'Tunggu-tunggu, siapa pria asing itu? Dan lagi istri? Suami? Hamil?' Edwin mengerutkan dahi demi mendengar perkataan si dokter wanita kepada si pria asing.
'Jadi Rieka pingsan karena hamil? Rieka hamil? Edwin sangat bahagia mendengar kabar gembira ini.'
'Tapi kok bisa pria gak jelas itu yang jadi suaminya? Enak saja! Aku yang nanem tiap hari malah dia yang memanen hasilnya!'Edwin sudah sangat kesal. Bagaimana tidak, dirinya sudah berlarian tadi sepanjang tempat parkir dan koridor rumah sakit untuk sampai ke kamar ini. Eh sampai-sampai malah zonk begini. Malah mendapati Rieka, istrinya dikira istri orang lain.
' Aaaarrggh minta dirobohkan sepertinya rumah sakit ini?'
"Saya permisi, Pak." Dokter wanita itu mohon diri
Bagas mengangguk sebagai jawaban kepada dokter itu. Makin tertegun mendengar penjelasan dari sang dokter. Seneng juga si dibilang suaminya dokter Rieka, tapi g
"Pokoknya Mas Edwin harus tanggung jawab!" Rieka mengulangi ucapannya."Iya-iya, aku pasti akan bertanggung jawab mengurusin kamu dan bayimu nanti." Edwin menuruti saja perkataan Rieka daripada berbuntut panjang."Janji lho ya ..." Rieka menyodorkan jari kelingkingnya."Iya janji." Edwin menautkan jari kelingkingnya sendiri pada jari kelingking Rieka. Tanda perjanjian mereka."Makasih ya..." Rieka memeluk tubuh suaminya itu dengan erat. Rasanya senang sekali mendengar kabar bahwa dirinya hamil. Bahwa dirinya mengandung anak dari Edwin, buah cinta mereka.Bagas yang melihat kejadian bak drama Korea di hadapannya hanya bisa melongo dan mupeng saja. Tak mengira bahwa dokter Rieka yang biasanya kalem dan bersahaja dalam menghadapi pasiennya bisa bersikap semanja itu kepada suaminya. Makin imut dan menggemaskan saja untuk dilihat.'Memang ya, istri orang lebih menggoda ... Aduh Eling Gas, dia istri orang! Gak boleh mikir aneh-aneh.' Baga
"Kamu gak pa-pa? Kok kayaknya agak pucat?" tanya Kartika khawatir setelah mengamati wajah Rieka. "Gak pa-pa kok, cuma agak mual aja." "Rieka itu tadi abis pingsan, Ma. Jadi ya masih agak lemes gitu badannya." Edwin ikut menjelaskan. "Pingsan? Edwin! Kamu gimana si? Istri hamil malah gak dijagain? Kamu dimana waktu Rieka pingsan?" "Di kantor, Ma." Edwin nyengir mengakui kesalahannya. "Bukan salah Mas Edwin kok, Ma. Kami belum tahu kalau aku hamil, jadinya aku berangkat kerja dan datang ke acara amal setelahnya. Abis itu lemes banget rasanya seluruh badan." Rieka mencoba untuk membela Edwin dan menjelaskan kejadiannya. "Kamu kecapekan ya? Kamu harus banyak istirahat dan banyak makan biar gak lemes lagi." Kartika memberikan sarannya. "Baik, Ma." Rieka menurut saja. "Kamu jangan kerja dulu. Jangan sibuk-sibuk, jangan banyak gerak juga." "Tu dengerin," seru Edwin mendukung ucapan Kartika. "Iya ... " Rieka tak
Edwin terbangun dari kenyamanan tidurnya karena mendengar suara-suara yang beberapa hari ini selalu terdengar di pagi hari. Suara apa lagi kalau bukan suara Rieka yang muntah-muntah di wastafle kamar mandi.Mungkin inilah yang namanya morning sickness, sindrom khas para ibu yang sedang hamil muda seperti Rieka. Biasanya sindrom ini akan sembuh sendiri dengan semakin bertambahnya usia kehamilan.Edwin bangkit dari kasurnya dan buru-buru menghampiri Rieka di wastafle. "Honey ... " Sapa Edwin tanpa sanggup lanjutkan perkataannya.Edwin hanya mampu menghampiri dan mengusap lembut punggung Rieka untuk membantu sedikit meringankan penderitaannya. Tak tega rasanya melihat istrinya itu setiap pagi harus menderita begini.Rieka membasuh mulut dan wajahnya dengan air saat sudah merasa cukup lega. Sudah tak ingin memuntahkan lagi segala isi perutnya. Rieka menarik napas panjang beberapa kali dan mengatur pernapasannya yang tid
Sore harinya Rieka sudah bersiap-siap dan berdandan sedikit lebih lengkap daripada biasanya. Senang sekali akhirnya dirinya bisa keluar rumah. Memang sejak kejadian pingsannya, hampir seminggu ini Rieka hanya berdiam di rumah. Edwin melarangnya kemana-mana. Hanya tiduran dan istirahat saja dirumah selama kondisi kehamilan-nya belum stabil.Betapa kagetnya Rieka saat Edwin tiba dan meminta Rieka turun menghampirinya ke car port. Disana telah hadir sebuah mobil Vellfire putih yang masih ber-plat nomer putih juga. Fresh form the showroom kayaknya ini. Rieka mengerutkan dahinya, mobil siapa ini? Jangan bilang kalau Edwin ...Jangan bilang kalau Edwin tadi menanyakan warna favorit Rieka karena mau beli mobil baru? Padahal Rieka mengira Edwin ingin membelikan baju, tas atau sepatu saja sesuai dengan warna favoritnya. Nyatanya? Mobil mewah kelas sultan dengan harga milyaran begini yang dibelinya? Haduuh buat apaan coba?"Gimana Honey? Kamu
"Tapi aku pengen ngasih layar TV di sini, sama nata dikit passenger seat ya." Edwin menunjuk arena yang nanti akan diberikan pembatas. Alibinya si mau pasang layar TV."Kamu itu ya ... ini aja udah berapa duit kamu keluarin buat beli mobil hah? Masih mau keluar duit lagi?" Rieka tak tahan untuk mengomeli suaminya."Murah kok ini, cuma 1,2-an. Gak semahal BMW atau Porche-ku yang bisa mencapai 3-an."Rieka makin ternganga mendengarnya. Gila! Beneran gila suaminya ini kalau sudah ngomongin duit."Tapi aku suka banget lho sama mobil keluaran BMW. Meski udah tahunan masih enak banget dipakainya. Apa aku beli aja ya itu The Five yang baru launching." Edwin masih kepikiran soal mobil baru itu. Memang sebagai pecinta BMW rasanya jadi terpanggil untuk menambah isi garasinya. Yah biar yang lama dipakai nganterin Ijah ke pasar aja."Mas Edwin ... Udah ada tiga mobil mewah Lo di rumah.""Nambah satu lagi kan gak
Joko meletakkan gagang pesawat telponnya dengan helaan napas panjang. Mengakhiri panggilan interkom dari Edwin yang meminta dirinya untuk ke ruangannya. Entah ini sudah yang keberapa kalinya bosnya itu memanggil dirinya hari ini."Ya Pak? Bisa saya bantu?" tanya Joko dengan takut-takut.Edwin diam saja tidak menjawab, malah menatap Joko dengan tatapan yang setajam silet.'Mampus, salah apa lagi ini aku?' Joko panik.Edwin menghela napas panjang beberapa saat kemudian. Tapi kemudian terdiam lagi, malah seperti merenungi dan memikirkan sesuatu. Joko sudah deg-degan menantikan apa yang akan diucapkan bosnya itu. Perintah? Keluhan atau caci makian?Kok kayaknya mood si Bos jelek banget seharian ini? Kenapa ya? Padahal belakangan setelah menikah Bosnya ini jadi lebih anteng dan gak banyak tingkah. Lebih ceria dan jarang marah-marah. Seperti sudah menemukan pawang yang bisa menjinakkan dengan baik. Memelihara dan menyenangkan serta me
"Yaudah buruan Papa Bee pulang, gak pakek lama." Rieka merengek sebelum mengakhiri panggilan telpon.Edwin mengambil napas panjang-panjang. Memasukkan oksigen banyak-banyak ke dalam otaknya, untuk mengembalikan kewarasannya.'Sabar Edwin, situasi ini ga lama kok. Paling lama cuman sembilan bulan. Lagian yang bikin Rieka hamil kan kamu sendiri? Jadi ya memang kamu harus tanggung jawab. Buktikan bahwa kamu bisa bertanggung jawab kepada Honey dan Baby Bee.' Edwin mensugesti dan menyemangati dirinya sendiri.Memang segala kejadian absurd yang dilakukan Rieka belakangan ini sukses membuat Edwin kelimpungan. Pusing banget rasanya kepala bagian atas dan bawah tubuhnya sekaligus. Udah gitu gak ada pelampiasan lagi, makin stressed aja rasanya.Apa aku kawin lagi aja yah, apa njajan atau cari wanita satu malam?Aaaargh Damn! Mikir apaan si? Kenapa pula jadi gak sabaran begini. Padahal cuman karena masalah kehamilan Rieka dan segala kerempongan-nya.
Edwin segera meneruskan pesanan Rieka kepada Joko. Dengan tambahan kata 'Harus dapat sesuai dengan kriteria ini.' Dan Joko hanya bisa menyanggupi meski entah udah ngomel-ngomel kayak apa. Edwin menunggu kedatangan Joko dengan gelisah di halaman rumahnya. Tetap duduk di dalam mobil tanpa repot-repot turun. Tak sampai satu jam kemudian Joko datang dengan membawakan pesanan buat kanjeng Ratu Rieka. Memberikannya kepada Edwin yang sudah menunggunya dalam mobilnya di halaman Wijaya Manshion. "Maaf pak, Velvet Cake yang ready di toko-toko kue cuma yang empat layer. Jadi saya bawakan itu saja." Joko menjelaskan pada Edwin. "Cari di toko lain donk!" Edwin tidak tenang mendapat kue yang tidak sesuai pesanan Rieka. "Saya sudah cari di lima toko yang berbeda, Pak." "Suruh kokinya buat bikin. Gimana pun caranya kamu harus dapetin yang lima layer." "Tapi bikin kue itu lama, Pak ... " Joko melirik jam tangannya, sudah hampir jam delapan
Suasana di kediaman keluarga Wijaya sore ini sudah sangat ramai. Booth-booth makanan dengan segala macam sajian dari catering kenamaan Sono Kebun, telah stand by di seluruh sudut ruangan. Ruang tamu plus ruang tengah yang kini disatukan menjadi sebuah party hall super luas. Ada apakah gerangan disana? Tentu saja sedang ada acara Tasyakuran kelahiran serta aqiqah dari putra pertama Edwin dan Rieka. Sang Pewaris Tahta Keluarga Pradana. Para undangan yang hadir tidak terlalu banyak, karena ini merupakan private party sederhana saja. Hanya ada keluarga dekat dari masing-masing keluarga Rieka dan Edwin. Serta tentunya beberapa sahabat dekat dan staff kepercayaan Pradana juga turut hadir diundang untuk memeriahkan acara. "Selamat sore, Good evening. Terima kasih atas kehadiran saudara sekalian. Saya selaku perwakilan dari kepala keluarga Pradana mengucapkan selamat datang dan selamat menikmati acara serta hidangan seadanya yang telah kami persiapkan." Mahes yang kali ini didapuk sebagai p
Edwin keluar dari mobilnya saat Soleh baru menghentikan mobil di pelataran parkir rumah sakit. Dia bahkan tidak menunggu sampai posisi mobil sudah benar untuk di parkirkan terlebih dahulu.Calon papa itu sudah berlarian dari parkiran mobil, memasuki gedung rumah sakit. Langsung menuju ke ruangan bersalin yang sudah dia ketahui letaknya. Waktu Rieka keguguran dan perlu tindakan kuretase kan di ruangan bersalin itu juga dulu.Edwin menghampiri salah satu perawat yang bertugas, menanyakan tempat Rieka dirawat. Perawat itu pun mempersilahkan Edwin untuk masuk ke ruangan persalinan.Di dalam ruangan Edwin dapat melihat Rieka yang sudah terbaring diatas bed pasien sedang posisi tubuh miring kiri. Dengan selang infuse yang sudah ditangan terpasang di tangannya."Honey? Honey kamu gimana keadaannya?" Edwin menghampiri Rieka, mengamati keadaan wanita yang sangat dicintainya itu dengan seksama.Rieka terlihat sangat pucat
Semangat sih semangat, tapi tetap saja Joko dikalahkan oleh realitas yang menghadang. Mau dicari dimana pun tetap tak ada warung lontong balap di pagi buta begini. Nihil.Tapi Joko tahu benar, Pak Edwin tak akan mau menerima alasan apapun tentang kegagalannya dalam menjalankan tugas.Aaarrrgggh bisa gila!Ditengah kegalauan akutnya, Joko tiba-tiba kepikiran sebuah ide cemerlang. Kalau gak ada yang jual, gimana kalau bikin sendiri saja? Pasar tradisional kayaknya sudah buka deh pagi buta begini. Yang penting bisa dapat kan lontong balap sesuai pesanan.Tapi siapa yang masak ntar? Aku kan gak bisa masak sama sekali?Oiya, Bi Ijah kan pinter masak. Pasti dia bisa bikin Lontong balap yang enak.Akhirnya Joko menetapkan hatinya untuk pergi ke pasar tradisional. Membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat lontong balap. Kemudian membawanya ke Wijaya Manshion. Joko langsung meminta bantuan Ijah untuk memasak dan
Setelah beberapa bulan berlalu dalam kedamaian, Edwin tidak menyangka bahwa pengalamannya yang luar biasa karena proses ngidam-mengidam Rieka akan terjadi lagi dalam waktu singkat.Hanya berselang beberapa hari saja sejak Rieka diketahui positif hamil, Edwin harus memulai lagi petualangan serunya. Petualangan apa? Tentu saja untuk menuruti dan mencari semua keinginan Rieka dalam rangka ngidam part dua.Keinginan yang kadang aneh-aneh dan sering gak masuk akal sama sekali. Kalau dulu di kehamilan pertamanya Rieka sangat menyukai makanan manis, kali ini berbeda. Kali ini Rieka lebih menyukai makanan asin dan pedas. Kalau dulu sukanya kue-kue pastry, sekarang beralih ke jajanan dan makanan kuliner jalanan khas pedagang kaki lima.Kapan hari Rieka meminta sate batas kota yang pernah dimakan Naruto, Edwin terpaksa harus membelikan disana sambil Selfi dengan gambar Naruto-nya. Pernah lagi Rieka minta belikan bakso telur, yang isinya telornya ada dua. Mana ada kan? Akh
Rieka bergegas turun dari mobil begitu Edwin memarkirkan Porche-nya di car port. Dia mendahului langkah Edwin untuk masuk ke dalam rumah, tak sabar untuk segera melakukan tes untuk mengetahui kepastian kehamilannya. Lebih jauh Rieka bahkan sudah berjalan cepat, setengah berlari."Honey, jangan buru buru. Kamu pake high heels loh. Hati-hati nanti jatuh," tegur Edwin sudah sangat khawatir Rieka akan terpeleset dengan heels sepatunya yang hanya setipis jari telunjuk itu."Hehehe, iya maaf Mas. Aku penasaran pengen cepetan liat hasilnya." Rieka memperlambat langkahnya.Rieka langsung mengarah ke kamar mereka di lantai dua. Masuk ke kamar mandi bahkan tanpa melepas heels dan pakaian pestanya terlebih dahulu.Edwin yang dengan setia menunggui Rieka keluar dari kamar mandi dengan harap-harap cemas. Menanti perguliran detik demi detik jam yang terasa sangat lambat berjalan.Rieka kok lama b
"Mas, jangan lupa kasih selada yang banyak, terus gak pake irisan tomat. Sambelnya banyakin juga." Rieka menambahkan detail pesanannya sebelum Edwin menuruni mobil."Beli 3 yah Mas," tambah Rieka sambil tersenyum lebar, nyengar-nyengir."Iya-iya," Edwin sudah pasrah saja untuk menuruti semua permintaan sang Ratu Rieka. Dia mendatangi stand penjual kebab dan memesan tiga buah kebab sesuai order.Tak lama kemudian pesanannya selesai, Edwin segera kembali ke mobilnya dan menyerahkan pesanan kepada Rieka. Yang langsung digigitnya dengan sangat lahap seperti orang kelaparan saja."Nih buat Mas Edwin satu, buat aku dua." Rieka menyodorkan satu kebab untuk Edwin."Kamu beneran doyan kebab ya?" Edwin menerima pemberian Rieka dan ikutan memakan kebabnya.Rieka hanya mengangguk sebagai jawaban, sambil terus mengunyah dan memamah biak, menghabiskan kedua kebab miliknya. Cukup lama mereka berdua duduk di mobil sambil menikmati suasana jalanan pasar mala
