Home / Romansa / Menjadi Istri Keponakan sang Mantan / Bab 51 : Permintaan Maaf William

Share

Bab 51 : Permintaan Maaf William

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2025-03-15 21:32:32

Sophia masih duduk di tepi ranjang, memeluk kedua lututnya. Sejak kejadian semalam, tubuhnya masih terasa lemas, pikirannya masih kalut. Ia tidak bisa menghilangkan rasa takut yang menyelimuti dirinya. Matanya memandang kosong ke luar jendela, menatap langit pagi yang tampak mendung, seolah mencerminkan perasaannya yang masih kelabu.

Suara ketukan di pintu membuatnya tersentak. Ia menghapus air mata yang sempat menggenang di sudut matanya dan berusaha menenangkan dirinya.

"Masuk," ucapnya dengan suara yang sedikit serak.

Saat pintu terbuka perlahan, ia melihat sosok William yang berdiri dengan raut wajah tenang, tapi sorot matanya menyiratkan perasaan bersalah. Sophia segera berdiri, meskipun tubuhnya masih terasa lemah.

"Kakek ...."

William mendekat, langkahnya terukur dan penuh kehati-hatian. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya dengan suara yang lebih lembut dari biasanya.

Sophia tersenyum tipis, meskipun tatapan matanya masih menyimpan kepedihan. "Aku baik-baik saja, Kak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 52 : Perubahan Sikap Robert

    Sophia menatap ayahnya dengan bingung. Selama ini, Robert adalah orang yang paling menentang hubungannya dengan Daniel. Ia yang paling keras menolak Daniel masuk ke dalam hidupnya. Tetapi sekarang? Ayahnya justru terlihat membela pria itu. Sesuatu terasa janggal. "Ayah ..." Sophia akhirnya bersuara, meski ia terlihat ragu. "Kenapa Ayah tiba-tiba membela Daniel?" Robert terdiam sejenak, lalu menatap Sophia dengan serius. "Ayah tidak membelanya, Sophia. Ayah hanya mengatakan yang sebenarnya." "Tapi ..." Sophia mengernyit, mencoba memahami maksud ayahnya. "Dulu Ayah yang paling tidak setuju jika aku dekat dengan Daniel. Ayah selalu berkata kalau dia bukan orang yang tepat untukku." Robert menghela napas panjang, matanya menerawang jauh, dulu ia memang menentang hubungan putrinya dengan Daniel, tapi setelah ia tahu bahwa ternyata Daniel yang membantunya membayar biaya rumah sakit, ia menjadi goyah. "Dulu, ayah hanya melihat Daniel sebagai seorang pria yang tidak memiliki apa

    Last Updated : 2025-03-16
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 53 : Kehamilan Sophia

    Di lorong rumah sakit yang sepi, Jane berjalan mondar-mandir dengan wajah cemas. Kedua tangannya saling menggenggam erat, berulang kali menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ketika menemukan Sophia tergeletak pingsan di jalan tadi, ia begitu panik. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Setahunya, Sophia tidak memiliki riwayat penyakit serius. Lalu, mengapa tiba-tiba ia jatuh tak sadarkan diri seperti itu? Jane melirik pintu ruang perawatan tempat sahabatnya berada. Rasanya ingin segera masuk dan melihat kondisinya, tapi dokter masih memeriksa. Waktu terasa berjalan begitu lambat. "Kenapa bisa begini …?" gumamnya dengan napas tidak stabil. Saat itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Jane menoleh, dan pada saat itu juga ia melihat dokter. Jane segera menghampiri dokter begitu pria itu keluar dari ruang perawatan. "Dokter, bagaimana keadaan sahabat saya?" tanyanya, suaranya bergetar karena cemas. Dokte

    Last Updated : 2025-03-16
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 54 : Pikiran yang Terhenti

