Beranda / Romansa / Menjadi Istri Keponakan sang Mantan / Bab 40 : Masa Lalu yang Kembali

Share

Bab 40 : Masa Lalu yang Kembali

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 13:34:05

Sosok wanita bertubuh langsing melangkah dengan anggun menuju di mana tempat William dan keluarganya sedang berada.

Semua orang menatap kagum ke arah wanita itu, penampilannya malam ini begitu mempesona.

Rambut pirangnya disanggul rapi, beberapa helai dibiarkan jatuh di sekitar wajahnya.

Gaun merah yang membalut tubuhnya begitu sempurna, mengikuti setiap lekuk tubuhnya tanpa berlebihan.

Sementara leher jenjangnya dihiasi kalung berlian yang berkilau setiap kali ia bergerak.

Wanita itu melangkah dengan percaya diri. Sepatu hak tinggi yang berkilauan muncul sesekali dari balik gaunnya, menyempurnakan keseluruhan penampilannya yang membuat semua mata enggan berpaling.

Wanita itu adalah Laura James, putri sulung James, seorang pengusaha ternama di kota ini. Namun, bukan hanya status keluarganya yang membuat namanya dikenal, tetapi juga hubungannya dengan seseorang di ruangan ini.

Mantan kekasih Daniel.

Lebih tepatnya, cinta pertama Daniel.

Daniel berdiri mematung, matanya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 41 : Kebimbangan Daniel

    Daniel dan Laura berdiri berhadapan di sebuah ruangan yang sepi. Suara bising dari pesta ulang tahun William terasa jauh, seakan hanya ada mereka berdua di dunia ini. Laura menggigit bibirnya, matanya menatap Daniel dengan ragu. "Daniel … aku minta maaf." "Untuk apa?" "Aku tahu aku salah telah meninggalkanmu dulu." Sebuah senyum sinis terukir di wajah Daniel. "Lima tahun kau pergi tanpa kabar, dan sekarang kau kembali hanya dengan maaf?" Laura mengepalkan tangannya, ia tahu ia salah karena telah meninggalkan Daniel begitu saja. "Aku pergi bukan tanpa alasan, Daniel. Aku harus melakukannya." Daniel menatapnya tajam. "Harus? Kenapa? Apa karena ada pria lain?" Laura cepat-cepat menggeleng. "Bukan. Bukan seperti itu." Ia mengalihkan pandangannya, berusaha meredam gejolak dalam dadanya. Lalu, dengan suara yang hampir bergetar, Laura berkata, "Aku mengidap penyakit jantung bawaan sejak kecil, Daniel." Daniel terdiam. "Saat itu dokter memberitahuku bahwa usiaku mungkin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 42 : Hati yang Ragu

    Daniel mengernyit, rasa gelisah tiba-tiba menyelinap ke dalam hatinya. Entah kenapa, melihat punggung Sophia yang menghilang di balik pintu membuat dadanya terasa sesak. "Lepaskan, Laura," ucapnya tiba-tiba. Laura yang masih memeluknya dari belakang sedikit tersentak. "Daniel?" "Aku bilang, lepaskan." Kali ini suara Daniel terdengar lebih tegas. Laura terdiam sejenak, sebelum akhirnya perlahan melonggarkan pelukannya. Sementara itu, Daniel segera berbalik, menatap Laura beberapa detik sebelum akhirnya ia berkata kembali, "Kau bilang aku masih mencintaimu, tapi sejujurnya aku bahkan tak tahu apa yang kurasakan sekarang." Daniel mengusap wajahnya kasar, berusaha mencoba menahan sesak yang ada di dalam dadanya, ia menghela napas berat, kemudian berkata lagi, "Lima tahun bukan waktu yang singkat, Laura. Aku sudah terlalu lama belajar hidup tanpamu." Sepasang mata Laura berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Namun, ia mencoba untuk berkata meski terasa sesak. "Jadi … maksudmu?" "A

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 43 : Kesetiaan yang Palsu

    Ruangan terasa lebih dingin saat langkah David mendekat. Seolah kehadirannya membawa sesuatu yang menekan dada, membuat udara semakin sulit dihirup. Ia akhirnya berhenti tepat di samping Sophia. Tatapannya tenang, tetapi ada sesuatu di balik senyum tipisnya yang membuat bulu kuduk berdiri. "Kau menghilang dari pesta Kakek cukup lama," suaranya terdengar ramah. Namun, justru itulah yang membuat Sophia semakin waspada. "Aku mencarimu." Jemari Sophia mengepal di sisi gaunnya, berusaha menenangkan debar jantung yang tiba-tiba menggila. "Aku hanya … butuh udara segar," jawabnya. David mengangkat satu alis sebelum melirik sekilas ke arah pria yang berdiri di samping istrinya. "Dan kau memilih mencari udara segar bersama pamanku?" Daniel, yang sejak tadi diam, akhirnya membuka suara. "Kami tidak sengaja bertemu di sini," katanya singkat, nada suaranya tetap tenang meski matanya menatap David lekat. David mengangguk pelan. "Bagus kalau begitu, Paman. Karena seharusnya dia ada bers

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 44 : Merasa Terasingkan

    "Sudah lama aku tidak melangkahkan kakiku di mansion ini," ucap Laura, matanya menyapu setiap sudut koridor yang terasa begitu familiar, meski bertahun-tahun telah berlalu. Hari ini, ia sedang bersama Anne. Mereka berdua menelusuri koridor mansion Williams, Laura terus mengamati interiornya dengan saksama. Meski sudah bertahun lamanya ia tak melangkahkan kaki di sini, semuanya masih sama seperti dulu. Sementara itu, Anne merasa senang akhirnya Laura sudah kembali lagi. "Aku tidak menyangka kau benar-benar sudah kembali," ujarnya pelan, menoleh ke arah Laura yang masih larut dalam pengamatannya. Laura tersenyum tipis, jemarinya menyentuh ukiran di tiang kayu yang berdiri kokoh di sudut ruangan. "Aku juga tidak menyangka." Anne memperhatikannya dengan saksama. Sejak tadi, ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi entah mengapa, ia ragu. "Setelah sekian lama, kau masih mengingat tempat ini dengan baik." Anne akhirnya bersuara lagi, berusaha mencairkan suasana. Laura tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 45 : Sepotong Kenangan

    "Maaf, aku tidak sengaja ..." Sophia menundukkan kepalanya, suaranya lirih nyaris tenggelam dalam keheningan yang menyesakkan. Namun, alih-alih mereda, suasana justru semakin tegang. Ia bisa merasakan tatapan tajam yang mengarah padanya, seolah kesalahan kecil ini adalah dosa besar yang tidak terampuni. Tanpa sadar, hatinya berharap—mengharapkan seseorang membelanya, atau setidaknya mengatakan bahwa ini bukan masalah besar. Tapi tidak ada satu pun suara yang terdengar. Semua orang hanya diam membeku di tempatnya. Lalu, suara Anne tiba-tiba terdengar keras di ruangan yang mendadak hening. "Astaga, Sophia! Apa yang kau lakukan?" Tatapan tajamnya menusuk langsung ke arah Sophia. "Kau tahu gelas kristal itu adalah kesayangan Tuan William, bukan? Itu pemberian almarhum istrinya! Bagaimana mungkin kau bisa seceroboh ini?" Deg. Jantung Sophia seolah mencelos. Ia menoleh ke arah William yang masih diam, menatap pecahan gelas di lantai dengan ekspresi sedih. Semua orang ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 46 : Sebagai Alat

    Ruang kamar William masih terasa sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar samar. William meneguk air terakhir dari gelasnya, lalu meletakkannya di meja dengan sedikit lebih keras dari biasanya. "Pergilah, aku ingin sendiri dulu," ucapnya tegas. Suara itu menusuk hati Sophia lebih dalam dari yang ia bayangkan. Jemarinya mengepal, menahan dorongan untuk meminta maaf sekali lagi. Namun, tatapan dingin William membuatnya tahu bahwa apa pun yang dikatakannya sekarang tak akan mengubah keadaan. Ia menundukkan kepala, menatap lantai yang terasa begitu dingin di bawah kakinya. Udara di ruangan seolah semakin berat, menekan dadanya hingga terasa sesak. Ia tahu kesalahannya besar. Sangat besar. Gelas itu bukan sekadar barang, melainkan kenangan yang berharga bagi William—satu-satunya peninggalan dari almarhum istrinya. Dan kini, karena kecerobohannya, benda itu telah hancur berkeping-keping. Menelan ludah dengan susah payah, Sophia melangkah mundur perlahan. "Baik, Kake

