“Huh! Apa laki-laki kaya itu selalu bersikap angkuh dan sombong? Aku kalau bukan karena ....”Maura menghentikan ucapannya karena takut didengar oleh orang lain. Dia tidak ingin ada yang tahu bahwa Wulan sedang sakit parah. Tentu saja semua itu adalah keinginan dan permintaan Wulan secara khusus kepadanya.Maura menyantap makan malamnya dengan lahap hingga merasa kenyang. “Setidaknya, dia masih mau perhatian sama aku apapun alasannya.” Maura berkata setelah berbaring di atas ranjangnya.Mungkin karena terlalu lelah dengan resepsi pernikahan hari ini, mata Maura dengan cepatnya terlelap. Pintu kamar tidur lupa dikunci oleh Maura hingga pagi pun datang menyapa.“Duh, pengantin baru jam segini masih tidur.”Terdengar suara yang tak asing di telinga Maura dan perlahan dia mengerjapkan matanya. Maura tidak tahu sudah jam berapa pagi ini. Dia tidur dengan pulas karena terlalu lelah dan tidur dengan perut yang kenyang.Maura mendengar ada suara dengkuran halus di sampingnya. Saat dia memperh
Wulan menemui Sarah yang sedang duduk di ruang santai, dekat dengan ruang makan. Memang Sarah awalnya tidak disetujui oleh Wulan saat Gani mengatakan akan meminang wanita itu. Sarah tampak tidak ramah dan tidak bisa mengambil hati Wulan sebagai ibu mertua.“Sarah. Mama mau ngomong sebentar sama kamu,” ucap Wulan saat menghampiri Sarah.Sarah meletakkan gawainya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Iya, Ma. Mau ngomong apa?” tanya Sarah dengan ramah, tidak seperti biasanya.“Kamu nggak masalah kan kalau Gani menikahi Maura? Mama harap, kamu bisa berbaik hati menerima kehadiran Maura di rumah ini,” jawab Wulan dengan nada tegas.“Memangnya, kalau aku menolak sekarang pun, bisa merubah keadaan? Toh, kenyataannya tetap aja mas Gani udah nikahin tuh perempun,” ucap Sarah yang terdengar tidak senang.“Mama nggak punya pilihan lain selain mencoba dengan cara ini. Umur nggak ada yang tau kan? Siapa tau aja Mama nggak punya umur panjang? Jadi, Mama ingin melihat cucu Mama sebelum dipanggil sam
Sarapan pagi itu terkesan sangat horor karena sikap dingin semua penghuni kursi di meja makan. Terutama Sarah yang terus saja menatap ke arah Maura dengan tatapan tak senang. Apalagi, Wulan memposisikan Maura di samping Gani dan itu semakin membuat Sarah marah.“Makan yang banyak, Mau. Kamu harus mulai mengkonsumsi banyak makanan sehat, buah dan sayur gitulah pokoknya.” Wulan memberikan perhatian penuh pada Maura.“Kamu juga harus gitu, Sarah.” Wulan melanjutkan ucapannya untuk Sarah.“Iya, Ma.”Sarah dan Maura menjawab serentak dan tentu saja hanya dengan kalimat singkat itu. Gani memperhatikan Sarah dengan iba. Dia tidak tega melihat istrinya tertekan dengan keadaan ini.“Sayang, kamu ada rencana apa hari ini?” tanya Gani berusaha menghibur Sarah.“Nggak ada, Mas. Aku sepertinya di rumah aja hari ini, aku capek!” jawab Sarah pelan.“Ya udah. Kamu istirahat aja di rumah dan kalau butuh apa-apa, telpon aja Dion. Aku hari ini juga akan ke luar kota dan sepertinya akan pulang larut mala
“Untung aja aku nggak jadi dibawa sama mas Gani ke luar kota. Dih, nggak kebayang gimana canggungnya kalau beneran harus ikut sama mba Sarah juga.”“Kamu kenapa sih, Nak?” tanya Anita heran karena sejak datang tadi Maura tampak cemberut.“Nggak apa-apa kok, Ma. Mama gimana keadaannya sekarang? Udah nggak pusing-pusing lagi kan, Ma? Harusnya sih nggak lagi, ya, soalnya ini obat mahal banget, Ma. Dijamin bakal bisa buat Mama cepet sembuh,” terang Maura pada Anita dengan senyum lebar.Anita yang terbaring di tempat tidurnya ikut tersenyum dan bahagia saat melihat lagi senyuman Maura. Putrinya itu adalah gadis yang ceria dan selalu murah senyum sebelumnya.“Gimana hubungan kamu sama Gani? Kalian udah saling mengenal satu sama yang lainnya?” tanya Anita ingin tahu kelanjutan hubungan putrinya dengan sang suami.“Hmm ... baik-baik aja kok, Ma. Namanya juga baru nikah, nggak mungkin langsung akrab. Apalagi, kami nggak saling kenal sebelumnya.”“Mama ngerti gimana perasaan kamu.”“Masa? Meman