    Pintu kamar perawatan terbuka pelan, memperlihatkan sosok dokter yang melangkah masuk dengan berkas di tangan. Jane, yang sejak tadi duduk di kursi samping ranjang, segera bangkit dan menoleh ke arah datangnya dokter tersebut. Sophia juga ikut menoleh, meskipun tubuhnya masih terasa lemas. Ada ketegangan di wajahnya, tapi ia berusaha untuk mendengar apa pun yang akan dikatakan dokter. Dokter menghampiri mereka, memberikan senyum tipis sebelum berbicara, "Nona Sophia, bagaimana perasaan Anda sekarang? Apakah masih merasa pusing atau mual?" Sophia menggigit bibirnya sesaat sebelum menggeleng pelan. "Sedikit pusing, tapi sudah jauh lebih baik," jawabnya lirih. Dokter mengangguk, lalu melihat sekilas ke berkas di tangannya. "Itu wajar. Kehamilan Anda masih sangat awal, baru menginjak lima minggu, jadi tubuh Anda sedang beradaptasi dengan perubahan hormon." Mata Sophia sedikit melebar. Meski ia sudah mendengar kabar itu sebelumnya, tetap saja sulit baginya untuk benar-benar men

    Last Updated : 2025-03-17
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 55 : Hati yang Semakin Hancur

    Sophia tidak tahan lagi. Setiap kata yang keluar dari mulut Daniel terasa seperti pisau yang mengoyak hatinya perlahan. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis yang hampir pecah. Napasnya terasa sesak, seakan ada beban berat yang menghimpit dadanya. Tanpa berpikir panjang, ia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan ruangan tersebut. Begitu tiba di kamar, ia segera menutup pintu dan bersandar di sana, membiarkan tubuhnya merosot ke lantai. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya jatuh tanpa bisa ia kendalikan. Tangan Sophia kembali turun ke perutnya, mengusap lembut permukaannya yang masih rata. Ada kehidupan kecil yang sedang tumbuh di dalam dirinya—anak dari pria yang masih mencintai wanita lain. "Kenapa harus sekarang?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar di antara isakannya. Sementara itu, di dalam kamar Daniel, percakapan antara ayah dan anak itu berlanjut. "Tapi itu dulu ... sebelum dia pergi meninggalkan aku." Mata William menyipit sedikit, menat

    Last Updated : 2025-03-17
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 56 : Penolakan Daniel

    Sophia memasuki kamarnya dengan gontai. Pikirannya masih kacau setelah mendengar percakapan Daniel dan William. Pintu ia tutup perlahan dengan hati-hati. Sepasang mata coklatnya langsung tertuju pada sebuah laci di sudut ruangan—tempat di mana ia menyimpan obat pemberian ibunya, Rose. Dengan napas yang masih tersengal akibat isakan yang ia tahan sejak tadi, ia berjalan mendekat dan menarik laci itu. Jemarinya sedikit gemetar saat meraih sebuah botol kecil berisi obat. Ia duduk di tepi ranjang, menatap botol itu dengan ekspresi kosong. Pikirannya berputar tanpa henti. "Apa aku harus menggunakan ini sekarang?" Jantungnya berdetak cepat. Ia tahu betul bahwa kehamilan ini adalah sesuatu yang tidak mungkin ia umumkan kepada keluarga Williams. Mereka tidak akan menerimanya. Bukan hanya karena statusnya sebagai istri orang lain, tetapi juga karena anak ini adalah darah daging Daniel—pria yang selama ini hanya menganggapnya sebagai bayangan di balik masa lalunya yang gagal. Tanganny

    Last Updated : 2025-03-18
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 57 : Rencana Sophia

    David mengusap matanya, berusaha mengusir kantuk yang tiba-tiba menyerangnya. Kelopak matanya terasa semakin berat, seakan sesuatu yang menariknya ke dalam tidur. "Kenapa aku merasa ngantuk sekali …?" gumamnya dengan suara samar. Sophia, yang mendengar keluhan suaminya, segera menghampiri dan menatapnya dengan perhatian. Ekspresi di wajahnya tetap tenang, seolah tidak ada yang aneh. "Mungkin kau terlalu lelah. Ayo, tidurlah dulu. Aku akan membantumu beristirahat." Dengan perlahan, Sophia membantu David merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tangannya menarik selimut, menyelimutinya dengan perhatian—atau setidaknya, itulah yang terlihat di permukaan. "Apa kau mau aku ambilkan makan dulu?" tanyanya, suaranya terdengar begitu tulus. David menggeleng pelan. "Tidak perlu, aku hanya ingin tidur saja." Matanya yang semula berusaha terbuka kini mulai tertutup rapat-rapat. Tubuhnya terasa semakin berat, kesadaran David perlahan tenggelam dalam kantuk yang tak bisa dilawan. Sophia

    Last Updated : 2025-03-18
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 58 : Garis Dua