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 47 : Kehadiran Daniel

    Pakaian yang Sophia kenakan saat ini sama sekali tidak membantunya untuk merasa lebih nyaman. Gaun malam selutut berwarna merah marun yang diberikan David memang elegan, tapi terlalu terbuka untuk seleranya. Potongan deep V-neck di bagian dada membuat kulitnya lebih banyak terekspos, dan meskipun lengan gaunnya panjang, belahan tinggi di bagian rok gaun itu membuatnya merasa terlalu terekspos. Sejak awal ia enggan mengenakan pakaian ini, tapi David bersikeras, mengatakan bahwa tampilan yang menawan akan memberi kesan lebih baik kepada klien mereka. "Silakan duduk." David mempersilakan dengan gestur tangan. Mereka semua duduk di kursi, mengelilingi meja panjang yang sudah disiapkan untuk pertemuan ini. Segelas anggur merah diletakkan di hadapan mereka, sementara seorang pelayan berdiri di sudut ruangan. "Jadi, bagaimana rencana Anda untuk proyek di perbukitan barat?" tanya Mr. Choi, mulai memasuki pembicaraan bisnis. David menyandarkan punggungnya ke kursi dengan percaya diri

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 48 : Kemarahan Daniel

    Kesadaran Sophia perlahan kembali, kepalanya terasa berat, dan pandangannya masih sedikit buram. Begitu matanya terbuka, ia langsung menyadari sesuatu yang membuat jantungnya berdegup kencang. Ia tidak lagi berada di lorong hotel, melainkan di dalam sebuah kamar yang asing. Cahaya lampu remang-remang membuat ruangan terasa semakin mencekam. Saat mencoba bergerak, ia tersentak. Tangannya terikat di belakang kursi dengan tali yang begitu erat, membuat pergelangannya terasa sakit. Napasnya memburu saat ia menyadari sesuatu yang lain—mulutnya juga disumpal dengan sapu tangan. Panik mulai menjalari tubuhnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana ia bisa berada di sini? Sophia mencoba menarik napas dalam-dalam, berusaha mengingat kejadian terakhir sebelum semuanya menjadi gelap. Ia ingat merasa pusing setelah minum di ruang pertemuan, lalu pergi ke toilet … setelah itu, semuanya kabur. Telinganya menangkap suara langkah kaki mendekat dari luar kamar. Dan saat pintu terbuka—deti

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 87 : Sebuah Firasat

    Maid berjalan dengan hati-hati menyusuri koridor menuju kamar Sophia. Di atas nampan yang ia bawa, cangkir porselen berisi susu hangat bergoyang sedikit, tetapi tetap berada dalam keseimbangan. Aroma lembutnya menyebar di udara, menciptakan rasa nyaman. Setibanya di depan kamar, maid mengetuk pintu dengan sopan. "Nyonya Sophia, ini saya. Saya membawakan susu untuk Anda." Tak ada jawaban langsung. Maid menunggu beberapa detik sebelum kembali mengetuk, kali ini sedikit lebih keras. Barulah terdengar suara pelan dari dalam. "Masuklah." Dengan lembut, maid mendorong pintu dan melangkah masuk. Sophia sedang duduk di tempat tidur, bersandar pada bantal tebal. Wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi ia sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. "Terima kasih," kata Sophia lemah, mencoba tersenyum saat melihat maid itu mendekat. "Susu hangatnya baru saja dibuat, Nyonya. Minumlah selagi masih hangat," ujar maid sambil meletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidur

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 86 : Kepulangan Sophia ke Mansion William

    Mansion William sore ini terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya matahari yang mulai meredup menyorot jendela-jendela besar, memberi kesan nyaman di dalam rumah megah itu. Saat mobil yang membawa Sophia dan David berhenti di depan pintu utama, seorang pelayan dengan sigap membukakan pintu mobil untuk mereka. Sophia melangkah turun dengan hati-hati. Tubuhnya masih terasa sedikit lemah, tapi setidaknya lebih baik dibandingkan saat ia pingsan beberapa hari lalu. Pandangannya langsung menangkap sosok William yang berdiri di depan pintu, menatapnya dengan perhatian. "Sophia, bagaimana keadaanmu?" suara berat William terdengar hangat, membuat hati Sophia sedikit tenang. Ia tersenyum, berusaha meyakinkan pria tua itu. "Aku baik-baik saja, Kakek. Dokter bilang aku hanya sedikit demam." William mengangguk, meski garis khawatir di wajahnya belum sepenuhnya hilang. "Kamu harus banyak istirahat, jangan terlalu capek, apalagi sekarang kamu sedang hamil. Kamu harus menjaga kesehatanmu, menge

