"Baik, Paman. Aku akan kembali besok pagi dan akan segera mengurusnya."
"Tidak perlu buru-buru, anak muda. Selesaikan saja urusanmu di sana. Aku di sini masih bisa mengatasinya."
"Aku sudah selesai mengurus pekerjaan pentingku di sini. Aku akan membawanya pulang bersamaku. Jadi, Paman tak perlu khawatir. Tolong jangan beri tahu pada Mami dan Daddy dulu soal kepulanganku. Aku akan memberikan mereka kejutan,"
"Tentu saja. Aku pandai menjaga rahasia."
"Aku tau itu. Kau terbaik, Paman. Terima kasih."
"Ya. Jaga dirimu baik-baik."
"Baiklah. Sampai bertemu besok, Paman."
Zacky meletakkan kembali gawainya di atas meja. Mike mengatakan bahwa ada sedikit masalah di perusahaan. Meski Mike mengatakan ia masih bisa mengatasinya, sebagai CEO yang baik, tentu saja Zacky tak mau lepas tangan begitu saja.
Jadi, ia memutuskan untuk kembali besok pagi. Atau paling lambat, lusa. Tak terasa sudah seminggu Zacky di sini menemani Bianca
Bianca masih menatap Zacky dengan tatapan heran dan tanda tanya besar. Apa yang dikatakan Zacky masih belum bisa ia cerna seperti apa maksudnya. Apakah itu hanya sekedar pulang bersama ke negara asal, atau pulang bersama dalam artian yang lebih dalam. Zacky memahami kegundahan hati Bianca. Ia menarik kepala gadis itu dan meletakkannya di atas lengannya yang kekar. Kemudian Zacky menyapu rambut Bianca dengan jari jemarinya yang panjang dan lentik. "Apa ada yang ingin kau tanyakan padaku?" "Hem... Aku perlu penjelasan, pulang bersamamu dalam arti yang sebenarnya bagaimana?" "Tentu saja kita pulang berdua. Bersama-sama kembali ke rumah asal. Hem, mungkin bukan lagi berdua. Bertiga." jawab Zacky dengan membuka tiga jarinya dan mengarahkan ke depan wajah Bianca. "Tapi, aku tinggal di sini sekarang. Bisnis di sana sudah aku serahkan pada orang kepercayaanku. Jadi, aku rasa tidak punya alasan lagi untuk kembali." tolak Bianca dengan hati yang berat.
"Zack, apa tidak masalah jika aku langsung ikut ke mansion keluargamu? Apa tidak sebaiknya, aku pulang ke rumahku saja. Kapan-kapan aku akan berkunjung. Aku perlu menyiapkan mental sebelum bertemu orang tuamu." rengek Bianca dengan gaya khas ibu hamil yang manja. "Tidak. Kau harus tetap ikut bersamaku langsung. Aku perlu memberitahu keluargaku secepatnya. Aku akan menikahimu dalam waktu dekat," jawab Zacky tak menerima alasan Bianca. "Tapiii..." "Sudah lah, jangan banyak bicara. Segera bersiap, kita akan ke bandara dalam 10 menit," titah Zacky dan berjalan ke luar dari kamar. Bianca sudah tidak bisa mencari alasan lagi sekarang. Dia benar-benar bingung kenapa dirinya tiba-tiba menjadi takut dan tidak berani melawan atau berdebat dengan Zacky. Apakah itu termasuk naluri atau hormon kehamilannya? Bianca mengalah, dengan gerakan lambat dan malas, ia menyeret kopernya ke luar kamar. Tampak di depan ruang tamu, Zacky sudah menunggu dalam kead
"Ya, aku mencintainya!" jawab Bianca dengan mantap dan tegas. Namun, Albert tidak semudah itu percaya. Ia sangat tau bagaimana sifat putranya itu. Mana mungkin hanya karena cinta satu malam mereka langsung saling jatuh cinta. Sementara, Albert saja butuh waktu cukup lama hingga akhirnya bisa saling mencintai dengan Olivia. Itu pun, mereka hidup dalam satu atap. Lalu, apakah masuk akal jika mereka yang baru melakukannya sekali, berpisah sekian bulan, datang-datang langsung mengatakan bahwa mereka saling mencintai? Rasanya sangat mustahil, bukan? "Apakah kau sengaja ingin menjebak anakku dengan bayi yang ada dalam kandunganmu itu?" tanya Albert lagi dengan tajam. "Ti-tidak. Aku tidak seperti itu!" Bianca menjawab dengan terbata-bata. Seketika jiwa pemberaninya hilang saat menghadapi Albert. "Dad! Tolong jangan menuduh Bianca seperti itu. Dia gadis baik. Justru aku lah yang ingin mengikatnya agar tetap bersamaku." Zacky berteriak dengan lantang.