    Di salah satu meja dekat jendela, seorang pria bertubuh tegap duduk dengan tangan terlipat di depan dada. Matanya menatap lurus ke arah pintu masuk, sedari tadi ia sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian, seorang wanita melangkah masuk. Begitu melihat pria yang sedang menunggunya, Sophia langsung berjalan ke arah lelaki itu. John mengangkat alis, ia sedikit tersenyum saat melihat kedatangan Sophia. "Kau akhirnya datang juga." Sophia duduk tanpa basa-basi. Ia meletakkan tasnya di atas meja, lalu menatap pria di hadapannya dengan tegas. "Aku tidak punya waktu untuk berlama-lama, John. Aku butuh bantuanmu." John menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Sophia dengan penuh minat. "Bantuan apa?" "Aku ingin kau mencari tahu siapa yang telah menabrak ayahku." Senyuman John langsung menghilang. Matanya menyipit, menatap Sophia dengan serius. "Kecelakaan yang terjadi beberapa bulan lalu? Kau yakin itu bukan sekadar kecelakaan biasa?" "Aku tidak percaya itu hanya kebetulan.

    Last Updated : 2025-03-19
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 59 : Kabar Baik & Buruk

    Pagi ini, Sophia dan David menuruni tangga bersama. Tangan Sophia menggapit lengan David, pemandangan itu mengejutkan bagi semua orang yang sudah duduk di meja makan. Biasanya, mereka selalu datang secara terpisah, seolah-olah rumah ini hanyalah tempat singgah bagi dua orang asing yang kebetulan berbagi ikatan pernikahan. Namun, pagi ini berbeda. Daniel yang sedang menuangkan kopi ke dalam cangkirnya tiba-tiba menghentikan gerakannya. Jemarinya mencengkeram pegangan teko sedikit lebih erat, dan rahangnya mengeras saat melihat bagaimana eratnya genggaman Sophia pada David. Apa yang sedang terjadi di sini? Daniel bahkan tidak sadar bahwa ia menuangkan kopi terlalu penuh hingga tumpah ke atas meja. Sementara itu, Anne yang duduk di seberang meja juga tampak tidak senang. Bibirnya tertarik menjadi garis tipis, matanya terlihat begitu marah, saat tertuju pada tangan Sophia yang menggenggam lengan David begitu erat, seakan mereka adalah pasangan suami istri yang paling romantis.

    Last Updated : 2025-03-19

Latest chapter

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 87 : Sebuah Firasat

    Maid berjalan dengan hati-hati menyusuri koridor menuju kamar Sophia. Di atas nampan yang ia bawa, cangkir porselen berisi susu hangat bergoyang sedikit, tetapi tetap berada dalam keseimbangan. Aroma lembutnya menyebar di udara, menciptakan rasa nyaman. Setibanya di depan kamar, maid mengetuk pintu dengan sopan. "Nyonya Sophia, ini saya. Saya membawakan susu untuk Anda." Tak ada jawaban langsung. Maid menunggu beberapa detik sebelum kembali mengetuk, kali ini sedikit lebih keras. Barulah terdengar suara pelan dari dalam. "Masuklah." Dengan lembut, maid mendorong pintu dan melangkah masuk. Sophia sedang duduk di tempat tidur, bersandar pada bantal tebal. Wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi ia sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. "Terima kasih," kata Sophia lemah, mencoba tersenyum saat melihat maid itu mendekat. "Susu hangatnya baru saja dibuat, Nyonya. Minumlah selagi masih hangat," ujar maid sambil meletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidur

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 86 : Kepulangan Sophia ke Mansion William

    Mansion William sore ini terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya matahari yang mulai meredup menyorot jendela-jendela besar, memberi kesan nyaman di dalam rumah megah itu. Saat mobil yang membawa Sophia dan David berhenti di depan pintu utama, seorang pelayan dengan sigap membukakan pintu mobil untuk mereka. Sophia melangkah turun dengan hati-hati. Tubuhnya masih terasa sedikit lemah, tapi setidaknya lebih baik dibandingkan saat ia pingsan beberapa hari lalu. Pandangannya langsung menangkap sosok William yang berdiri di depan pintu, menatapnya dengan perhatian. "Sophia, bagaimana keadaanmu?" suara berat William terdengar hangat, membuat hati Sophia sedikit tenang. Ia tersenyum, berusaha meyakinkan pria tua itu. "Aku baik-baik saja, Kakek. Dokter bilang aku hanya sedikit demam." William mengangguk, meski garis khawatir di wajahnya belum sepenuhnya hilang. "Kamu harus banyak istirahat, jangan terlalu capek, apalagi sekarang kamu sedang hamil. Kamu harus menjaga kesehatanmu, menge

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 85 : Kesepakatan Berbahaya

    Laura menatap layar ponselnya dengan kesal. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Daniel, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Jemarinya mengetuk meja dengan tidak sabar, matanya menatap layar yang kembali menampilkan panggilan tak terjawab. "Kenapa sih, Daniel?!" gerutunya, lalu melempar ponselnya ke sofa dengan kasar. Saat itu juga, Anne melangkah masuk dan langsung menangkap ekspresi kesal di wajah Laura. Ia mendekati wanita itu dengan alis sedikit berkerut. "Kau kenapa?" tanyanya ingin tahu. Laura mendesah frustrasi, lalu menyilangkan tangan di depan dada. "Aku sudah menelepon Daniel berkali-kali, tapi dia sama sekali tidak mengangkat panggilanku. Aku tidak tahu dia sedang di mana dan apa yang sedang dia lakukan." Anne menatapnya dengan sorot mata penuh pertimbangan, lalu duduk di samping Laura. Ia menghela napas pelan sebelum akhirnya berkata, "Aku sendiri tidak tahu mengapa Daniel begitu khawatir terhadap Sophia. Apalagi sejak dulu, aku selalu merasa ada sesuatu di ant

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 84 : Hati yang Hancur

    Daniel menghapus air mata yang jatuh di pelupuk mata Sophia dengan pelan. Ibu jarinya menyapu pipi wanita itu dengan hati-hatian, ia takut menyakiti Sophia lebih jauh. Manik mata mereka beradu. Namun, Sophia segera mengalihkan pandangannya, ia tidak sanggup menatap Daniel lama-lama. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, hm?" suara Daniel terdengar rendah. Sophia mencoba tersenyum, tetapi yang terbentuk di bibirnya hanya lengkungan samar yang menyakitkan. Hatinya terasa begitu sesak, dipenuhi oleh pertanyaan yang sejak dulu selalu ia pendam. Apakah semua ini hanya perasaannya sendiri? Apakah selama lima tahun terakhir, hanya ia yang jatuh cinta tanpa pernah benar-benar dicintai? Kenangan itu menyeruak, membawanya kembali ke masa lalu. Ia mengingat bagaimana ia selalu menunggu Daniel mengatakan cinta padanya. Lima tahun mereka bersama, melewati begitu banyak kebersamaan—dari momen sederhana hingga kebahagiaan yang seharusnya sempurna. Tapi selama itu juga, tidak sekalipun Daniel meng

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 83 : Kekhawatiran yang Tak Terucap

    Daniel menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, membiarkan kulitnya terbuka pada udara dingin ruangan. Pandangannya jatuh pada mangkuk bubur yang masih mengepulkan uap tipis di atas nakas. Ia meraih mangkuk itu, jemarinya melingkari sisi keramik yang masih hangat. Ia beralih ke sisi tempat tidur, menarik kursi mendekat sebelum duduk. Matanya mengamati sosok di depannya—wajah pucat itu, bibir kering yang sedikit terbuka, serta napas yang terdengar lemah. Bahkan tanpa menyentuhnya, ia bisa merasakan betapa rapuhnya perempuan ini sekarang. "Sophia," panggilnya lembut. Ia menyendok bubur ke dalam sendok dan meniupnya perlahan. "Makanlah. Kamu butuh tenaga agar cepat sembuh." Perempuan itu menggeleng pelan, matanya tak sekalipun bertemu dengan milik Daniel. "Aku tidak berselera." Suaranya nyaris tak terdengar, begitu pelan hingga hampir menyatu dengan keheningan di antara mereka. Daniel menatapnya, rahangnya mengencang. Ia meletakkan sendok ke dalam mangkuk, lalu menghela napas ber

