Setelah makan malam dan bincang-bincang santai itu di akhiri, Albert dan Olivia pamit untuk kembali ke mansion. Willson dan Clara menatap kepergian putrinya hingga menghilang di pekatnya kabut malam. Mereka bahagia, karena Olivia dan Albert saling mencintai pada akhirnya.
Saat sampai di mansion, Albert melihat Olivia sudah tertidur di kursinya. Albert menyentuh tangan Olivia berniat untuk membangunkannya, namun seketika ada perasaan tak tega dalam hatinya. Kemudian Albert berpikir untuk menggendong tubuh istrinya saja ke dalam mansion.
Tenaga Albert tak perlu di ragukan lagi, tak ada guratan lelah meski ia menaiki anak tangga sambil membopong tubuh Olivia.
'Kenapa aku merasa tubuhnya semakin berat di bandingkan dengan terakhir kali aku mengangkatnya?' ucap Albert dalam hatinya.
Sampai di kamar, Albert menurunkan Olivia dengan pelan dan sangat hati-hati. Takut menganggu tidur indah wanita yang kini telah berhasil membuatnya jatuh cinta. Wanita ya
Selesai mengikuti kelas terakhirnya siang ini, Olivia yang sudah di jemput oleh Mike menuju sebuah resto seafood ternama. Raut wajah bahagia tak dapat ia sembunyikan. Mike memperhatikan wajah Nyonya rumahnya dengan seksama. 'Aku yakin, Nona ini sudah membuka hatinya untuk Tuan Muda. Semoga mereka selalu bahagia.' ucap Mike saat melihat Olivia sangat antusias berdiri di baris antrian kasir. Selesai membayar pesanannya, Olivia segera meminta Mike menuju kantor Albert. Dia mengabari Albert bahwa dirinya sudah dalam perjalanan. Albert yang menerima pesan dari Olivia, lantas tersenyum bahagia memandangi layar ponselnya. Membuat Lucy langsung bisa menebak pengirim pesan itu. "Tuan, sepertinya anda sangat bahagia siang ini." ucapan Lucy berhasil membuat Albert sedikit membanggakan Olivia. "Tentu, isteriku akan datang ke sini dan kami akan makan bersama. Tolong, jangan ada yang mengangguku saat kami sedang berdua nanti." jawab Albert tegas. "B
Saat Olivia mengangkat wajahnya, ia membuat gerakan terkejut yang dibuat-buat. Olivia menutup mulutnya dengan telapak tangan, lalu membulatkan matanya. "Ya ampun, maaf! Aku tidak tau kalau suamiku sedang ada tamu." Olivia memasang wajah polosnya. Tentu saja hal itu membuat Albert merasa lucu, namun ia berusaha menahan tawanya. "Suamimu? Albert maksudmu? Dia suamiku, aku wanita pertama yang dia nikahi!" Hardik Monic geram. "Sayang, benarkah dia isterimu?" Olivia melirik Albert dengan tatapan imut, jelas sekali ia berusaha mempermainkan Monica kali ini. "Sampai saat ini, ya." Jawab Albert singkat, padat dan jelas. "Ya Tuhan, kenapa kau tak mengundangnya saat kita menikah, Sayang? Ayo kita berkenalan, Kakak. Apa boleh aku memanggilmu Kakak? Tentu saja, karena kita ini sama-sama isteri Al." Olivia tersenyum dan mengulurkan tangannya. Terang saja, perkataan itu membuat Monic semakin marah. Karena Albert hanya diam saat Olivia menyebut
Waktu terlalu cepat berlalu, seminggu sudah sejak kejadian panas di ruangan kerja Albert itu. Kini, hubungan Albert dan Olivia semakin dekat. Olivia bahkan tak segan-segan untuk bermanja dan merengek pada Albert. Olivia sudah lebih terbuka pada suaminya itu, dan mulai menunjukkan sifat aslinya. Meski ia bisa dibilang tomboy, tapi Olivia tetap lah gadis manja yang suka merengek dan merajuk. Seperti pagi ini, sebelum berangkat ke tempat kesibukannya masing-masing, Albert ke kantor dan Olivia ke kampus. Olivia merajuk karena tidak di izinkan untuk mengikuti kegiatan akhir kampusnya, yaitu berkemah di sekitar laut yang terletak tidak jauh dari kaki Gunung Heart. Alasan Albert cukup klasik, ia tak ingin terjadi apa-apa pada Olivia saat berkemah nanti. Karena perkemahan itu memakan waktu dua hari. "Apa dia tidak pernah muda? Apa dia tidak pernah kuliah? Aku heran, bagaimana dulu menghabiskan waktunya bersama teman-temannya. Aku hanya minta izin untuk berkemah, bisa-bisanya
Siang ini, Olivia sudah berada di tepi laut bersama dengan rekan-rekannya. Mereka sedang bersiap-siap mendirikan tenda. Saling berbagi tugas antara pria dan wanita, dan saat ini Olivia kebagian tugas untuk menyiapkan makan malam untuk anggota teamnya. Dalam acara yang di adakan kampus kali ini, ada lima team yang turun langsung ke lapangan. Masing-masing team memiliki sepuluh anggota di dalamnya. Olivia sedang menyiapkan bahan-bahan masakan dibantu oleh seorang teman wanitanya bernama Gladis. Sebenarnya Olivia lebih suka memasak sendiri, tapi karena Gladis terus memaksa ingin membantu terpaksa Olivia mengiyakan. Dari pada ia di cap sebagai orang yang tidak bersosialisasi, mau tak mau Olivia mencoba bersikap ramah. "Olive, ini sayurnya udah aku iris-iris." Gladis menyodorkan irisan kangkung dalam sebuah panci kecil. "Eh, em iyaaa... Terima kasih." Jawab Olivia gugup. Karena Olivia teringat tentang hubungan Gladis dan Tristan dulu. Tristan dan Gladis dulu adala
