru, anak muda. Selesaikan saja urusanmu di sana. Aku di sini masih bisa mengatasinya." "Aku sudah selesai mengurus pekerjaan pentingku di sini. Aku akan membawanya pulang bersamaku. Jadi, Paman tak perlu khawatir. Tolong jangan beri tahu pada Mami dan Daddy dulu soal kepulanganku. Aku akan memberikan mereka kejutan," "Tentu saja. Aku pandai menjaga rahasia." "Aku tau itu. Kau terbaik, Paman. Terima kasih." "Ya. Jaga dirimu baik-baik." "Baiklah. Sampai bertemu besok, Paman." Zacky meletakkan kembali gawainya di atas meja. Mike mengatakan bahwa ada sedikit masalah di perusahaan. Meski Mike mengatakan ia masih bisa mengatasinya, sebagai CEO yang baik, tentu saja Zacky tak mau lepas tangan begitu saja. Jadi, ia memutuskan untuk kembali besok pagi. Atau paling lambat, lusa. Tak terasa sudah seminggu Zacky di sini menemani Bianca
Bianca masih menatap Zacky dengan tatapan heran dan tanda tanya besar. Apa yang dikatakan Zacky masih belum bisa ia cerna seperti apa maksudnya. Apakah itu hanya sekedar pulang bersama ke negara asal, atau pulang bersama dalam artian yang lebih dalam. Zacky memahami kegundahan hati Bianca. Ia menarik kepala gadis itu dan meletakkannya di atas lengannya yang kekar. Kemudian Zacky menyapu rambut Bianca dengan jari jemarinya yang panjang dan lentik. "Apa ada yang ingin kau tanyakan padaku?" "Hem... Aku perlu penjelasan, pulang bersamamu dalam arti yang sebenarnya bagaimana?" "Tentu saja kita pulang berdua. Bersama-sama kembali ke rumah asal. Hem, mungkin bukan lagi berdua. Bertiga." jawab Zacky dengan membuka tiga jarinya dan mengarahkan ke depan wajah Bianca. "Tapi, aku tinggal di sini sekarang. Bisnis di sana sudah aku serahkan pada orang kepercayaanku. Jadi, aku rasa tidak punya alasan lagi untuk kembali." tolak Bianca dengan hati yang berat.
"Zack, apa tidak masalah jika aku langsung ikut ke mansion keluargamu? Apa tidak sebaiknya, aku pulang ke rumahku saja. Kapan-kapan aku akan berkunjung. Aku perlu menyiapkan mental sebelum bertemu orang tuamu." rengek Bianca dengan gaya khas ibu hamil yang manja. "Tidak. Kau harus tetap ikut bersamaku langsung. Aku perlu memberitahu keluargaku secepatnya. Aku akan menikahimu dalam waktu dekat," jawab Zacky tak menerima alasan Bianca. "Tapiii..." "Sudah lah, jangan banyak bicara. Segera bersiap, kita akan ke bandara dalam 10 menit," titah Zacky dan berjalan ke luar dari kamar. Bianca sudah tidak bisa mencari alasan lagi sekarang. Dia benar-benar bingung kenapa dirinya tiba-tiba menjadi takut dan tidak berani melawan atau berdebat dengan Zacky. Apakah itu termasuk naluri atau hormon kehamilannya? Bianca mengalah, dengan gerakan lambat dan malas, ia menyeret kopernya ke luar kamar. Tampak di depan ruang tamu, Zacky sudah menunggu dalam kead
"Ya, aku mencintainya!" jawab Bianca dengan mantap dan tegas. Namun, Albert tidak semudah itu percaya. Ia sangat tau bagaimana sifat putranya itu. Mana mungkin hanya karena cinta satu malam mereka langsung saling jatuh cinta. Sementara, Albert saja butuh waktu cukup lama hingga akhirnya bisa saling mencintai dengan Olivia. Itu pun, mereka hidup dalam satu atap. Lalu, apakah masuk akal jika mereka yang baru melakukannya sekali, berpisah sekian bulan, datang-datang langsung mengatakan bahwa mereka saling mencintai? Rasanya sangat mustahil, bukan? "Apakah kau sengaja ingin menjebak anakku dengan bayi yang ada dalam kandunganmu itu?" tanya Albert lagi dengan tajam. "Ti-tidak. Aku tidak seperti itu!" Bianca menjawab dengan terbata-bata. Seketika jiwa pemberaninya hilang saat menghadapi Albert. "Dad! Tolong jangan menuduh Bianca seperti itu. Dia gadis baik. Justru aku lah yang ingin mengikatnya agar tetap bersamaku." Zacky berteriak dengan lantang.
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka