Albert kembali mengangkat tubuh kecil itu ke masuk ke kamar tanpa menutup pintu balkon yang masih terbuka lebar. Albert sepertinya sudah tak sabar ingin menyantap sarapannya pagi ini. Tanpa melepaskan tubuh Olivia dari tangannya, ia tak berhenti mencumbui wajah dan leher Olivia.
Dengan lembut, Albert membaringkan Olivia di atas ranjang. Di sinilah tempat peraduan cinta mereka. Yang tanpa terasa, sudah bersemi dan tumbuh di dalam hati masing-masing. Terlebih Albert, dengan sikap dan sifatnya yang jauh bertolak belakang dengan Albert yang di kenal oleh orang-orang di luaran sana.
"Akh... Jangan berhenti, teruskan!" pinta Olivia, saat Albert berhenti mengecup leher dan belakang telinganya.
"Apa kau sangat menginginkan lebih dari ini?" tanya Albert sengaja mengulur waktu.
"Hmm..." jawab Olivia dengan mata tertutup.
Sungguh, Albert sudah membuatnya benar-benar terlena dan lupa diri. Olivia mulai suka dan menikmati percintaannya dengan Albert. Bahka
Perlahan, Olivia menunduk dan memasukkan batang kemaluan Albert ke dalam mulutnya. Olivia sama sekali tidak pernah melakukannya. Dia mengetahui hal itu dari video panas yang tempo hari sempat di tontonnya dari ponsel. Itupun karena seseorang membagikannya dan Olivia penasaran untuk menontonnya. Awalnya, Olivia hanya memasukkann bagian ujungnya saja. Karena ia tidak yakin, benda sebesar itu akan masuk ke dalam mulutnya. Tapi, seiring berjalannya permainan ini, Olivia semakin berani. Dengan sebelah tangannya yang juga menaik turunkan kulit batang kemaluan itu, mulutnya juga seiring mengeluar masukkan benda panjang nan besar itu. Albert yang awalnya santai saja, karena Olivia yang belum ahli melakukannya dengan biasa, kini napasnya mulai terengah-engah menahan nikmat. Kuluman dan lumatan Olivia di batang besarnya telah membuatnya seperti hilang kendali dan tidak bisa menahan untuk tidak mendesah kenikmatan. "Oh shit... Kau sangat ahli," umpat Albert karena
Olivia berendam dalam bathtub, sementara Albert mandi dan membersihkan diri di bawah guyuran air sower. Olivia menyetel music di dalam kamar mandi, sehingga membuatnya hanyut dan terbuai. Berendam dengan santai dan menikmati music mellow, tanpa sadar Olivia mulai merasa ngantuk. Albert yang melihat Olivia semakin menutup matanya, membatalkan niatnya untuk keluar terlebih dahulu. "Apa kau masih ingin berendam?" tanya Albert pada Olivia. Olivia membuka matanya dengan enggan, "Hem, aku sepertinya ingin berendam lebih lama," "Tapi bahaya jika kau berendam sambil tidur!" "Ya, tiba-tiba mataku mengantuk sekali," "Ayo, aku bantu bersihkan badan. Sebaiknya tidur di kasur saja." Albert menggosok tubuh Olivia lembut dengan busa-busa itu. "Aku ingin kamar dengan aroma yang sama dengan aroma air bathtub ini," pinta Olivia dengan mata setengah mengantuk. "Ya, aku akan meminta Mike membelikan aromatherapy ini yang khusus untuk
Tiga hari sudah berlalu sejak kejadian pagi itu. Albert dan Olivia semakin banyak menghabiskan waktu bersama. Sepertinya kedua insan itu tak lagi canggung untuk menunjukkan perasaannya masing-masing. Mereka bahkan tak sungkan bersikap mesra di depan para bawahan dan karyawannya. Seperti siang ini, Olivia datang ke kantor Albert untuk mengantarkan makan siangnya. Karena Olivia sudah berusaha keras membuat rendang sejak pagi tadi, jadi ia ingin memberikan kejutan pada Albert. Meski sebenarnya Albert selalu mengetahui setiap gerak gerik Olivia dari para pelayan di mansion. Saking patuhnya, bahkan saat Olivia tidur siang, bangun jam berapa, dan aktifitas lainnya pun, mereka akan memberikan laporannya pada Albert. Tentu saja, semua itu tanpa sepengetahuan Olivia. Mike menjemput Olivia ke mansion, dan sesuai perintah dari Albert, kali ini mereka akan parkir di parkiran depan dan masuk melalui pintu depan. Jika selama ini Olivia selalu masuk lewat lift pribadi Alber
Setelah melepas pelukannya, Olivia memandang sekeliling. Dia baru sadar sekarang dia dan Albert sedang berada di tengah kerumunan para karyawan di Perusahaan Albert. Pipi Olivia merah merona menahan malu. Albert melihat sikap Olivia, kemudian menyunggingkan senyum tipis. Albert menggenggam tangan Olivia. Gadis itu merasa sedikit rileks setelahnya. "Semuanya, dengarkan aku..." Albert menjeda perkataannya dan menatap semua karyawan yang tampak di depan matanya. Semua orang itu menunggu dengan patuh, tentang apa yang akan dikatakan Albert. "Gadis ini... Dia istriku yang sah. Jika dia datang ke kantor ini, perlakukan dengan baik dan sopan. Seperti kalian bersikap padaku!" lanjut Albert memberi peringatan. "Apa kalian mengerti yang aku katakan?" sambung Albert lagi. "Mengerti, Tuan!" sahut para karyawan secara bersamaan. Pria yang tadi bertabrakan dengan Olivia tersenyum sinis. Baru saja ia mulai menyukai gadis polos yang menggemaskan itu, tapi ter