"Eh, iya..." Jawab Olivia singkat dengan senyum yang canggung, lalu memalingkan muka. Dan memain-mainkan makanan di dalam piringnya dengan sendok. "Kenapa kalian jadi canggung dan kaku begitu? Apa ada masalah?" Tanya Gladis pura-pura tak memahami suasana saat ini. "Tidak, kami... Kami biasa saja. Betulkan Liv?" Tanya Tristan pada Oliva dengan nada yang terdengar jelas kecanggungannya. "I-iya..." Lagi, Olivia hanya menjawab singkat. "Jangan canggung-canggung, kalian kan pasangan serasi di Kampus kita. Karena itu, anak-anak mengusulkan nama kalian sebagai pemain gitar dan pembaca puisi cinta malam ini." Kata Gladis, membuat Tristan dan Olivia serentak kembali saling berpandangan. "Ih, kalian ini kenapa? Seperti ada yang aneh. Biasanya kalian selalu romantis dan mesra. Sekarang, kalian terlihat seperti orang yang baru saja putus cinta. Hahaha..." Tawa Gladis pecah, seiring dengan kepalsuan sikapnya di depan Tristan. Gladis sengaja m
Sesamapainya di mansion, Albert terlihat tak tenang. Ia berjalan mondar mandir di dalam ruang kerjanya. Mike yang memperhatikan gelagat majikannya itu merasa iba sekaligus lucu. Iba karena, Mike tau bagaimana rasanya saat ini membayangkan orang yang dicintai sedang bersama pria lain. Dan lucu karena, baru sekali ini Mike melihat Albert bertingkah layaknya anak remaja yang dimabuk cinta. Mike terus memperhatikan gerak-gerik Albert. Terkadang ia meletakkan tangannya di pinggang, terkadang ia duduk di kursinya. Berdiri dan mondar mandir lagi. Terakhir, Mike kaget saat Albert menggosok kasar kepalanya dan berteriak keras. "Oliviaaaa..." teriak Albert frustasi. "Tuan, apa sebaiknya saya jemput Nona Muda saja?" saran Mike pada Albert. "Kau benar! Cepat kau jemput gadis kecil itu dan bawa dia kembali ke mansion ini!" titah Albert pada Mike dengan tegas. "Baik, Tuan. Aku akan berangkat sekarang." jawab Mike pamit undur diri. Albert menat
Di sekitaran pantai, penuh dengan tenda-tenda mahasiswa dari berbagai Universitas Negri maupun Swasta. Karena memang, acara kali ini adalah gabungan antar beberapa kampus dalam menjalin silaturahmi dan saling mendukung kegiatan ekstrakurikuler. Sampai tengah hari, para mahasiswa masih tampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Jika sesuai dengan yang direncanakan sejak awal, perkemahan akan di lanjutkan malam ini. Dan akan pulang pada esok pagi. Olivia dan Gladis tampak keluar bersamaan dari dalam tenda. Tristan yang sedang memanaskan air untuk menyeduh kopi/teh, memandang pada kedua wanita itu tanpa berkedip. Sehingga tanpa sadar, air panas itu menyiram sebelah kaki Tristan. "Aaww..." teriak Tristan kaget. Sontak beberapa orang yang ada di sekitar Tristan mendekat, melihat apa yang terjadi. Tak terkecuali Gladis. Gladis dengan raut wajah cemas berjalan cepat ke tempat Tristan terduduk. Sementara Olivia, tetap berdiri pada tempatnya. Meski awal
Karena mood yang tiba-tiba memburuk, Olivia izin untuk pulang lebih awal. Dia beralasan sakit kepala dan tak sanggup lagi ikut serta dalam acara malam ini. Olivia terlalu malas berurusan dengan orang-orang yang menatapnya sinis dan tajam, karena mengabaikan Tristan terluka tadi. Olivia menghubungi ponsel Mike. Saat ini, Mike sedang menikmati waktu tidurnya di apartemen miliknya. Saat ponselnya berdering, Mike menjangkau ponsel di atas nakas itu tanpa melihat nama pemanggil. "Hallo, Tuan. Bukankah Anda sudah mengizinkanku istirahat pagi ini? Mataku masih mengantuk, semalaman begadang memantau dan menjaga Nona Muda," ucap Mike tanpa jeda. Olivia yang baru saja membuka mulut ingin mengatakan sesuatu langsung memikirkan makna perkataan Mike. Olivia mematikan telpon itu dan segera menelpon Albert. "Hmm..." jawab pria dingin di seberang sana. "Apa kau sibuk?" "Tidak," "Kalau begitu, apa kau bisa menjemputku ke perkemahan?" "A
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka