Share

Part 6 - Jejak Luka

Penulis: Zia Cherry
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-09 09:31:37

Sinting!

Orang gila mana yang seenaknya memecat orang seperti itu?! Dasar pria tidak berperasaan! Itu kan bukan salah mereka!

Sialan! Gara-gara masalah ini, aku terpaksa menemui pria itu secara langsung. Aku kan tidak mungkin diam saja ketika ada orang yang dipecat karena kelakuanku!

Tapi… ternyata tidak semudah yang kubayangkan.

Sudah hampir 20 menit aku berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Jangankan untuk menemuinya, mengetuk pintunya saja aku tidak bernyali.

Apa sebaiknya aku biakan saja mereka dipecat?

Gila! Itu tidak mungkin!

“Nona Minna?”

“Pak Sekretaris!” pekikku kaget. Ia muncul seperti hantu. Bahkan langkah kakinya saja tidak terdengar.

Wajah tampan pria muda itu tersenyum ramah. “Nona mau menemui Pak Killian?” tanyanya sambil memiringkan kepala.

Sejujurnya, aku sama sekali tidak ingin menemui pria itu. Namun, kalau aku tidak bergerak, seluruh tukang kebun dan Windi mungkin akan benar-benar dipecat.

“Nona?”

Aku melirik ngeri pria yang berdiri di belakang sekretaris muda itu. Ia pria tegap dengan tubuh berotot dan luka memanjang di leher, seperti luka irisan pisau yang cukup dalam.

Aku menelan ludah susah payah. Mengapa orang-orang di sekitar pria itu sangat menyeramkan?

“I… iya. Eh, tidak. Tolong sampaikan saja, mengenai masalah kebun kemarin, itu murni kesalahan saya. Tolong jangan pecat tukang kebun dan Windi. Mereka sama sekali tidak bersalah, Pak Sekretaris.”

“Nona tidak perlu menggunakan bahasa formal kepada saya. Nona bisa memanggil saya Joachim.”

Padahal ia sendiri berbicara seperti itu kepadaku.

“Dan untuk masalah kemarin, saya khawatir itu di luar wewenang saya. Lebih baik Nona temui Pak Killian langsung.”

“Joachim.”

Pria di belakang Joachim menegur dengan mulut terkatup, tapi Joachim sama sekali tidak peduli, padahal aku sudah gugup setengah mati.

“Ayo, Nona, silakan masuk. Pak Killian ada di dalam.”

“Eh, tu…tunggu, a… aku—”

Aku belum siap! Mentalku belum matang!

Tapi dengan senyuman tanpa rasa bersalah, Joachim membuka lebar pintu ruang kerja pria itu.

Dan seperti hewan buas yang memiliki insting memburu, pria itu langsung mengangkat wajahnya, seakan bisa merasakan keberadaan mangsa yang ia incar.

“Ada apa?” Suara mengintimidasi pria itu memenuhi udara seketika.

Glek.

Aku pasti sudah gila.

Mendengar suaranya saja kakiku langsung lemas.

Aku takut.

Bagaimana jika ia semakin marah dan akhirnya mengusirku dari rumah ini?

Aku belum berhasil mencuri apa pun! Aku juga belum menguangkan kartu yang diberikan Helga. Kalau ia sampai mengembalikanku ke rumah Ibu, aku pasti akan mati dipukuli Ibu dan Kak Jasmine.

“Nona Minna ingin berbicara tentang masalah di kebun kemarin, Pak Killian.” Joachim menjelaskan dengan suara selembut embusan angin. “Kalau begitu, kami pergi dulu. Silakan Nona Minna.”

Dan setelah mengantarkanku ke kandang singa, Joachim keluar dari ruangan itu, meninggalkan aku bersama pria itu dan seorang pria besar lain yang berdiri di belakangnya bagai patung beruang.

Br*ngsek! Dasar tidak setia kawan!

“Aku sibuk. Cepat bicara.” Ia kembali memalingkan wajahnya kepada berkas di atas meja.