Beberapa hari ini Bianca hanya terbaring lemah di tempat tidur. Di tangannya terpasang selang infus. Setiap pagi, siang dan malam akan ada seorang Dokter yang datang memeriksa keadaannya. Olivia juga dengan sabar dan telaten merawat Bianca. Olivia turun tangan sendiri dalam menyiapakan menu makanan yang akan dimakan oleh Bianca. Olivia harus memastikan sendiri bahwa makanan itu memenuhi standar gizi untuk ibu hamil. Zacky tak lupa pula datang setiap jam makan siang dan menginap di mansion untuk menjaga Bianca pada malam hari. Hal ini memberikan kebahagiaan lain pada diri Olivia. Karena dengan kejadian ini, ia bisa selalu melihat putranya kembali ke mansion ini. Seperti dulu, saat sebelum Zacky memutuskan untuk tinggal sendiri di apartemen. "Apakah kau sudah merasa agak baikan pagi ini?" tanya Zacky pada Bianca yang baru membuka matanya. "Hmm... Aku rasa badanku sudah cukup sehat dan kuat untuk pulang." jawab Bianca yang tak mengerti bahwa ucapannya it
Albert tak dapat berkata-kata lagi. Ia sebenarnya sangat ingin berdiri dan menjauh dari kursi tempatnya duduk itu, agar terlepas dari sentuhan Olivia yang sangat memabukkan. Namun, tubuhnya seakan tak merestui pemikirannya itu dengan tetap duduk di sana dan menerima perlakuan Olivia dengan sukarela. Tubuh Albert sudah polos tanpa sehelai benang pun yang menempel. Entah kapan Olivia berhasil memisahkan semua pakaian itu dari tubuhnya, Albert sendiri tak sadar. Ia hanya mampu memejamkan mata menahan sentuhan sang istri. "Ough...yeaahh... Sayang, menjauhlah atau itu akan masuk ke rongga mulutmu." titah Albert saat merasakan ada sesuatu yang akan meledak di dalam batang kemaluannya. Namun, Olivia masih asik menghisap dan menjilati benda tak bertulang yang besar itu. Dia bahkan mempercepat laju hisapannya. Mengeluar masukkan benda itu ke dalam mulutnya dengan sesekali menjilati ujungnya, menyesapnya lembut. Memberikan sensasi yang luar biasa bagi Albert.
Saat makan siang, Olivia sengaja meminta para koki untuk memasakkan lebih banyak menu dari biasanya. Karena siang ini Bianca sudah bisa ikut makan di meja makan. Olivia ingin menjadi calon mertua yang baik untuk calon menantunya itu. Tentu saja semua itu juga demi kesehatan Bianca. Olivia ingin memperbaiki keadaan buruk yang sempat terjadi dan membuat Bianca syok. Sebagai wanita hamil, tentu saja perasaannya sangat sensitif saat ini. Bianca tak bisa menerima tekanan terlalu berat atau berlebihan. Jadi, Olivia melakukan semua ini demi membuat suasana hati Bianca kembali cerah dan bahagia. Karena, hati yang bahagia juga sangat berpengaruh pada kesehatan janinnya. "Al, jangan lupa yang aku katakan tadi!" Olivia mengingatkan suaminya saat akan keluar dari kamar utama. "Hmm... Aku belum tua dan aku belum pikun, Sayang." jawabnya pria itu sambil merapikan rambutnya dengan sisir. "Kau itu sudah tua. Sebentar lagi jadi kakek. Jangan berlagak masih mud
"Sayang, kenapa kau diam saja? Apa kau sedang tidak enak badan?" tanya Olivia di tengah suasana bahagia di meja makan itu. "Ti-tidak, Mi. Aku baik-baik saja." jawab Zahra yang terkejut karena mendapat pertanyaan mendadak dari Olivia. "Lalu, mengapa makanmu sangat sedikit tadi? Apa karena tidak ada menu favorite mu di sana? Maafkan Mami, ya. Mami tidak tau kalau kau akan pulang siang ini. Karena kau tidak pernah melakukannya setelah beberapa bulan terakhir." ungkap Olivia dan membuat suasana kembali menjadi tegang. "Iya, tidak apa-apa. Aku memang sengaja pulang tanpa memberi tahu Mami dan Daddy. Aku pikir itu akan menjadi kejutan. Aku tidak tau kalau akan ada hal lain yang lebih membuatku terkejut." "Kami tidak merencanakan semua ini sebelumnya. Jadi, wajar saja jika kau terkejut." "I-iya. Oh ya, Zack. Selamat ya, sebentar lagi kau akan menikah dan menjadi seorang ayah. Kau pasti sangat bahagia bukan?" Zahra melempar tatap pada Zacky.
"Dari mana kalian?" tanya Gerald saat melihat Zahra yang menggendong Dayana baru saja turun dari mobilnya. "Aku dari mansion orang tuaku." Zahra menjawab dengan wajah yang ketus dan langsung berjalan masuk ke dalam rumah Gerald. Gerald yang baru saja pulang dari kantor, mengikuti Zahra dari belakang. Ia baru saja keluar dari mobilnya saat melihat mobil Zahra juga memasuki pekarangan rumah. Jadi, Gerald sengaja menunggu Zahra untuk bertanya dan masuk bersama ke dalam rumah. Namun, sepertinya suasana hati Zahra tidak sedang dalam keadaan baik. Gerald menyusul ketertinggalannya karena memiliki langkah kaki yang cukup besar. Kaki panjangnya itu bisa mengambil selangkah lebih besar dari langkah Zahra. "Tunggu!" cegah Gerald dan mencekal pergelangan tangan Zahra. "Aw...sakit! Kenapa kau menggenggam tanganku dengan sangat kuat?" protes Zahra yang langsung menghentakkan tangannya itu. "Ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu di kediaman or
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka