Aku sangat gelisah, pesan Salsa membuatku tidak tenang. Aku memencet ponselku berulang kali, sesekali kulongokkan kepalaku ke dapur."Ada apa nak ? Anggaplah seperti rumahmu sendiri," tanya ayah mertuaku di awal kalimatnya.Aku hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Lalu terdengarlah salam seorang wanita. Aku tahu itu nyonya Alisha, kulihat mertuaku ikut tertegun karena mereka pasti sudah menghafal suaranya. Ibu mertuaku yang sedang memangku Tisa menatapku.Kami lalu menjawab salam secara serempak. Alisha nampak masuk dengan tersenyum bahagia, aku tahu senyumnya palsu."Hallo Tisa, ayo nak sini sama bunda."Aku menahan nafas, Tisa menatapku seakan meminta persetujuan. Aku menganggukkan kepala. Tisa turun dari pangkuan neneknya dan menghampiri Alisha. Tangan mungilnya terulur untuk menjabat, Tisa mencium tangan nyonya Alisha. Lalu Alisha menggendongnya."Umurnya berapa tahun sayang ?" tanya Alisha sambil mencium Tisa."Enam tahun.""Mulai sekarang panggil bunda ya ?"Walau masih tak
Ketika hari beranjak petang, aku tiba-tiba teringat dengan dua sahabatku yang berada diluar. Aku mengirimkan pesan menanyakan apakah mereka sudah makan atau belum.[Jangan khawatir, kami sudah makan di warung makan yang berada di pojok. Bagaimana dengan sikap Alisha padamu ?]Itu bunyi pesan Salsa, aku menanggapinya datar. Biarlah kejadian hari ini kupendam sendiri, kejadian di saat Alisha mengambil semua perananku sebagai seorang isteri dan juga ibu bagi anakku.[Setidaknya aku bahagia kehadiran Tisa disambut dengan baik].Azhar melirik ke arahku, lalu segera berdiri."Kami akan pulang, Tisa tidak boleh terlalu lelah."Acara bermainpun selesai, kulihat Alisha mengumpulkan mainan dan memasukkannya ke dalam kantong yang besar."Mainan ini di bawa pulang saja, Tisa bisa bermain sendiri di rumah, atau kalau Tisa merasa bosan, bisa hubungi bunda untuk menemani," Alisha menyodorkan mainan itu pada Tisa."Terima kasih bunda," Tisa menerima mainan itu lalu menyerahkannya padaku."Maaf aku ha
Mungkin karena suasana hatiku tidak baik sehingga perjalanan menuju ke Griya Mandiri terasa sangat lama. Untunglah sempat berhenti sebentar di pom bensin sehingga aku masih bisa menunaikan ibadah magrib. Akhirnya kami tiba di rumah saat azan isya berkumandang. Kelelahan hati ini mempengaruhi fisik sehingga tubuhku ikut lelah. Namun sebagai seorang isteri aku tetap harus menyiapkan makan malam untuk suamiku."Ayo kita makan, Tisa disuapin nenek ya ?" ajakku.Ibuku keluar dari kamar dan menggandeng tangan Tisa menuju meja makan. Aku sendiri membuka pintu kamar dan memanggil Azhar untuk makan.Azhar menatapku dalam diam, dia hanya mengangguk dan masuk ke kamar mandi.Aku membuka lemari dan mengganti bajuku dengan daster. Aku segera menuju ke ruang makan dan menunggu Azhar bergabung bersama kami. Entah mengapa hari ini aku enggan bicara dengannya, aku sendiri tak tahu mengapa aku jadi seperti ini. Egoiskah aku ? Bukankah Azhar lebih memilih pulang bersama kami, lalu apa yang kurang ? Sa
Alisha PovMelihat begitu perhatiannya Azhar pada Mita membuat darahku mendidih, namun aku berusaha bersikap sebaik mungkin. Jika Tisa yang menjadi alasanmu memilih Mita maka kita lihat bagaimana kedepannya nanti. Batinku.Sore itu aku sengaja ingin mengetahui dimana mereka tinggal, setidaknya aku bisa menyusul Azhar ke rumahnya jika dia lebih memilih tinggal dengan Mita. Tapi aku kecewa karena Azhar lebih memilih mengantarku pulang. Aku sengaja mencium Azhar di depan Mita. Mita melihatnya, tapi dia bersikap biasa saja, yang kulihat dia lebih memperdulikan anaknya, dia takut Tisa melihat ulahku. Walau hati ini sangat sakit saat membayangkan malam ini Azhar memeluk Mita, namun aku berùsaha mengajarkan hati ini untuk menerima semua perlakuan mereka.Pagi ini aku bersiap-siap ke Rumah Sakit, aku akan menunjukkan jika aku bisa menjadi ibu sambung yang baik. Kubawa mobil sportku yang paling mahal, akan aku tunjukkan pada Mita jika akulah yang paling kaya dan berkuasa. Aku sudah menyelidiki
