Sarapan pagi itu terkesan sangat horor karena sikap dingin semua penghuni kursi di meja makan. Terutama Sarah yang terus saja menatap ke arah Maura dengan tatapan tak senang. Apalagi, Wulan memposisikan Maura di samping Gani dan itu semakin membuat Sarah marah.“Makan yang banyak, Mau. Kamu harus mulai mengkonsumsi banyak makanan sehat, buah dan sayur gitulah pokoknya.” Wulan memberikan perhatian penuh pada Maura.“Kamu juga harus gitu, Sarah.” Wulan melanjutkan ucapannya untuk Sarah.“Iya, Ma.”Sarah dan Maura menjawab serentak dan tentu saja hanya dengan kalimat singkat itu. Gani memperhatikan Sarah dengan iba. Dia tidak tega melihat istrinya tertekan dengan keadaan ini.“Sayang, kamu ada rencana apa hari ini?” tanya Gani berusaha menghibur Sarah.“Nggak ada, Mas. Aku sepertinya di rumah aja hari ini, aku capek!” jawab Sarah pelan.“Ya udah. Kamu istirahat aja di rumah dan kalau butuh apa-apa, telpon aja Dion. Aku hari ini juga akan ke luar kota dan sepertinya akan pulang larut mala
“Untung aja aku nggak jadi dibawa sama mas Gani ke luar kota. Dih, nggak kebayang gimana canggungnya kalau beneran harus ikut sama mba Sarah juga.”“Kamu kenapa sih, Nak?” tanya Anita heran karena sejak datang tadi Maura tampak cemberut.“Nggak apa-apa kok, Ma. Mama gimana keadaannya sekarang? Udah nggak pusing-pusing lagi kan, Ma? Harusnya sih nggak lagi, ya, soalnya ini obat mahal banget, Ma. Dijamin bakal bisa buat Mama cepet sembuh,” terang Maura pada Anita dengan senyum lebar.Anita yang terbaring di tempat tidurnya ikut tersenyum dan bahagia saat melihat lagi senyuman Maura. Putrinya itu adalah gadis yang ceria dan selalu murah senyum sebelumnya.“Gimana hubungan kamu sama Gani? Kalian udah saling mengenal satu sama yang lainnya?” tanya Anita ingin tahu kelanjutan hubungan putrinya dengan sang suami.“Hmm ... baik-baik aja kok, Ma. Namanya juga baru nikah, nggak mungkin langsung akrab. Apalagi, kami nggak saling kenal sebelumnya.”“Mama ngerti gimana perasaan kamu.”“Masa? Meman
Maura dan Rama duduk berhadapan di sebuah meja di satu cafe. Mereka saling diam saja sejak beberapa waktu lalu dan tampaknya masih tidak ada yang ingin memulai percakapan. Hal ini dilakukan agar Maura dan Rama bisa bicara dari hati ke hati tanpa mengganggu istirahat Anita.“Kamu bisa jelasin semuanya ke aku sekarang, Mau!” pinta Rama dengan sedikit mendesak.“A-aku ... aku nggak tau harus mulai dari mana, Rama.” Maura berkata dengan lirih.“Kapan kamu nikah dan sama siapa? Kenapa kamu nggak kasih tau aku dan kenapa nggak ngundang aku? Apa aku ini memang nggak seberarti itu dalam hidupmu, Mau?” tanya Rama beruntun.“Maafin aku, ya. Aku nggak tau harus mulai dari mana ngomongnya sama kamu. Aku baru nikah kemarin dan semuanya serba dadakan aja, Rama. Aku juga nggak tau bakalan nikah secepat ini,” terang Maura seperti sedang menjelaskan situasi pada sang kekasihnya.“Kemarin? Kamu serius? Kamu ... kamu menukar hidupmu dengan ... biaya pengobatan tante Anita? Aku nggak memikirkan kemungkin
“Beraninya kamu bertemu dengan laki-laki lain di belakangku!” gumam Gani dan meremas ponselnya geram.Meski tidak ada perasaan cinta dalam hati Gani untuk Maura saat ini, akan tetapi hubungan mereka sebagai suami istri sudah diketahui publik. Sebagai seorang yang terkenal, tentu saja Gani akan menjadi buah bibir dalam segala hal. Termasuk masalah percintaan atau rumah tangganya.“Berani kamu mencoreng nama besarku, nggak akan aku biarkan kamu hidup dengan tenang!” batin Gani berkata lagi masih memikirkan foto yang dikirim oleh Sarah tadi.Di cafe tempat Maura dan Rama bertemu tadi, masih terlihat ketegangan di wajah keduanya. Namun, Maura tentu saja sudah menarik tangannya yang memang sempat digenggam oleh Rama tadi. Hatinya tetap ingin menjaga harga diri sebagai seorang wanita yang sudah bersuami.Walaupun pada kenyataannya Maura tidak mencintai Gani sama sekali, akan tetapi pernikahan tetap bukanlah ajang main-main. Selain itu, Maura tidak ingin membuat Anita dan Wulan kecewa nantin
“Beraninya dia bicara seperti itu sama aku? Hah!” seru Sarah dengan tak percaya dan senyum sinis.Sarah memang sudah sampai terlebih dahulu di rumah dan sengaja tidak jadi pergi ke butik langganannya. Dia ingin menunggu dan melihat jam berapa Maura pulang ke rumah. Semua itu jelas akan menjadi laporan penting bagi Sarah kepada Gani.“Liat aja nanti! Mas Gani udah ilfeel duluan sama kamu, Maura. Jadi, jangan berharap punya tempat di rumah ini, apalagi di hati mas Gani!” gumam Sarah dan kembali menuruni anak tangga dengan elegant.Maura masuk ke dalam kamarnya dan kemudian mengunci pintu dengan hati kesal. Dia masih teringat bagaimana Gani tiba-tiba saja bisa tidur di sampingnya saat bangun di pagi hari. Maura tidak ingin hal itu terjadi kedua kalinya lagi.“Aku nggak mau satu kamar apalagi satu kasur lagi sama mas Gani. Siapa yang tau apa yang akan dia lakukan nanti ke aku? Dia laki-laki normal, saat dekat wanita apalagi dia sering bilang aku istrinya, punya hak dan segala macam juga.