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 85 : Kesepakatan Berbahaya

    Laura menatap layar ponselnya dengan kesal. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Daniel, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Jemarinya mengetuk meja dengan tidak sabar, matanya menatap layar yang kembali menampilkan panggilan tak terjawab. "Kenapa sih, Daniel?!" gerutunya, lalu melempar ponselnya ke sofa dengan kasar. Saat itu juga, Anne melangkah masuk dan langsung menangkap ekspresi kesal di wajah Laura. Ia mendekati wanita itu dengan alis sedikit berkerut. "Kau kenapa?" tanyanya ingin tahu. Laura mendesah frustrasi, lalu menyilangkan tangan di depan dada. "Aku sudah menelepon Daniel berkali-kali, tapi dia sama sekali tidak mengangkat panggilanku. Aku tidak tahu dia sedang di mana dan apa yang sedang dia lakukan." Anne menatapnya dengan sorot mata penuh pertimbangan, lalu duduk di samping Laura. Ia menghela napas pelan sebelum akhirnya berkata, "Aku sendiri tidak tahu mengapa Daniel begitu khawatir terhadap Sophia. Apalagi sejak dulu, aku selalu merasa ada sesuatu di ant

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 84 : Hati yang Hancur

    Daniel menghapus air mata yang jatuh di pelupuk mata Sophia dengan pelan. Ibu jarinya menyapu pipi wanita itu dengan hati-hatian, ia takut menyakiti Sophia lebih jauh. Manik mata mereka beradu. Namun, Sophia segera mengalihkan pandangannya, ia tidak sanggup menatap Daniel lama-lama. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, hm?" suara Daniel terdengar rendah. Sophia mencoba tersenyum, tetapi yang terbentuk di bibirnya hanya lengkungan samar yang menyakitkan. Hatinya terasa begitu sesak, dipenuhi oleh pertanyaan yang sejak dulu selalu ia pendam. Apakah semua ini hanya perasaannya sendiri? Apakah selama lima tahun terakhir, hanya ia yang jatuh cinta tanpa pernah benar-benar dicintai? Kenangan itu menyeruak, membawanya kembali ke masa lalu. Ia mengingat bagaimana ia selalu menunggu Daniel mengatakan cinta padanya. Lima tahun mereka bersama, melewati begitu banyak kebersamaan—dari momen sederhana hingga kebahagiaan yang seharusnya sempurna. Tapi selama itu juga, tidak sekalipun Daniel meng

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 83 : Kekhawatiran yang Tak Terucap

    Daniel menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, membiarkan kulitnya terbuka pada udara dingin ruangan. Pandangannya jatuh pada mangkuk bubur yang masih mengepulkan uap tipis di atas nakas. Ia meraih mangkuk itu, jemarinya melingkari sisi keramik yang masih hangat. Ia beralih ke sisi tempat tidur, menarik kursi mendekat sebelum duduk. Matanya mengamati sosok di depannya—wajah pucat itu, bibir kering yang sedikit terbuka, serta napas yang terdengar lemah. Bahkan tanpa menyentuhnya, ia bisa merasakan betapa rapuhnya perempuan ini sekarang. "Sophia," panggilnya lembut. Ia menyendok bubur ke dalam sendok dan meniupnya perlahan. "Makanlah. Kamu butuh tenaga agar cepat sembuh." Perempuan itu menggeleng pelan, matanya tak sekalipun bertemu dengan milik Daniel. "Aku tidak berselera." Suaranya nyaris tak terdengar, begitu pelan hingga hampir menyatu dengan keheningan di antara mereka. Daniel menatapnya, rahangnya mengencang. Ia meletakkan sendok ke dalam mangkuk, lalu menghela napas ber