Gila.

Aku yakin kalau aku salah bicara, bisa-bisa kepalaku melayang di tempat ini.

“So… soal kejadian kemarin. Sa… saya minta maaf. Tapi i… itu sepenuhnya salah saya…”

“Aku tau.”

Padahal ia tidak memukulku, tapi aura di sekelilingnya lebih menyeramkan dari pada Ibu dan Kak Jasmine.

“Apa lagi?” Ia bertanya tanpa mengalihkan matanya dari laptop dan berkas di atas meja.

Mungkin aku semacam mahluk tidak kasat mata di hadapannya.

“To… tolong, jangan singkirkan tukang kebunnya, dan jangan pe… pecat pohonnya.”

Sial. Karena terlalu gugup kata-kataku malah terbalik-balik.

“Wi… Windi juga, tolong jangan pecat dia. Di… dia tidak bersalah.”

Mengapa pria itu diam saja? Bahkan suara goresan penanya tak lagi terdengar.

Aku memberanikan diri untuk mengangkat wajahku, dan ternyata pria itu tengah menatapku, atau tepatnya menatap tanganku yang masih berbalut perban. Refleks aku menyembunyikan lenganku ke belakang punggung.

Apa aku juga harus berlutut agar ia luluh?

“Oke. Sekarang pergi.”

Eh?

Aku mengerjap bingung.

Semudah ini?

Apa semuanya selesai seperti ini? Padahal aku sudah menyiapkan tiga lembar alasan yang kutulis semalaman.

“Pergi. Sebelum aku berubah pikiran.”

“I… iya, terima kasih banyak, Pak Killian.”

Lirikan matanya semakin terasa tajam. Jadi, sebelum pria itu berubah pikiran, aku langsung berbalik untuk pergi dari ruangan itu.

Namun sialnya, karena terlalu tegang, kakiku seakan tak bertenaga sama sekali.

Baru saja aku akan melangkah, tubuhku justru ambruk begitu saja. Membuat wajahku mendarat di atas marmer yang keras.

BRUK!

“Nona Minna?!” Sosok Joachim kembali muncul dari balik pintu. Ia langsung menghampiriku dengan wajah cemas. “Nona, apa yang terjadi?”

Ia mencoba membantuku berdiri, tapi aku justru ingin membenamkan wajahku ke dalam marmer itu sekarang.

“Pak Killian, sebenarnya apa yang sudah Anda lakukan?!” tuding Joachim kesal. “Apa Nona baik-baik saja? Haruskah saya panggil ambulans sekarang?”

Aku ingin berterima kasih atas perhatiannya, tapi tidak bisakah ia mengunci saja mulut sialannya itu?! Karena sekarang aku benar-benar malu!

***

Argh!

Aku meringkuk di atas kasur, bersembunyi di balik selimut sambil terus berteriak tanpa suara. Bagaimana aku bisa sebodoh itu?!

Sekarang aku benar-benar ingin menenggelamkan diri ke dasar bumi!

“Nona Minna?” panggil Windi lembut.

Namun aku tidak ingin membuka selimutku. Aku tidak bisa menghadapi mereka. Semua orang pasti sudah mendengar cerita memalukanku di dalam kantor pria itu.

“Nona baik-baik saja? Apa saya harus panggilkan dokter Fabian?” tanyanya, melembut. Seakan ia tengah berbicara kepada seorang bocah kecil yang merajuk. “Kalau ada yang sakit, atau tidak nyaman, Nona bisa katakan kepada saya.”

Aku menurunkan sedikit selimut yang menutupi wajahku, membuat Windi bisa melihat benjol yang lumayan besar di keningku.

Namun ia sama sekali tidak tertawa. Padahal tadi Joachim sampai tertawa terpingkal-pingkal saat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Aku malu, Win…,” rengekku dengan bibir melengkung sedih.

Gadis itu tersenyum lembut. Ia mengambil obat yang diletakkan di atas nakas, lalu mulai mengobati keningku.

“Ini tidak memalukan, Nona Minna. Justru, Nona sangat berani.”

“Auch!” Aku meringis perih saat obat itu mengenai lukaku.

Baru seminggu di rumah itu, dan sekarang tubuhku sudah dipenuhi luka aneh.

Windi meniup keningku dengan perlahan, lalu kembali berbicara, “Dan berkat keberanian Nona, saya dan Pak Hustle tidak akan dipecat. Pohon-pohonnya juga tetap dibiarkan tumbuh. Terima kasih banyak, Nona.”

Mereka benar-benar orang yang baik.

Padahal Windi sudah mendapatkan masalah karena kecerobohanku, tapi ia tetap mengucapkan terima kasih setulus itu.

“Maaf ya, Windi, aku sudah merepotkan semua orang.”

Windi membantuku duduk di ranjang. “Nona sama sekali tidak merepotkan,” senyumnya tulus. “Mari, biar saya membantu Nona berganti pakaian. Nona pasti kesulitan.”

Biasanya aku akan bersikeras menolak. Namun, kali ini sepertinya dia benar. Setiap aku menggerakan tanganku, sengatan nyeri pasti langsung menghantam.

“Oke, terima kasih,” jawabku pasrah.

Windi tersenyum ramah. Ia mengambilkan gaun tidur dari dalam lemari panjang di sisi lain kamar, lalu membantuku membuka pakaian.

Gerakannya sangat hati-hati, khawatir mengenai luka di tangan dan keningku yang masih menyengat.

Namun, saat pakaianku terlepas, tiba-tiba saja tubuh Windi terhuyung ke belakang. Kedua matanya terbelalak lebar, dan wajahnya mulai memucat.

“Astaga, Nona Minna, apa ini?!”

Deg.

Cepat aku menyambar kembali pakaian yang terjatuh, lalu menutupi tubuhku yang terbuka.

“I… ini bukan apa-apa, Windi.”

Kedua mata Windi tergenangi cairan bening. “Saya akan bicara pada Bu Helga dan Pak Killian.”

Saat gadis itu melangkah ke pintu, aku langsung menangkap lengannya. “Windi!” teriakku panik. “Jangan! Tolong jangan katakan apa pun. Tolong anggap kamu nggak pernah melihat apa pun.”

Air mata Windi mulai menetes. “Tapi Nona Minna, luka-luka ini… Pak Killian harus tau!”

Aku menggeleng panik. “Kumohon, Windi, please…”

***

Bab terkait

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 0 - Hal Yang Aneh

    Killian Ravimore Aku tidak peduli siapa gadis yang mereka bawa kali ini. Semuanya sama. Tidak berguna. Palsu. Menjijikan. Namun, biarlah mereka malkukan apa yang mereka mau. Asal itu bisa mengunci moncong mereka, seperti biasa. Namun, ada yang aneh dengan gadis itu. Ia tidak pernah muncul di hadapanku. Seperti ayam kecil yang khawatir dimangsa, kaki pendeknya akan berlari saat mendengar langkahku. Pintu kamarnya akan tertutup rapat saat mobilku melewati gerbang. Ia akan menghentikan kunyahannya ketika aku membuka pintu ruang makan, gadis bodoh itu bahkan sampai berpura-pura pingsan di hadapanku. Dan kemarin, seperti ayam yang ketakutan, ia jatuh di kantorku. Ia aneh dan sangat bodoh. Padahal gadis-gadis idiot sebelumnya akan menempel seperti lintah. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Meski itu artinya melemparkan diri mereka sebagai umpan anj*ng. Namun gadis itu mati-matian menghindariku seperti penyakit. “Pak Killian, ini informasi