Satu minggu sudah berlalu dengan cepat dan sampai saat ini pun Maura masih belum disentuh sama sekali oleh Gani. Maura tidak tahu harus merasa bersyukur atau bagaimana dengan keadaan itu. Namun, dia memilih untuk menjalani semua sesuai alur dan juga dengan yang sudah ditentukan.“Mas, aku mau ke Hongkong sama temen-temenku. Ada launching tas terbaru dua hari lagi dan aku mau ambil itu, Mas. Cuma ada tiga di dunia soalnya, edisi terbatas.”“Kamu mau beli tas lagi, Sayang? Yang lama banyak yang belum pernah terpakai tuh kayaknya.”“Sejak kapan kamu peduli tentang semua itu, Mas? Biasanya kamu nggak pernah mempermasalahkan yang aku beli dan aku pakai,” ungkap Sarah dengan nada heran dan jelas tak senang. Memang, selama ini Gani tidak pernah mencampuri hal-hal seperti itu.“Aku kan nanya doang, Sayang. Kamu jangan membelanjakan uang untuk hal yang nggak berguna lagi. Kalau memang nggak butuh atau nggak ada perlunya, nggak usah dibeli. Aku kerja pagi siang sore malam untuk dapatin semua ma
Jawaban monohok dari Maura tadi sukses membuat pasangan suami istri di depannya tercengang dan tidak sanggup berkata-kata lagi. Gani dan Sarah terdiam cukup lama dan membiarkan Maura berlalu dari hadapan mereka tanpa sepatah kata pun.“Kamu ada rencana mau pergi bulan madu sama dia, Mas?” tanya Sarah cemburu.“Nggak ada!” jawab Gani santai.“Tuh, dia bilang tadi gitu.”“Kan itu kata dia. Emangnya aku ada ngajakin dia pergi bulan madu? Buat apa coba?”“Siapa tau aja kamu udah rencanain buat pergi bulan madu sama dia. Apalagi kalau udah mama yang nyuruh kalian berdua.”“Udahlah! Aku capek berdebat terus masalah ini!” ucap Gani kesal dan ikut turun ke lantai dasar, meninggalkan Sarah dengan tak percaya.Sarah semakin kesal karena bukannya membujuk dirinya, Gani justru pergi menuju lantai bawah. Entah dia akan ke mana, yang jelas saat ini Sarah menjadi semakin cemburu dan curiga bahwa Gani sudah mulai ada rasa pada istri keduanya itu.Di dapur, Maura mengeluarkan sebungkus mie rebus inst
“A-apa yang kamu lakukan, Mas?” tanya Maura dengan gugup dan sedikit takut.“Kenapa? Apa kamu keberatan aku sentuh? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang dan dengan penuh rasa percaya diri kalau kamu bisa kasih cucu ke mamaku? Jadi, harusnya santai aja, dong!” ungkap Gani menjawab pertanyaan Maura dengan santai.“Ta-tapi nggak gini juga konsepnya!” bantah Maura.“Gimana konsepnya? Bisa jelasin sama aku? Apa kita beneran harus pergi bulan madu, hem?” tanya Gani dan semakin mengeratkan pelukannya di lingkaran pinggang Maura yang terasa sedikit berisi.“Aku tadi nggak serius ngomongnya, Mas. Aku bercanda dan nggak ada maksud serius kok. Tolong jangan diambil hati!” terang Maura berusaha melepaskan dirinya dari Gani.“Semakin kamu gerak, semakin kuat aku meluk kamu!” ancam Gani.Maura terdiam dan tidak sanggup berkata-kata bahkan tidak lagi bergerak. Dia takut dan tidak menyangka sama sekali dengan tindakan Gani saat ini. Dia pikir, selama ini Gani ilfeel padanya dan tidak mau menyentuh