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 82 : Kejujuran Sophia

    Kelopak mata Sophia perlahan bergerak, perlahan ia lalu membuka mata. Cahaya dari jendela membuatnya harus berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya. Napasnya masih terasa berat, dan tubuhnya lemas. Namun, hal pertama yang membuatnya terkejut bukanlah rasa sakit di kepalanya—melainkan sosok pria yang duduk di sampingnya. "Daniel …" gumamnya parau. Tenggorokannya terasa kering, suaranya nyaris tak keluar. Daniel menoleh dengan cepat begitu mendengar suara Sophia. "Kamu sudah sadar," katanya, nada suaranya terdengar lega. Sophia masih berusaha memahami situasinya. Matanya mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mengenali tempat ini. Bau khas antiseptik langsung menyadarkannya—ia berada di rumah sakit. "Aku di rumah sakit?" bisiknya. Pikirannya mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Terakhir yang ia ingat, ia sedang menuruni tangga … lalu semuanya menjadi buram. "Di mana David?" tanya Sophia, sembari menyapu ke setiap penjuru ruangan mencari sosok suaminya, tap

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 81 : Membawa Sophia

    "Sophia, bangun." Daniel menepuk pipi Sophia dengan pelan. Namun, wanita itu tetap terkulai lemas, sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Semua mata tertuju pada Daniel. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara napas tertahan yang terdengar. Tak ada yang menyangka bahwa Daniel, yang selama ini tampak tenang dan tak banyak bicara soal Sophia, akan bereaksi seperti ini. Bahkan William, yang mengenal anaknya lebih dari siapa pun, tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Namun, ada satu hal yang lebih aneh. David. Pria yang seharusnya menjadi orang pertama yang panik saat melihat istrinya pingsan justru tetap duduk di kursinya. Wajahnya memang terlihat terkejut, tapi tidak ada kegelisahan nyata di matanya. Tidak seperti Daniel, yang kini dengan cemas memeluk tubuh Sophia dalam dekapannya. Daniel mengeratkan rahangnya. Tanpa pikir panjang, ia menyelipkan satu tangan ke bawah lutut Sophia dan satu lagi di punggungnya, lalu mengangkat tubuh Sophia dengan mudah. "Aku

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 80 : Keadaan Sophia

    Saat langkah Sophia menaiki anak tangga, ia bisa merasakan detak jantungnya masih belum kembali normal. Perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya, udara di dalam rumah ini terasa lebih berat sejak Daniel datang. Tangannya mencengkeram pegangan tangga lebih kuat, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang menghantam dadanya. Ia harus pergi dari sini, menjauh dari tatapan Daniel, menjauh dari segala kegelisahan yang baru saja ia rasakan. Namun, saat baru saja mencapai lantai atas, ia tak bisa menahan diri untuk berhenti sejenak. Dari tempatnya berdiri, ia masih bisa mendengar samar suara William menyambut Daniel dan Laura di ruang kerja. "Nah, kalian akhirnya datang," suara William terdengar hangat. "Duduklah." "Maaf, Paman, kami sedikit terlambat," ujar Laura dengan nada lembutnya yang dibuat-buat. Sophia mengepalkan jemarinya tanpa sadar. Bahkan tanpa melihatnya pun, ia tahu Laura sedang bertingkah seolah menjadi tunangan sempurna bagi Daniel. Lalu, suara Daniel terdengar,

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 79 : Belum Siap

    Pagi ini, aroma teh melati menguar dari dapur. Sophia menuangkan air panas ke dalam cangkir porselen dengan hati-hati, memastikan suhu dan takarannya pas. Ia tak pernah menambahkan gula dalam teh William. Bukan karena lelaki itu tidak menyukainya, tetapi karena kebiasaan yang sudah tertanam bertahun-tahun—William selalu menikmati tehnya pahit, hanya dengan sedikit perasan lemon untuk memberikan rasa segar. Ia mengangkat cangkir itu perlahan, untuk segera membawanya ke ruang kerja William. "Nona, mengapa Anda tidak meminta maid saja untuk membuat teh?" suara Lewis, kepala pelayan keluarga, terdengar tegas. Sophia berhenti sejenak, menoleh ke arah pria paruh baya itu dengan senyum tipis. "Aku ingin membuatnya sendiri." "Tapi—" "Tidak apa-apa, Lewis," potong Sophia sebelum pria itu bisa menyelesaikan kalimatnya. "Aku hanya ingin memastikan bahwa teh ini dibuat dengan tanganku sendiri." Lewis menatapnya beberapa saat, seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi akhirnya ia hanya men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status