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 7 - Wanita Bergaun Merah

    “Bagaimana pienya, Nona?”Aku memasukkan sesendok penuh pie apel ke dalam mulut. Rasa renyah menyatu dengan selai apel yang lembut. Rasa asam dan manisnya membaur sempurna di mulutku.Menakjubkan!“Ini super lezat, Gerad!” pujiku sungguh-sungguh. Aku tidak melebih-lebihkan. Ini memang pie terlezat yang pernah kucicipi.Wajah tua pria itu bersinar cerah seperti lampu taman di malam hari.Ia terlihat sangat terharu atas pujian yang kuberikan. Padahal, itu sama sekali tidak perlu. Seluruh makanan yang dibuat Gerad selalu memiliki rasa yang menakjubkan!“Ini juga lezat!”Aku menggigit cookie almond yang masih terasa hangat. Rasa cokelatnya yang sedikit pahit, manis dari susu, dan almond yang gurih menari bersama di mulutku.“Astaga, Gerad, ini makanan-makanan surga!” pujiku sungguh-sungguh.Sejujurnya, saat pertama kali melihat Gerad, aku hampir saja pingsan ketak

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 8 - Tempat Untuk Kembali

    "ASTAGA, HUGO! APA YANG KAMU LAKUKAN?!”Helga datang berlari di belakang tubuh Dokter Fabian.Lalu pintu ruangan itu ditutup, dikunci rapat. Seluruh tirai diturunkan, saat pistol Hugo masih menempel di kepalaku.Kalau aku mati hari ini, mustahil aroma darahnya akan tercium keluar.“HUGO! APA KAMU SUDAH GILA?!” Helga berlari ke arahku, setelah memastikan Dokter Fabian menangani pria itu.Namun, Hugo tetap tak bergeming.“Saya hanya melakukan tugas saya, Helga.”“Tapi dia Nona Minna!”“Aturan ini berlaku untuk semua orang.”Kepalaku dipenuhi suara-suara bising yang aneh.Meski ujung pistol itu masih berada di belakang kepalaku, tapi aku sama sekali tidak merasa takut.Meski hanya dalam sebuah gerakan singkat, Hugo bisa melubangi kepalaku, tapi bukan itu yang membuat jiwaku terhenyak.Pemandangan bagaimana Dokter Fabian melakukan seluruh upayanya unt

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 9 - Surga yang Terkutuk

    Menurut Helga, ini adalah sebuah kutukan. Hanya ada dua pilihan untuk orang-orang yang mengetahui rahasia pria itu. Mati di tangan orang-orangnya, atau terpenjara di dalam mansion, selamanya. Dan aku memilih yang kedua. Tentu saja, aku harus membayar konsekuensi atas pilihan yang kuambil. Seorang pria bernama Arlo ditempatkan sebagai pengawalku sekarang. Mereka beralasan itu untuk menjagaku. Padahal aku tau, keberadaannya adalah untuk mengawasiku setiap detik. Mereka juga berusaha membatasi komunikasiku. Meski itu hal yang sia-sia. Karena aku bahkan tidak memiliki ponsel sama sekali. Satu-satunya kemewahan listrik yang bisa kunikmati di rumah hanyalah lampu bohlam samar. Mana mungkin Ibu dan Kak Jasmine membiarkanku memiliki benda mewah seperti ponsel. Jadi, ketika Helga membawakan sebuah ponsel keluaran terbaru, aku tidak yakin apakah harus merasa senang atau tidak. Aku tidak memiliki siapa pun untuk saling bertukar pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-31
  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   BAB 10 - Surga Untukmu

    “Tidak, Nona, saya tidak mau.” Aku tidak menyangka, satu jawaban dari Ralla bisa mematahkan hatiku dengan begitu parah. Kedua mataku mulai kabur oleh air mata. “Ke… kenapa?” tanyaku, terbata oleh sesak yang hampir mengoyak seluruh pertahananku. Senyum lemah terukir di wajah letih Ralla. “Saya baik-baik saja di rumah Ibu Nona. Nona tidak perlu membawa saya.” “Baik-baik saja?” tanyaku perih. Lalu apa artinya semua luka di tubuhnya? “Ya, Nona, saya baik-baik saja. Jadi tolong jangan pernah mengatakan akan membawa saya keluar dari rumah Ibu Nona,” ujar Ralla seraya memalingkan wajah. Menyadari pembicaraanku dengan Ralla yang tampak tidak begitu baik, Windi berjalan mendekat. “Nona bahkan sudah memiliki teman yang baru.” Ralla tersenyum lembut saat melihat Windi berdiri di sampingku. “Saya Windi, pelayan Nona Minna di mansion Ravimore, dan ini adalah Arlo, pengawal pribadi Nona Minna.” Senyum Ralla terukir semakin dalam. “Syukurlah….” Bisikkannya terdengar begitu tulus. “Saya ben

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 11 - Lebih Buruk dari Kematian

    Aku tau, emosi bagi orang-orang seperti kami adalah sebuah kemewahan yang tidak boleh kami inginkan.Perasaan bahagia, perasaan cinta, bahkan perasaan sedih, kami tidak boleh memilikinya agar tetap bisa bertahan hidup.Karena rasanya, kau akan mudah sekali terluka, saat kehilangan sesuatu yang kau cintai.Padahal mungkin… itu satu-satunya harapan terakhir yang kau miliki.“Nona Minna, hujannya semakin deras.”Windi berbicara sambil terus memayungiku. Ia menatap cemas dan sedih, tapi tubuhku kaku di hadapan tubuh Ralla yang tertutup tumpukan tanah.Mungkin Ralla yang tewas dan dimakamkan di tempat itu, tapi rasanya, jiwaku ikut terkubur bersamanya. Setelah menemukan tubuh kurus Ralla yang tergantung di dalam kamar loteng, aku menangis keras seperti orang gila.Helga memelukku, saat Arlo berusaha menurunkan tubuh Ralla yang dingin. Mereka memanggil bantuan, mengupayakan apa pun untuk mengembalikan Ralla.Ambulans dan polisi datang tidak lama setelah itu.Namun tidak peduli sekeras apa

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-08
  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 0 - Perairan yang Pekat

    “Pak Killian saya mohon ampuni saya. Satu kali lagi, tolong beri saya satu kesempatan satu kali lagi saja! Saya akan melakukan apa pun untuk menebus kesalahan saya. Tapi tolong jangan hancurkan bisnis sa—hmp!”Suara pria itu menghilang di dalam kubik air yang tertampung.Saat Hugo mengangkat kepalanya lagi, ia tergagap mencari udara.“Uhuk! Uhuk!”Ia memuntahkan air penuh kotoran dari mulutnya.“Pak Killian… tolong ampuni… uhuk… saya…”Tubuh telanjangnya bersujud di lantai.“Tolong kasihani keluarga saya. Anak saya masih kecil. Dia membutuhkan saya.”Lihat si bangs*t ini. Ia membicarakan keluarganya setelah menggilir gadis-gadis panggilan yang menjijikan.Salah satu dari gadis-gadis itu bahkan masih terkapar tak berdaya di ranjang hotel dengan mulut berbusa.“Pasti akan menyenangkan melihat koran esok hari.”Aku menginjak kepalanya yang berbau seperti kotoran.“Pak Killian!!!” Pria itu berteriak histeris. “Tolong ampuni saya! Saya akan menebus segalanya. Tapi tolong jangan hancurkan b

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-09
  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 12 - Kematian Minna

    Dingin.Seluruh tubuhku terbungkus nyeri, tapi aku tidak bisa membuka mulut untuk menyuarakannya.“Kondisi Nona Minna sudah stabil.”“Tapi mengapa Nona Minna belum juga siuman, Dokter?”Aku sudah sadar. Hanya saja, kedua mataku terasa sangat berat.Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Sudah berapa lama aku tertidur? Mengapa suara Windi terdengar seputus asa itu?Kucoba mengingat kejadian yang terjadi. Namun yang tertinggal hanyalah potongan-potongan gambar samar.Malam yang dingin. Dinding-dinding mansion yang menyesakan. Jalan setapak yang dipenuhi potongan ranting runcing, dan danau tersembunyi yang indah.Pelarian kecilku membawa ke sebuah tempat tersembunyi, yang memanggilku dengan kemilau rembulan di atas permukaannya.Pekat air danau membungkus tubuhku. Semakin dalam aku melangkah, hatiku menjadi tumpul. Rasa sesak itu perlahan berayun pergi bersama embusan angin.Aku tidak ingin mati.Tapi aku ingin mengenyahkan semua perasaan menyakitkan itu.Keserakahan akan perasaan bebas itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 0 - The Eternal Lies (END SEASON 1)

    1 bulan sebelumnya.“Stockholm syndrome.”Kata-kata Laura kembali terngiang.“Apa?”“Itu adalah gangguan psikologis pada korban penculikan. Di mana korban justru mengembangkan perasaan simpati, bahkan kasih sayang terhadap pelakunya.”“Saya tau! Tapi itu tidak mungkin! Mana mungkin ada orang yang memiliki perasaan seperti itu kepada orang yang sudah menyakitinya?” Joachim, dengan seluruh upayanya menyangkal keras.Aku sedikit khawatir menempatkan mereka di satu ruang yang sama. Namun, wanita itu menepati janjinya. Ia mengabaikan Joachim seakan obsesinya tidak pernah ada sama sekali. “Kamu pikir apa alasan gadis berusia 22 tahun tetap berada di tempat yang menyakitkan seperti itu?!”“Karena dia dikurung!”“Jangan membuatku tertawa, Joachim. Dia tidak dipasung. Dia bebas. Dia memiliki akses luas. Terlepas dari seluruh perlakuan keluarga tirinya, dia dibiarkan bebas di dalam rumah. Dia bukan lagi gadis kecil berusia 6 tahun! Dia gadis dewasa berusia 22 tahun. Dia bisa meminta bantuan ke

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 52 - Drift Away

    Apa arti luka?Apakah itu ketika kau pecah, tergores, bersimbah darah, hingga kau berpikir itu akan menjadi sambutan kematianmu?Aku sudah berkali-kali berada di ambang rasa sakit itu.Kupikir aku sudah merasakan semuanya, tapi ternyata, itu hanyalah sebagian kecil dari potongan rasa sakit yang diciptakan segores luka.Klik.Pintu terbuka perlahan. Mengusik keheningan yang memenuhi jiwaku.“Kak Minna? Ke-kenapa Kakak bisa ada di sini?!”Aku selalu bertanya-tanya, mengapa dulu aku tidak memepertahankan apa yang Ibu tinggalkan? Mengapa aku membiarkan mereka membakar seluruh potret Ibu? Mengapa aku tidak menyembunyikan salah satunya di antara celah yang hanya aku sendiri yang mengetahuinya?Mengapa aku membiarkan mereka menghilangkan seluruh jejak Ibu?Mengapa aku membiarkan mereka membuatku melupakan Ibu?“Kak Minna! Apa yang Kakak lakukan di sini?! Pergi!”Aku bergeming. Menatap hampa ruang kelas yang kosong. Kesempatan yang tak pernah kudapatkan. Kesempatan yang mereka rebut dengan kej

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 51 - Matahari yang Meredup (2)

    Laskala.Nama itu terasa asing dan familiar secara bersamaan.Aku melewati malam tanpa terpejam hanya untuk mencari jejak di mana aku pernah mendengar nama Laskala sebelumnya.Dua malam yang lalu, setelah mendengar nama itu, aku bisa merasakan perubahan drastis pada sorot matanya.Ia menurunkanku dengan hati-hati dari dekapan, mengambil ponsel yang tersimpan di atas meja, lalu pergi setelah mengecup singkat keningku.Dalam hitungan detik, semua orang yang kupikir menghilang, tiba-tiba saja kembali memenuhi apartment, meskipun pada akhirnya mereka kembali pergi mengikuti langkah pria itu.“Jaga tempat ini sampai aku kembali.”Hanya pesan itu yang tinggalkan. Lalu ia pergi begitu saja, tanpa penjelasan, tanpa kabar. “Nona?” Windi muncul dengan senyuman cerah seperti biasa. Ia meletakkan sepiring stroberi segar yang sudah dipotong rapi ke atas meja. “Nona, Pak Gerad akan berbelanja bahan makanan. Apa ada makanan tertentu yang Nona inginkan untuk makan malam nanti?”Aku menurunkan cangk