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 82 : Kejujuran Sophia

    Kelopak mata Sophia perlahan bergerak, perlahan ia lalu membuka mata. Cahaya dari jendela membuatnya harus berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya. Napasnya masih terasa berat, dan tubuhnya lemas. Namun, hal pertama yang membuatnya terkejut bukanlah rasa sakit di kepalanya—melainkan sosok pria yang duduk di sampingnya. "Daniel …" gumamnya parau. Tenggorokannya terasa kering, suaranya nyaris tak keluar. Daniel menoleh dengan cepat begitu mendengar suara Sophia. "Kamu sudah sadar," katanya, nada suaranya terdengar lega. Sophia masih berusaha memahami situasinya. Matanya mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mengenali tempat ini. Bau khas antiseptik langsung menyadarkannya—ia berada di rumah sakit. "Aku di rumah sakit?" bisiknya. Pikirannya mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Terakhir yang ia ingat, ia sedang menuruni tangga … lalu semuanya menjadi buram. "Di mana David?" tanya Sophia, sembari menyapu ke setiap penjuru ruangan mencari sosok suaminya, tap

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 81 : Membawa Sophia

    "Sophia, bangun." Daniel menepuk pipi Sophia dengan pelan. Namun, wanita itu tetap terkulai lemas, sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Semua mata tertuju pada Daniel. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara napas tertahan yang terdengar. Tak ada yang menyangka bahwa Daniel, yang selama ini tampak tenang dan tak banyak bicara soal Sophia, akan bereaksi seperti ini. Bahkan William, yang mengenal anaknya lebih dari siapa pun, tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Namun, ada satu hal yang lebih aneh. David. Pria yang seharusnya menjadi orang pertama yang panik saat melihat istrinya pingsan justru tetap duduk di kursinya. Wajahnya memang terlihat terkejut, tapi tidak ada kegelisahan nyata di matanya. Tidak seperti Daniel, yang kini dengan cemas memeluk tubuh Sophia dalam dekapannya. Daniel mengeratkan rahangnya. Tanpa pikir panjang, ia menyelipkan satu tangan ke bawah lutut Sophia dan satu lagi di punggungnya, lalu mengangkat tubuh Sophia dengan mudah. "Aku

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 80 : Keadaan Sophia

    Saat langkah Sophia menaiki anak tangga, ia bisa merasakan detak jantungnya masih belum kembali normal. Perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya, udara di dalam rumah ini terasa lebih berat sejak Daniel datang. Tangannya mencengkeram pegangan tangga lebih kuat, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang menghantam dadanya. Ia harus pergi dari sini, menjauh dari tatapan Daniel, menjauh dari segala kegelisahan yang baru saja ia rasakan. Namun, saat baru saja mencapai lantai atas, ia tak bisa menahan diri untuk berhenti sejenak. Dari tempatnya berdiri, ia masih bisa mendengar samar suara William menyambut Daniel dan Laura di ruang kerja. "Nah, kalian akhirnya datang," suara William terdengar hangat. "Duduklah." "Maaf, Paman, kami sedikit terlambat," ujar Laura dengan nada lembutnya yang dibuat-buat. Sophia mengepalkan jemarinya tanpa sadar. Bahkan tanpa melihatnya pun, ia tahu Laura sedang bertingkah seolah menjadi tunangan sempurna bagi Daniel. Lalu, suara Daniel terdengar,

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 79 : Belum Siap

    Pagi ini, aroma teh melati menguar dari dapur. Sophia menuangkan air panas ke dalam cangkir porselen dengan hati-hati, memastikan suhu dan takarannya pas. Ia tak pernah menambahkan gula dalam teh William. Bukan karena lelaki itu tidak menyukainya, tetapi karena kebiasaan yang sudah tertanam bertahun-tahun—William selalu menikmati tehnya pahit, hanya dengan sedikit perasan lemon untuk memberikan rasa segar. Ia mengangkat cangkir itu perlahan, untuk segera membawanya ke ruang kerja William. "Nona, mengapa Anda tidak meminta maid saja untuk membuat teh?" suara Lewis, kepala pelayan keluarga, terdengar tegas. Sophia berhenti sejenak, menoleh ke arah pria paruh baya itu dengan senyum tipis. "Aku ingin membuatnya sendiri." "Tapi—" "Tidak apa-apa, Lewis," potong Sophia sebelum pria itu bisa menyelesaikan kalimatnya. "Aku hanya ingin memastikan bahwa teh ini dibuat dengan tanganku sendiri." Lewis menatapnya beberapa saat, seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi akhirnya ia hanya men

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status