Maura dan Rama duduk berhadapan di sebuah meja di satu cafe. Mereka saling diam saja sejak beberapa waktu lalu dan tampaknya masih tidak ada yang ingin memulai percakapan. Hal ini dilakukan agar Maura dan Rama bisa bicara dari hati ke hati tanpa mengganggu istirahat Anita.“Kamu bisa jelasin semuanya ke aku sekarang, Mau!” pinta Rama dengan sedikit mendesak.“A-aku ... aku nggak tau harus mulai dari mana, Rama.” Maura berkata dengan lirih.“Kapan kamu nikah dan sama siapa? Kenapa kamu nggak kasih tau aku dan kenapa nggak ngundang aku? Apa aku ini memang nggak seberarti itu dalam hidupmu, Mau?” tanya Rama beruntun.“Maafin aku, ya. Aku nggak tau harus mulai dari mana ngomongnya sama kamu. Aku baru nikah kemarin dan semuanya serba dadakan aja, Rama. Aku juga nggak tau bakalan nikah secepat ini,” terang Maura seperti sedang menjelaskan situasi pada sang kekasihnya.“Kemarin? Kamu serius? Kamu ... kamu menukar hidupmu dengan ... biaya pengobatan tante Anita? Aku nggak memikirkan kemungkin
“Beraninya kamu bertemu dengan laki-laki lain di belakangku!” gumam Gani dan meremas ponselnya geram.Meski tidak ada perasaan cinta dalam hati Gani untuk Maura saat ini, akan tetapi hubungan mereka sebagai suami istri sudah diketahui publik. Sebagai seorang yang terkenal, tentu saja Gani akan menjadi buah bibir dalam segala hal. Termasuk masalah percintaan atau rumah tangganya.“Berani kamu mencoreng nama besarku, nggak akan aku biarkan kamu hidup dengan tenang!” batin Gani berkata lagi masih memikirkan foto yang dikirim oleh Sarah tadi.Di cafe tempat Maura dan Rama bertemu tadi, masih terlihat ketegangan di wajah keduanya. Namun, Maura tentu saja sudah menarik tangannya yang memang sempat digenggam oleh Rama tadi. Hatinya tetap ingin menjaga harga diri sebagai seorang wanita yang sudah bersuami.Walaupun pada kenyataannya Maura tidak mencintai Gani sama sekali, akan tetapi pernikahan tetap bukanlah ajang main-main. Selain itu, Maura tidak ingin membuat Anita dan Wulan kecewa nantin
“Beraninya dia bicara seperti itu sama aku? Hah!” seru Sarah dengan tak percaya dan senyum sinis.Sarah memang sudah sampai terlebih dahulu di rumah dan sengaja tidak jadi pergi ke butik langganannya. Dia ingin menunggu dan melihat jam berapa Maura pulang ke rumah. Semua itu jelas akan menjadi laporan penting bagi Sarah kepada Gani.“Liat aja nanti! Mas Gani udah ilfeel duluan sama kamu, Maura. Jadi, jangan berharap punya tempat di rumah ini, apalagi di hati mas Gani!” gumam Sarah dan kembali menuruni anak tangga dengan elegant.Maura masuk ke dalam kamarnya dan kemudian mengunci pintu dengan hati kesal. Dia masih teringat bagaimana Gani tiba-tiba saja bisa tidur di sampingnya saat bangun di pagi hari. Maura tidak ingin hal itu terjadi kedua kalinya lagi.“Aku nggak mau satu kamar apalagi satu kasur lagi sama mas Gani. Siapa yang tau apa yang akan dia lakukan nanti ke aku? Dia laki-laki normal, saat dekat wanita apalagi dia sering bilang aku istrinya, punya hak dan segala macam juga.
Satu minggu sudah berlalu dengan cepat dan sampai saat ini pun Maura masih belum disentuh sama sekali oleh Gani. Maura tidak tahu harus merasa bersyukur atau bagaimana dengan keadaan itu. Namun, dia memilih untuk menjalani semua sesuai alur dan juga dengan yang sudah ditentukan.“Mas, aku mau ke Hongkong sama temen-temenku. Ada launching tas terbaru dua hari lagi dan aku mau ambil itu, Mas. Cuma ada tiga di dunia soalnya, edisi terbatas.”“Kamu mau beli tas lagi, Sayang? Yang lama banyak yang belum pernah terpakai tuh kayaknya.”“Sejak kapan kamu peduli tentang semua itu, Mas? Biasanya kamu nggak pernah mempermasalahkan yang aku beli dan aku pakai,” ungkap Sarah dengan nada heran dan jelas tak senang. Memang, selama ini Gani tidak pernah mencampuri hal-hal seperti itu.“Aku kan nanya doang, Sayang. Kamu jangan membelanjakan uang untuk hal yang nggak berguna lagi. Kalau memang nggak butuh atau nggak ada perlunya, nggak usah dibeli. Aku kerja pagi siang sore malam untuk dapatin semua ma