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 50 - Matahari yang Meredup

    “Kemana semua orang?”Dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka, aku mengintip diam-diam.“Sedang apa kau?” tanya pria itu, berdiri di belakang punggungku.“Di luar… tidak ada siapa pun.”Tangan panjangnya mendorong pintu hingga terbuka, lalu ia melangkah keluar kamar begitu saja, tanpa memperdulikan keberatanku.Ia berjalan santai ke dapur yang kosong. Bahkan meja makan yang tadi amat ramai, kini hanya menyisakan makanan-makanan lezat tanpa sisa piring yang tertinggal.Aku menatap ke sekeliling apartment. Di mana semua orang? Mengapa mereka bisa lenyap seperti ini?“Makanlah yang banyak.” Pria itu mengelilingi meja dapur, mengambil sebuah apel, menggigitnya sambil menarik kursi meja makan. “Minna? Kau bilang kau lapar.”Mataku mengerjap cepat. Aku memang lapar, tapi ini sangat aneh.“Kemana semua orang?”Aku hampir tidak pernah melewati waktu tanpa Windi dan Arlo. Mereka tidak pernah meninggalkanku sendiri.“Apa terjadi sesuatu?” tanyaku cemas.“Tidak terjadi apapun. Sekarang duduk

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 49 - Gadis Ceroboh dan Pria Aneh (2)

    Tidak seperti saat menggendong, setidaknya saat ia mendudukanku di sisi ranjang, gerakannya jauh lebih manusiawi, walaupun tidak bisa dikatakan lembut sama sekali.“Aww.” Aku meringis pelan saat ia membuka serbet yang sekarang sudah dipenuhi darah dari tanganku.Sebenarnya lukanya tidak terlalu dalam, darahnya juga sudah berhenti menetes, tapi karena cukup panjang, darahnya hampir memenuhi salah satu sisi serbet, bahkan sampai merembes ke kemeja hitam pria itu.Ketukan di pintu mengiringi kedatangan Dokter Fabian yang membawa kotak P3K.“Maaf, ternyata tidak ada first aid kit di apartment.”Itu menjelaskan keringat yang memenuhi keningnya. Ia pasti harus mengambil kotak itu di mobil.Pria itu menudingku dengan tatapan sengitnya, seakan ketidakberadaan kotak P3K di apartment adalah sebuah kejahatan yang fatal dan sengaja kulakukan. Dokter Fabian menarik kursi di depan meja rias, lalu duduk di hadapanku, memeriksa lukaku dengan seksama.“Apa perlu dijahit?”Pria itu bersidekap, menatap

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 48 - Gadis Ceroboh dan Pria Aneh

    “Pak Kenan sudah mengirimkan email, Pak. Saya juga sudah meminta tim finance untuk melengkapi data sales periode pertama. Haruskah saya menghubungi bagian operator?”“Tidak perlu. Persiapkan saja datanya, kita akan meeting 15 menit lagi.”“15 menit? Tapi itu…”Ia menoleh, membuat sekretarisnya menelan keberatan apa pun yang tadi sempat tergantung di lidahnya.“Ya, 15 menit lagi. Saya akan siapkan link meetingnya, dan mengirim undangan.”“Bagus. Dan minta juga bagian marketing mengirimkan bahan marketing yang sudah direvisi. Pastikan manager pengembang hadir. Poin yang perlu direvisi dari MoU sudah kusertakan, bereskan itu sekarang, dan segera email kembali.”Dari balik counter dapur, aku tidak bisa berhenti menatap ruang keluarga yang kini sudah diubah menjadi ruang kerja sementara pria itu. Sebenarnya, apartment ini memiliki ruang khusus yang bisa digunakan sebagai ruang kerja, tapi pria itu memilih ruang keluarga.Sekarang, melihat berkas-berkas yang tersebar, aku jadi mengerti.Tap

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 47 - Pertengkaran Sepasang Suami Istri

    Part 47“Nona Minna?” Windi berbisik gelisah di sampingku. Sesekali ia melirik ke lantai dua, sebelum kembali menundukkan wajah sambil menelan ludah susah payah.Aku melirik pintu The Oak Tree yang tertutup. Di kejauhan, aku bisa melihat beberapa mobil terparkir di depan toko. Salah satu mobil itu berisi Dokter Fabian, Hugo, dan Jeremy yang diusir oleh pria itu.“Nona yakin ini tidak apa-apa?”Apanya yang tidak apa-apa, semuanya benar-benar kacau sekarang.Meksi aku sudah menempatkan pria itu di meja yang paling jauh dari pengunjung lain karena kondisi gynophobianya, tapi entah bagaimana hanya dengan keberadaannya sendiri saja, perhatian semua orang sangat mudah tertuju kepadanya.Entah karena kemeja hitam yang lebih cocok digunakan ke pemakaman itu, atau karena ekspresi wajahnya ayng menyebalkan, atau entah apa pun itu, tapi rasanya semua wanita di tempat itu terus melirik ke meja mereka.Beberapa gadis muda bahkan secara terang-terangan memotret dengan ponsel.Ah. Aku bisa gila rasan

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 46 - Pertemuan Dua Harimau

    “Cara menaburkan bubuk cabai diam-diam ke mulut atasan.”Deg.Aku langsung memasukkan ponsel Windi yang tertinggal di ruang staf. Setelah memastikan tidak ada siapa pun di sana, buru-buru aku menghapus riwayat pencarian yang baru saja kubaca dari ponselnya.Atasan siapa yang dia maksud? Apakah itu Kak Ronan? Atau…Astaga, membayangkannya saja sudah membuatku merinding.“Minna, bisa bantu serve table 3?”“Ya!” jawabku dari ruang staf sebelum berlari menuju area kasir. Salah satu rekan seniorku sudah menanti dengan baki berisi dua burger, tiga gelas kopi, dan sepiring kentang goreng.“Table 3,” katanya, sekali lagi. Padahal aku juga bisa melihatnya dari nota pesanan yang tersemat di bawah salah satu gelas kopi. “Trims, Minna.”Aku tersenyum dan mengangguk sebelum membawa pesanan itu ke lantai dua.Di kejauhan, aku bisa melihat Windi yang tengah berbicara dengan seorang gadis kecil di depan rak buku anak-anak, sedangkan Arlo sibuk meracik kopi untuk sepasang kekasih yang mengenakan pakai

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 45 - Trouble Couple

    “Ehm.” Dokter Fabian berdeham beberapa kali di hadapanku. “Mohon maaf, Nona Minna, tapi… yang tadi itu… cukup… mm… berbahaya…” katanya, sambil mengusap tengkuk dengan kikuk.Tanganku terlipat di dada, wajahku berpaling ke sembarang arah, tapi aku bisa merasakan semburat panas menjalar di kedua pipiku.“Sa… saya mengerti kalau Nona marah, tapi tolong… jangan pukul bagian… i…itu.”Argh, gila!Apa tidak bisa dia berhenti bicara saja?! Kepalaku benar-benar terasa akan meledak karena malu!“Itu pasti sangat menyakitkan.” Jeremy bergumam serius.“Pukulannya keras.” Arlo menjawab, dengan wajah yang jauh lebih serius lagi.Entah sadar atau tidak, ia merapatkan kakinya, meletakkan tangan di depan celana, seakan melindungi sesuatu yang berharga.Aku ternganga tak percaya. Aku benar-benar ingin melemparkan mereka keluar apartment sekarang juga!Dan lagi pula, andai ia tidak mengejutkanku, aku tidak mungkin refleks memukul pria itu di sana! Harusnya ia ikut bertanggung jawab menanggung malu!“Ka…

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status