Setelah pertemuan siang itu, Daniel kembali ke London. Dia hanya mampir sebentar karena ada urusan bisnis. Dan harus segera kembali ke London, untuk melakukan kesepakatan kerja dengan klien lainnya. Sebenarnya, Albert sudah memintanya untuk tinggal satu hari lagi. Agar mereka bisa berbincang dan makan bersama di mansion Albert. Bagaimana pun, hubungan mereka sangat dekat. Albert ingin menjamu sahabatnya itu setelah sekian tahun tidak bertemu. Terlebih, Albert ingin membanggakan masakan istrinya, Olivia. Tapi sayang, Daniel belum bisa untuk kali ini. Daniel dikenal sebagai ketua mafia dan informan yang sangat terpercaya. Info yang keluar dari organisasi Daniel bisa di pastikan 99% ke akuratannya. Bahkan, Albert sering memakai jasanya untuk mengintai atau mengecek informasi seseorang yang ingin diketahuinya. Termasuk informasi tentany Lucy, dan Monica tentu saja. Karena hal itu jugalah, Albert tidak terlalu percaya pada Lucy apalagi Monica. Sejauh ini, Albert h
Olivia yang baru saja selesai sidang skripsi, menunggu hasil keputusan para Dosen. Tapi, tiba-tiba ruangan itu di penuhi dengan suara para gadis yang berbisik-bisik seolah sedang takjub pada seseorang. "Lihat, ada pria tampan masuk ke gedung ini," "Wow, aku ingin mendaftar menjadi kekasihnya." "Sepertinya pria ini orang berpengaruh, lihat dia membawa beberapa orang bodyguard," "Tampan sekali, aku rela jadi teman tidurnya!" "Aku bahkan rela jadi simpanannya, andai dia sudah memiliki istri," Banyak lagi kata-kata dari para gadis itu yang terdengar di telinga Olivia, 'Ck, mereka terlalu berlebihan. Dengan mudahnya mengatakan ingin menjadi teman tidur, juga berpikir menjadi simpanan? Terlalu murahan!" ucap Olivia tanpa menoleh sedikitpun. Namun, belum sempat ia membuka kembali ponselnya, sesosok tubuh tegap dan berisi berdiri di depan tempatnya duduk. Bisik-bisik dari orang sekitar pun semakin ramsi terdengar. Saat Olivia mengangka
Sudah satu minggu Olivia di tahan dalam mansion mewah dan besar ini. Ia tidak di perbolehkan keluar dari pintu mansion walau hanya selangkah. Jadilah Olivia selama satu minggu ini hanya berputar-putar di dalam ruangan saja, atau naik turun lantai atas dan bawah. Tak jarang ia mondar mandir di antara dapur dan ruang makan. Meski ia belum tau pasti apa penyebab Albert marah dan menghukumnya seperti ini, Olivia memilih untuk tetap patuh. Terkadang, ada rasa iba menyergap dalam hati Albert melihat Olivia yang hanya terkurung dalam mansion besarnya ini. Meski Albert memasang aksi diam padanya, Olivia tetap saja melayani semua kebutuhannya dengan sangat baik. Hanya saja, kebutuhan jasmani yang tidak ia tuntut dalam satu pekan ini. Pernah beberapa kali Olivia sengaja memancingnya untuk melakukan hubungan intim, tapi karena masih kesal dan marah, Albert mengabaikannya. Hingga terlihat raut sedih dan kecewa pada wajah istrinya itu. Lagi-lagi, Albert mencoba bersikap tak pedul
"Tolong, maafkan aku," lirih Albert yang masih bersimpuh di depan Olivia. Kata itu keluar dan terucap begitu saja dari mulut Albert. Bahkan, ia sendiri tak menyangka bahwa dirinya bisa mengatakan kata-kata itu. "Untuk apa kau meminta maaf padaku? Apakah sekarang kau merasa bersalah padaku? Apa sekarang kau mengakui bahwa dirimu terlalu kejam? Atau, hanya karena kau kasihan padaku?" Olivia mencecar Albert dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Mata Olivia sudah terlihat sembab dan merah. Albert ingin menyentuh dan menghapus air matanya, namun Olivia menepis tangan itu dengan kasar. "Jangan sentuh aku! Aku masih marah padamu, jangan coba-coba membujukku, karena aku tak mudah untuk tergoda rayuanmu," "Aku hanya tak ingin melihatmu menangis, aku terluka jika melihatmu meneteskan air mata. Apalagi itu karena ulahku. Aku memang salah, kau pantas marah padaku." "Lalu, apa itu artinya kau memberikanku kebebasanku seperti biasa?" selidik Olivia penuh
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka