Share

Kericuhan

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dua hari berlalu sejak Irawan mengirim pesan pada Lula. Selama waktu itu, Lula tak jua membalas pesannya. Akhirnya dengan terpaksa, Irawan harus tinggal di kediaman Carlen sedikit lebih lama.

"Aku tidak ingin istriku kepikiran, Tuan. Ini jadwal aku pulang ke Surabaya," pinta Irawan mengiba.

"Aku tidak bisa mengabulkan hal itu. Sesuai perjanjian awal, kau tetap tinggal di sini sampai Lula menanggapi pesanmu," tegas Carlen.

Mendengar hal itu, Irawan hanya bisa menunduk lesu. Dia lalu mencoba menghubungi Lula untuk kesekian kali, dan berakhir sia-sia.

"Tunggu saja sampai besok atau lusa," tutur Anike sambil memasang raut gelisah. Carlen menangkap bahasa tubuh sang istri yang tampak sedikit berbeda itu.

"Kau kenapa? Apa ada yang kau pikirkan?" tanya Carlen.

"Sebenarnya ... iya," jawab Anike ragu. Dia meringis saat Carlen terus memperhatikannya.

"Katakan padaku." Carlen sama sekali tak canggung saat menampakkan kemesraan bersama sang istri di depan Irawan. Dia membelai pipi Anike seraya
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Diculik

    "Teh! Ada di mana?" tanya Anike melalui panggilan telepon."Kamu di mana?" Tiara balas bertanya. "Lagi di taksi online. Kita ketemuan di mana, nih?" Anike kembali melontarkan pertanyaan."Langsung di cafe saja, ya. Sebentar lagi kukirim lokasinya," jawab Tiara sebelum mengakhiri percakapan.Setelah telepon dari sang kakak berakhir, Anike kembali tercenung untuk sesaat. Kalimat Lula yang mengatakan bahwa Carlen hanya memanfaatkan dirinya untuk mengusir kesepian, benar-benar mengganggu pikiran."Apa memang benar begitu?" gumam Anike pada diri sendiri. "Pantas saja dia tidak pernah membalas ucapan cintaku."Perlahan, Anike mengusap air mata yang meleleh di pipi. Dia memalingkan muka ke arah jendela ketika sopir taksi online sempat melirik dirinya dari kaca spion tengah. Di tengah kegalauannya, ponsel Anike tiba-tiba bergetar. Terdapat satu pesan masuk yang dia kira berasal dari Tiara. Namun ternyata hanya sebuah pesan tak jelas dari nomor tak dikenal. Dalam hati, Anike berharap Carlen

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Ketulusan

    Anike hanya bisa pasrah saat mobil penculik itu melaju dalam kecepatan tinggi melintasi jalan tol antar kota. Dua jam dia lalui dalam ketakutan sampai kendaraan yang Anike tumpangi, berhenti di sebuah pondok sederhana di pinggiran kota Bogor yang jauh dari kawasan perumahan penduduk."Ayo, turun!" sentak salah seorang pria sambil menodongkan pistolnya. Dia terus memaksa Anike agar memasuki pondok kecil berdinding kayu."Duduk!" Pria itu mendorong tubuh Anike secara kasar ke kursi kayu."Aduh!" Anike meringis kesakitan ketika sikunya membentur pegangan kursi."Hei, apa yang kalian lakukan, hah!" Bentak sebuah suara yang terdengar tak asing di telinga Anike. Istri Carlen itu menoleh dan mendapati Marten tengah berdiri garang di ambang pintu masuk."Orangnya sudah berhasil kami bawa kemari, Tuan," jawab pria yang membawa pisau lipat. "Aku hanya menyuruh kalian membawanya kemari, bukan berbuat kasar!" hardik Marten seraya berjalan mendekat."Kami terpaksa mengancamnya di bawah senjata ta

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Penyesalan

    Carlen semakin resah saat Anike tak dapat dihubungi sejak istrinya itu meninggalkan rumah siang tadi. "Memangnya kalian tidak ada yang melihat ke mana Anike pergi?" tanya Carlen kepada setiap anak buahnya yang berjaga di gerbang depan. "Kami tidak melihat waktu Nyonya keluar, Tuan," jawab Yanto. "Iya, kami baru mengetahui bahwa Nyonya pergi setelah melihat rekaman CCTV," sambung Bambang, rekan Yanto. "Nyonya juga tidak meminta saya untuk mengantarkannya, Tuan," lanjut Joni. "Dasar, kalian ini!" Carlen mendengkus kesal seraya mengacak-acak rambutnya. Dia lalu mencoba kembali menghubungi Anike. Namun, lagi-lagi operator seluler lah yang menjawab panggilannya. Tak ingin menyerah, Carlen juga menghubungi nomor telepon Tiara yang sejak tadi juga tak aktif . "Ck! Kemana kakak beradik ini? Susah sekali ditelepon, seperti orang penting saja," omelnya pelan. Tepat pada saat Carlen hendak mengakhiri panggilan, nada panggil yang tertuju pada Tiara, tiba-tiba tersambung. "Halo?" ucap suara