Kemeriahan pesta pertunangan Linggar dan Ditha terus berlanjut. Mulai dari prosesi resmi bersulang wine, memotong kue bahkan sampai pertukaran cincin kedua calon mempelai sudah dilaksanakan dengan lancar. Selanjutnya setelah seluruh prosesi resmi acara serta prosesi pemotretan selesai, yang tersisa hanyalah sesi ramah tamah saja. Rieka dan Edwin menyempatkan diri untuk berkeliling ballroom menyapa para kolega bisnis, serta kerabat dekat dari keluarga mereka. Sebelum akhirnya keduanya undur diri untuk duduk di bagian VVIP sambil menikmati hidangan yang yang tersaji disana. Edwin mengamati Rieka yang sepertinya sedang tidak bersemangat menyantap makanan di piringnya. Dari tadi istrinya itu hanya memutar-mutar sendok dan garpunya, memainkan makanan di atas piring. Bahkan tanpa menyuapkan ke mulutnya. Kenapa dia? "Honey?Makanannya gak enak ya?" tanya Edwin menyelidik. "Apa kamu mau coba ganti makanan yang lainnya?" "E
Bagas yang dapat merasakan ada yang tidak beres dengan kedua pasangan itu segera cepat-cepat mohon diri dan menggiring Rischa untuk segera memasuki ballroom. Bisa makin runyam kalau si cewek cablak ini dibiarkan terus ngomong gak jelas begitu."Tunggu, jangan cepat-cepat jalannya Gas!" Rischa kewalahan mengikuti langkah Bagas yang lerlalu cepat untuk dirinya."Kamu itu ya, bisa gak sih kamu menahan diri dan mengerem omongan kamu sedikit?" Geram Bagas setelah menghentikan langkah di tempat yang sedikit lenggang."Haaah? Emangnya kenapa?" Rischa tak dapat mengerti kenapa Bagas jadi terlihat semarah itu kepadanya."Dokter Rieka itu habis keguguran ... " Bagas tentu tahu apa yang telah terjadi dengan Rieka. Ya meski pun menyatakan menyerah untuk mendapatkan Rieka, tapi tetap saja dia selalu update tentang info mengenai dokter itu.Apalagi dengan papanya yang masih setia menjadi pasien Rieka. Tentu saja sedikit banyak Bagas jadi tahu a
"Waduh nambah satu lagi ini orang yang menyebalkan," Linggar mengeluhkan kedatangan Mahes.Kakak iparnya ini sama saja kerasnya dengan Edwin, kakak kandungnya dalam memberikan didikan kepadanya. Bahkan Mahes ini sering lebih sadis kalau ngomong, nusuk banget."Siapapun juga bakal ngamuk kalau liat kelakuan minus kamu itu, Nggar!" Laras ikutan menyeletuk mendukung ucapan suaminya."Kemana perginya Mbak Laras yang dulu selalu membelaku? Kenapa sekarang jadi ikutan menyebalkan begini?" Linggar pura-pura merengek manja pada Laras."Gak ada! Adanya sekarang Larasati yang bijaksana. Yang tahu mana benar dan salah." Jawab Laras sok bijak sekaligus congkak."Saking bijaknya sampai keasikan arisan ya?" Mahes balik menggoda nakal pada istrinya itu."Iiiiiih Mas Mahes bukannya memuji malah buka aib istrinya sendiri. Kesel deh, gak ada jatah buat kamu malam ini!" Sewot Laras pada suaminya."Hahaha kapok!" Linggar tertawa ngakak mendengar pe