Azhar mengambil alih Tisa dari gendonganku dan masuk ke ruang tindakan, aku menghalangi Mita yang hendak masuk."Aku yang akan mendampinginya," ucapku tanpa menoleh sama sekali. Mungkin saat ini Mita sedang mendongkol. Bahkan ibunya Mita dan mertuaku tak kuhiraukan sama sekali."Tisa pasti bisa sayang," ucapku tulus sambil mengusap-usap tangannya saat sudah berada di samping ranjang pasien.Melihat perhatianku, Tisa bahkan telah melupakan ibunya. Aku bersorak dalam hati. Saran Pandu akan ku pertimbangkan.Aku meringis tatkala melihat jarum ditusukkan ke tangan Tisa. Kulihat gadis mungil ini malah tersenyum."Bunda takut jarum ya ?" tanyanya sambil tertawa.Azhar memperhatikan interaksi antara aku dan Tisa. Dia lalu pamit dan membiarkan aku dan Tisa di dalam ruangan."Tisa di temani bunda ya ? Papa mau menemani mama di luar."Aku tak terpengaruh dengan ucapan Azhar, cepat atau lambat kau akan kembali ke pelukanku. Hiburku dalam hati."Bunda, aku boleh tanya sesuatu ?" tanya Tisa."Bol
Mita PovAku menyadari jika Alisha berusaha merebut hati Tisa. Sebagai seorang ibu yang telah melahirkannya tentu saja tidak rela, namun sebagai ibu yang baik aku tidak boleh mengajarkan kebencian pada anakku. Biarlah kelak dia akan menyadari mana yang benar dan mana yang salah.Setelah jarum transfusinya di cabut, Tisa sudah diijinkan pulang oleh dokter. Kami pamit pulang, ibu mertuaku menahan Alisha agar tidak ikut bersama kami. "Alisha temani mama untuk memeriksakan sum-sum tulang belakang mama, siapa tau cocok untuk Tisa."Tentu saja Alisha tidak bisa menolaknya, karena semua ini demi Tisa. Azhar menganggukan kepalanya tanda setuju. Aku tahu Alisha sedang menahan geram karena tak di beri kesempatan untuk bisa mengetahui dimana rumah kami."Aku berharap hasil pemeriksaan bisa menunjukkan kecocokan sum-sum tulang belakang, agar Tisa tidak perlu susah-susah setiap minggu menjalani transfusi darah." ucap ayah mertuaku.Karena Tisa butuh istirahat, kami segera berpamitan degan mertua
Sudah seminggu Azhar tak kembali ke rumah Alisha, membuatku merasa menjadi wanita yang sangat egois. Jika aku tak menyuruhnya pergi, Azhar pasti tak akan pergi."Pa, kau sudah seminggu di sini, bukankah seorang suami yang beristri dua harus bisa berbuat adil ?""Jadi kau mau mengusirku ?""Bukan begitu pa, seminggu yang lalu kau kembali bersamaku, lalu kemarin setelah Tisa selesai menjalani transfusi darah, kau masih juga ikut denganku, aku tak mau menjadi wanita yang sangat egois pa, pulanglah !""Aku masih ingin memastikan sesuatu.""Memastikan apa ?""Kehamilanmu!"Aku melongo, "Hasilnya belum kelihatan sekarang, kita tunggu seminggu lagi untuk mengetahui kepastiannya.""Bukankah ini sudah seminggu ?"Aku selalu tak pernah menang jika berdebat dengan Azhar, aku menuruti semua keinginannya."Tapi kau harus janji, apapun hasilnya, kau harus pulang ke rumah Alisha hari ini.""Persyaratanmu terlalu berat."Aku tertawa melihat tingkah Azhar."Pokoknya tak ada alasan, oke ?!""Baiklah!"
Alisha PovTak ada yang tau jika aku menahan rindu dan amarah yang mendalam di dalam hati, sudah seminggu Azhar tak pulang ke rumah. Awalnya aku belajar mengikhlaskan, tapi sepertinya aku tak sanggup. Akhirnya dengan sangat terpaksa aku menceritakan semua penderitaanku pada ayah dan ibuku.Aku bahkan tak perduli lagi dengan tindakan apa yang akan mereka lakukan untuk Mita dan anaknya. Jujur saja aku mulai menyayangi Tisa, bahkan ketika tidak ditemukan ketidak cocokan sum-sum tulang belakang Ibu mertua dengan Tisa, aku langsung meminta pandu untuk mencarinya. Dan aku siap membayar berapapun biayanya.Namun karena Azhar lebih condong kepada isteri keduanya membuatku mengabaikan semuanya. Aku marah, aku benci, rasanya aku ingin membuat perhitungan dengan Mita. Karena tak sanggup dalam kehampaan sehingga aku menceritakan semuanya pada orang tuaku. Ayah dan ibuku marah besar sehingga mereka akan mengakuisisi perusahaan Azhar, tapi aku melarangnya."Dia pikir dirinya siapa ? Apa dia lupa ji