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Dilema

    Anike beringsut mundur sampai punggungnya menabrak dingin. Dia tidak bisa ke mana-mana lagi saat Marten berjalan semakin mendekat."Anda mau apa! Jangan macam-macam, ya!" sentak Anike."Tenanglah, Sayang. Aku hanya ingin melihat keadaanmu dari dekat," bujuk Marten seraya menyeringai."Berhenti!" pekik Anike. Sementara tangannya meraba-raba setiap barang yang ada di dekatnya yang mungkin bisa dijadikan senjata.Namun, hanya ada ponsel miliknya dan sebotol air mineral yang masih penuh. Anike langsung meraih botol itu dan melemparkannya pada Marten.Sayang, botol itu hanya mengenai udara di samping kepala Marten. Pria itu begitu gesit menghindar."Ah, sayang sekali. Lemparanmumu meleset, Anike," ledek Marten sambil tergelak.Pria tampan itu hendak merengkuh tubuh Anike, ketika tiba-tiba pintu kamar didobrak dengan paksa dari luar. Daun pintu yang terbuat dari kayu itu jebol dan terbuka lebar. Pandu berdiri di sana dengan napas terengah. "Anda keterlaluan, Tuan Marten! Kenapa anda harus m

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Benci Tapi Rindu

    Beberapa menit setelah menghubungi Pandu, Carlen duduk termenung menopang dagu di balik meja kerjanya. Dia sama sekali tak menyangka bahwa kehilangan jejak Anike dapat membuatnya sedemikian frustasi. "Apa yang kau lakukan padaku, Anike?" gumam Carlen lirih. "Kak." Tiba-tiba terdengar suara Lula dari arah pintu. Gadis itu tersenyum samar, lalu masuk dan duduk di hadapan Carlen. "Seharusnya aku kembali ke Jerman hari ini, tapi aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian dalam keadaan seperti ini.""Tidak apa-apa, Lula. Pendidikanmu lebih penting. Aku bisa mengatasi semuanya sendiri," hibur Carlen untuk menenangkan hati adiknya itu."Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada kalian berdua, karena aku bisa melihat dengan jelas rasa cinta yang teramat besar setiap kali kau memandang Anike, Kak," ujar Lula penuh sesal."Jangan khawatir. Kami akan baik-baik saja. Ini bukan pertengkaranku yang pertama kali bersama gadis aneh itu," sahut Carlen sambil terkekeh pelan."Kalau begitu, kabari terus perkem

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Bahasa Isyarat

    Anike bergegas turun ke lantai bawah, lalu berusaha membuka pintu yang ternyata terkunci rapat. "Pintunya tidak bisa dibuka! Anda tunggu Pak Pandu saja sampai datang!" seru Anike dari dalam. Hal itu semakin memantik pikiran buruk dalam kepala Carlen. Ditambah dengan rasa cemburu yang sangat menggebu. "Bisa-bisanya kau berbuat seperti ini, Anike!" sentak Carlen nyaring, membuat Anike terhenyak, lalu mundur perlahan. "Kenapa anda marah-marah? Harusnya aku yang marah!" balas Anike tak kalah nyaring. Carlen begitu gemas mendengar perkataan Anike. Dia tak bisa menunggu lebih lama lagi sampai Pandu kembali. Tanpa berpikir panjang, Carlen langsung menendang pintu depan sekuat tenaga hingga engselnya jebol. Daun pintu berbahan kayu jati itupun terbuka lebar. Carlen sempat tertegun menatap Anike yang tak ditemuinya selama 30 jam, tetapi terasa bagaikan berhari-hari. Tak dapat dipungkiri bahwa dia sangat merindukan sang istri. "Aku kecewa padamu, Anike," gumam Carlen lirih. "Aku juga kecew

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Dipaksa Pulang

    "Dan kau percaya?" tanya Carlen dengan sorot mata yang tampak begitu kecewa. "Rasanya sulit untuk tidak percaya kalau melihat foto seterang dan sejelas ini," jawab Anike lirih. "Kau bisa menanyakan pada semua orang yang tinggal di rumahku, tentang apa yang kulakukan selama kau menghilang. Kalau kau masih tidak percaya, periksa saja rekaman CCTV di seluruh kediamanku," tantang Carlen. "Lantas, darimana Diana mendapatkan foto-foto anda yang setengah telanjang itu?" cecar Anike. "Mana kutahu!" timpal Carlen. Sementara, Pandu hanya menjadi penonton atas pertikaian antara suami istri tersebut. Dia memandang Anike dan Carlen secara bergantian setiap kali mereka berbicara. "M-maaf," sela Pandu ragu-ragu. "Apa!" sahut Anike dan Carlen secara serempak, membuat Pandu sedikit terkejut. "Bagaimana kalau kita masuk dulu dan berdiskusi di dalam?" tawar Pandu sambil membuat gerakan tangan yang sama seperti saat dia memberi penjelasan pada Carlen tadi. "Tidak perlu diskusi. Anike akan pulang

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Yang Terdalam

    Anike tak banyak bicara saat Carlen menggandeng dan membawanya masuk ke dalam kamar. Lemah lembut Carlen mendudukkan istrinya ke tepian ranjang. Dia lalu duduk di samping Anike, sambil melingkarkan tangan di pundak wanita yang telah berhasil menguasai hatinya itu. "Apa kau paham bahasa isyarat yang tadi disampaikan oleh Pandu?" tanya Carlen memulai pembicaraan. Anike menjawabnya dengan gelengan pelan. "Gerakan tangan membentuk huruf 'O' itu adalah sebagai tanda bahwa semua yang diucapkan oleh Pandu adalah kebalikannya," tutur Carlen. "Maksudnya?" Anike mulai tertarik. Dia menoleh pada Carlen dengan raut penuh tanda tanya. "Tadi Pandu mengatakan bahwa Marten mengantarkan dan melindungimu dengan sangat baik. Itu artinya, apa yang Marten lakukan sebenarnya adalah kebalikannya," jelas Carlen. "Iya, betul! Dia menyuruh orang tak dikenal untuk menculik saya saat hendak pulang, Tuan!" sahut Anike berapi-api. "Astaga." Carlen mengepalkan tangannya erat. "Tak kusangka bahwa dia akan b

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Anugerah Terindah

    "Anike!" seru Carlen seraya melemparkan pistol yang berhasil dia rebut dari Diana, ke arah Marten. Marten sigap menangkap pistol tersebut dan menyembunyikannya di balik pinggang. Sementara Maya berteriak histeris melihat Anike yang terkulai. Dia menghambur bersamaan dengan Carlen yang mengangkat tubuh istrinya. Diana sendiri hanya bisa berdiri terpaku. Tubuhnya membeku melihat Anike yang bersimbah darah. "Awasi Diana! Aku akan membawa Anike ke rumah sakit!" titah Carlen yang tak memedulikan apapun lagi. Dia membopong sang istri yang tak sadarkan diri menuju mobil mewah yang masih terparkir di halaman."Ya, Tuhan! Ada apa ini, Tuan?" Yanto berlari tergopoh-gopoh mendekati majikannya. "Siapkan mobil! Antarkan aku ke rumah sakit!" seru Carlen. Tanpa membuang waktu, Yanto segera membukakan pintu mobil dan membantu membaringkan Anike di jok belakang. Dia meletakkan kepala Anike di pangkuan Carlen. Setelah memastikan bahwa Carlen dan Anike berada pada posisi nyaman, Yanto bergegas duduk

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Kemeja Putih

    "Kenapa, Tuan?" tanya Anike curiga. Diperhatikannya wajah tampan sang suami yang seolah tengah menyembunyikan sesuatu. "Kita harus pulang sekarang," ucap Carlen tanpa menjawab pertanyaan Anike. "Kamu juga Maya. Kemasi barang-barangmu sekarang juga. Kita akan kembali ke Jakarta sekarang sebelum bertolak ke Jerman," ajak Marten. Anike dan Maya tak membantah sama sekali. Setelah memberi pengertian pada Saodah dan Abdul Manaf, serta berpamitan pada para tamu, dua pasang mempelai itu bergegas meninggalkan gedung resepsi. Carlen dan Anike kembali ke rumah Abdul Manaf, sedangkan Marten membantu Maya bersiap-siap. Satu jam kemudian, sopir pribadi Carlen datang menjemput. Mereka masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, membuat Anike semakin was-was. "Sebenarnya ada apa ini, Tuan?" desaknya. Carlen yang duduk di samping Anike, hanya bisa menarik napas panjang. Butuh waktu lama baginya untuk menjawab pertanyaan sang istri. "Ini tentang Diana," ucap Carlen pada akhirnya. "Kenapa lagi dia?"

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Take Her Away

    Maya ragu-ragu menatap Marten. Pria di hadapannya itu sungguh bersikap di luar dugaan. Pertemuan mereka yang singkat sama sekali tak membuat Marten ragu untuk melamar Maya. "Apa anda yakin, Tuan?" tanyanya hati-hati. "Seratus persen!" jawab Marten tegas. "Meskipun kita baru saja bertemu dan berkenalan?" tanya Maya lagi, sekadar untuk memastikan. "Aku bukan pria plin-plan. Sekali 'iya', maka selamanya akan tetap seperti itu. Aku ingin menikahi dan membawamu pergi," jelas Marten. "Nanti kalau anda tidak cocok dengan sifat dan kebiasaanku, bagaimana? Saya orangnya suka ngambekan," ungkap Maya. "Suka kentut juga," sahut Tatang. "Makannya banyak!" Engkos Kusnandar juga tak mau kalah. "Itu semua adalah resiko yang harus kuterima dengan lapang dada," ucap Marten. "Aku sudah mempunyai modal awal, yaitu perasaan jatuh cinta padamu. Seharusnya rasa itu saja sudah cukup untuk mengatasi semua hal-hal tak menyenangkan yang mungkin muncul di masa yang akan datang," lanjutnya. "Tuan ...." Ma

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Lamaran Mendadak

    "Aku pergi dulu," ucap Marten. Dia tak memedulikan tugasnya sebagai pendamping Carlen di pelaminan. Marten malah berlari turun mengejar Maya. "Hei, sedang apa?" sapanya pada gadis cantik itu.Maya sedikit terkejut dan langsung menoleh. "Eh, Tuan," jawabnya balas menyapa. "Sedang membantu menghidangkan makanan untuk para tamu."Buat apa? Sudah ada wedding organizer yang mengurus segalanya. Ikut aku saja," ajak Marten. Dia menggandeng Maya keluar dari gedung, menuju ke taman belakang. "Mau apa ke sini, Tuan?" tanya Maya keheranan."Tidak ada. Hanya ingin mengobrol saja. Di dalam terlalu banyak orang. Selain itu, aku tak suka dipajang seperti patung," gerutu Marten."Itu namanya bukan dipajang, Tuan. Anda itu mewakili keluarga Tuan Carlen,' tutur Maya."Ah, ribet sekali. Aku tidak suka. Seharusnya cukup dua orang itu saling mencintai. Kalaupun menikah, tidak perlu mengundang banyak orang seperti ini. Merepotkan saja." Marten terus mengungkapkan rasa kesalnya."Nanti kalau anda menikah,

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Pesta Kampung

    "Berikan aku alamatnya!" desak Diana. "Maaf, saya sendiri juga tidak tahu," jawab Yanto. "Jangan bohong kamu, ya!" Diana nekat maju, mendekati Yanto. Tanpa ragu, dia menarik krah seragam satpam yang Yanto kenakan. "Cepat berikan alamat mertua Carlen! Atau aku akan ...." "Ada ribut-ribut apa ini?" tanya seseorang, memotong kalimat Diana begitu saja. Wanita itu segera melepaskan cengkeramannya dari Yanto dan menoleh ke arah suara. "Oh, Pak Pandu rupanya." Diana tersenyum sinis. "Silakan anda pergi dari sini kalau tidak ingin saya panggilkan polisi," ancam Pandu dengan raut datar. "Anda tidak bisa memaksa saya!" Diana malah mengangkat dagu, seolah menantang Pandu. "Anda sudah cukup banyak membuat masalah, Bu Diana. Mulai dari menjebak Tuan Carlen, melukai, menipu serta terlibat dalam penculikan terhadap Nyonya Anike. Jika Tuan Carlen berkenan memproses kasus ini ke jalur hukum, maka saya dapat memastikan bahwa anda akan mendekam lama di penjara. Apalagi koneksi Tuan Carlen terhada

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Dua Sisi

    Beberapa hari telah berlalu, kini Marten telah terbiasa melakukan segala pekerjaan rumah tangga. Mulai dari menyapu, mengepel dan mencuci piring. Dia bahkan bisa mencuci bajunya sendiri dengan cara manual. Selama waktu itu, dia juga semakin akrab dengan Maya. Seperti siang itu saat mereka berdua berbincang santai di teras depan. "Kapan teh Anike datang?" tanya Maya basa-basi. "Kabarnya sih hari ini. Tadi dia meneleponku," jawab Marten. "Anda sampai kapan di sini?" tanya Maya lagi. "Mungkin sampai selesai resepsi. Kenapa?" Marten balik bertanya. Dia mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Maya dan menatap paras cantik itu dengan sorot penuh kekaguman. "Tidak apa-apa." Maya menggeleng pelan seraya memalingkan muka. Dia sama sekali tak terbiasa beradu pandang dalam jarak yang sedekat itu. "Apa kamu mau ikut denganku?" tawar Marten tiba-tiba, membuat Maya langsung menoleh ke arahnya. "Ikut? Ke ... kemana?" tanya gadis lugu itu terbata. "Kita ke Jakarta dulu, setelah itu aku akan men

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Air Mata Bawang

    Tanpa memedulikan celotehan Abdul Manaf, Marten langsung berdiri dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Pisau yang digunakan untuk membersihkan sisik ikan, Marten lemparkan ke atas tanah. "Hei, Nak Marten! Mau ke mana?" tanya Abdul Manaf keheranan. Tak hanya dirinya, bapak-bapak yang lain pun bingung melihat tingkah pria asli Jerman itu. "Ikannya masih banyak yang belum dibersihkan!" teriaknya. Akan tetapi, Marten tetap tak memedulikan panggilan itu. Fokus utamanya hanyalah Maya. Gadis itu terlihat sangat cantik dan segar dalam balutan daster merah. Wajahnya terlihat amat menawan meskipun tak berpoleskan make up sama sekali. "Hei! Ayo, bantu aku memutilasi ikan," ajak Marten sesaat setelah dirinya berhasil menyusul Maya dan mencekal lengannya. "Hah?" Maya langsung menoleh sambil mengernyitkan dahi. "Itu, membuang sisik ikan dan membelah perutnya," ujar Marten seraya mengarahkan telunjuknya pada Abdul Manaf bersama sekum

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Daster Merah

    Kegiatan menguras kolam ikan berlangsung sampai jam delapan pagi. Mereka baru berhenti setelah semua ikan berhasil ditangkap. Kolam tersebut menyisakan lumpur hitam yang semburat tak beraturan, akibat perang lumpur yang sempat berlangsung. "Aku merasa badanku gatal-gatal," gerutu Marten yang lebih dulu melompat keluar dari kolam. "Nak Marten mau mandi?" tanya Saodah. "Itu sudah pasti. Aku tidak tahan baunya," jawab Marten sambil bersungut-sungut. "Kalau begitu, harus antri. Di sini emak yang berhak masuk ke kamar mandi lebih dulu!" ujar Abdul Manaf. "Kalian punya berapa kamar mandi?" Marten menautkan alisnya. "Satu." Abdul Manaf tersenyum lebar seraya menepuk pundak Marten. "Apa! Jadi, aku harus antri?" Marten menunjuk batang hidungnya yang mancung. "Kau urutan terakhir," sahut Carlen enteng. Dia melangkah santai melewati Marten sambil merangkul Anike. "Sialan!" umpat Marten. Dia sudah tak taha

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Budak Cinta

    Anike dan Carlen tengah berkencan di ruang tamu. Mereka berdua asyik bercengkerama. Tak jarang Carlen mencuri-curi ciuman dari sang istri. Sementara Anike membalasnya dengan cubitan mesra di pipi dan pinggang. Namun, kemesraan itu harus terjeda ketika Marten masuk ke dalam rumah sambil senyum-senyum sendiri. "Kenapa berhenti? Lanjutkan pacarannya. Anggap saja aku tak ada di sini," ucap Marten santai saat pasangan suami istri itu menatap heran ke arahnya. "Darimana, Marten? Perasaan tadi kau masuk ke dalam kamar?" tanya Carlen bingung. "Kau tidak perlu tahu." Marten mengedipkan sebelah mata, kemudian berlalu begitu saja menuju kamarnya, membuat Carlen dan Anike semakin bertanya-tanya. Dua sejoli itu saling pandang sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali bermesraan. Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Malam datang menjelang. Di kampung Anike, jam sembilan malam terasa seperti tengah malam. Warga lebih suka bergelung di balik selimut di kamar masing-masing. Seperti halnya Mar

DMCA.com Protection Status