Mita PovAku menyadari jika Alisha berusaha merebut hati Tisa. Sebagai seorang ibu yang telah melahirkannya tentu saja tidak rela, namun sebagai ibu yang baik aku tidak boleh mengajarkan kebencian pada anakku. Biarlah kelak dia akan menyadari mana yang benar dan mana yang salah.Setelah jarum transfusinya di cabut, Tisa sudah diijinkan pulang oleh dokter. Kami pamit pulang, ibu mertuaku menahan Alisha agar tidak ikut bersama kami. "Alisha temani mama untuk memeriksakan sum-sum tulang belakang mama, siapa tau cocok untuk Tisa."Tentu saja Alisha tidak bisa menolaknya, karena semua ini demi Tisa. Azhar menganggukan kepalanya tanda setuju. Aku tahu Alisha sedang menahan geram karena tak di beri kesempatan untuk bisa mengetahui dimana rumah kami."Aku berharap hasil pemeriksaan bisa menunjukkan kecocokan sum-sum tulang belakang, agar Tisa tidak perlu susah-susah setiap minggu menjalani transfusi darah." ucap ayah mertuaku.Karena Tisa butuh istirahat, kami segera berpamitan degan mertua
Sudah seminggu Azhar tak kembali ke rumah Alisha, membuatku merasa menjadi wanita yang sangat egois. Jika aku tak menyuruhnya pergi, Azhar pasti tak akan pergi."Pa, kau sudah seminggu di sini, bukankah seorang suami yang beristri dua harus bisa berbuat adil ?""Jadi kau mau mengusirku ?""Bukan begitu pa, seminggu yang lalu kau kembali bersamaku, lalu kemarin setelah Tisa selesai menjalani transfusi darah, kau masih juga ikut denganku, aku tak mau menjadi wanita yang sangat egois pa, pulanglah !""Aku masih ingin memastikan sesuatu.""Memastikan apa ?""Kehamilanmu!"Aku melongo, "Hasilnya belum kelihatan sekarang, kita tunggu seminggu lagi untuk mengetahui kepastiannya.""Bukankah ini sudah seminggu ?"Aku selalu tak pernah menang jika berdebat dengan Azhar, aku menuruti semua keinginannya."Tapi kau harus janji, apapun hasilnya, kau harus pulang ke rumah Alisha hari ini.""Persyaratanmu terlalu berat."Aku tertawa melihat tingkah Azhar."Pokoknya tak ada alasan, oke ?!""Baiklah!"
Alisha PovTak ada yang tau jika aku menahan rindu dan amarah yang mendalam di dalam hati, sudah seminggu Azhar tak pulang ke rumah. Awalnya aku belajar mengikhlaskan, tapi sepertinya aku tak sanggup. Akhirnya dengan sangat terpaksa aku menceritakan semua penderitaanku pada ayah dan ibuku.Aku bahkan tak perduli lagi dengan tindakan apa yang akan mereka lakukan untuk Mita dan anaknya. Jujur saja aku mulai menyayangi Tisa, bahkan ketika tidak ditemukan ketidak cocokan sum-sum tulang belakang Ibu mertua dengan Tisa, aku langsung meminta pandu untuk mencarinya. Dan aku siap membayar berapapun biayanya.Namun karena Azhar lebih condong kepada isteri keduanya membuatku mengabaikan semuanya. Aku marah, aku benci, rasanya aku ingin membuat perhitungan dengan Mita. Karena tak sanggup dalam kehampaan sehingga aku menceritakan semuanya pada orang tuaku. Ayah dan ibuku marah besar sehingga mereka akan mengakuisisi perusahaan Azhar, tapi aku melarangnya."Dia pikir dirinya siapa ? Apa dia lupa ji
Aku bersorak kegirangan karena Azhar sekarang berada dalam genggamanku. Aku akan membuat perhitungan dengan Mita. Kita lihat saja nanti, Azhar akan berpihak padaku atau Mita."Azhar, a..aku...!""Sudah jangan bicara lagi, kau harus istrahat ya ? Kau ingin apa, katakan padaku.""Aku tak mau apa-apa selain dirimu, hidupku tidak lama lagi Azhar, bisakah kau terus mendampingiku sampai aku mati ?" air mataku meleleh membasahi pipi.Azhar meraih tisu dan mengusap air mataku dengan lembut, rasanya aku ingin tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah Azhar hari ini. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran, aku meringis sedikit saja dia segera mengusapku dengan lembutnya. Oh..duhai pujaan, kini kau harus berlutut di kakiku."Azhar, bolehkah aku meminta sesuatu ?""Katakan sayang ada apa ?""Ajaklah Mita dan Tisa tinggal di rumah kita."Azhar menatapku dengan tajam, dia ingin melihat keseriusanku. Mungkin aku harus banyak minum air agar air mataku tak cepat habis."Tidak mungkin sayang, Tisa itu tak
Azhar PovAku benar-benar terkejut tatkala mengetahui Alisha mengidap penyakit kanker kandungan stadium empat. Lalu kemudian dia meminta Tisa dan Mita untuk tinggal di rumah bersama, sungguh di luar dari perkiraanku. Aku masih benar-benar sangsi dengan kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Makanya aku harus mempertimbangkannya kembali dengan Mita. Aku takut Alisha merencanakan seauatu yang buruk pada Mita, apalagi sekarang Mita sedang hamil. Sangat tidak masuk akal seorang wanita yang pongah berubah baik hanya karena mengidap penyakit."Sayang, aku ke rumah Mita untuk memintanya tinggal di rumah ini ya ? Kuharap jika dia menolak, kita tidak boleh memaksanya," ucapku."Baiklah, jika Mita tidak bersedia. Setidaknya dia mengizinkan Tisa tinggal di rumah ini," pinta Alisha.Aku mengecup keningnya, lalu berpesan kepada maid untuk segera mengabariku jika sesuatu terjadi. Aku bukannya mengharapkan hal buruk terjadi pada Alisha, tapi bukankah kemungkinan itu bisa saja ada ?Aku segera meningga
Aku membawa Tisa ke rumah Alisha, percobaan pertama tidur sehari saja. Aku sudah mengatakan banyak hal pada Tisa, aku bahkan mampir ke konter untuk membelikannya ponsel khusus untuk anak yang aplikasinya berisi khusus permainan yang mendidik, dan kuisi nomor kontakku dan Mita."Jika Tisa memerlukan sesuatu atau kondisi yang mendesak, tekan nomor papa dan mama ya ?""Iya pa," jawab Tisa sambil menerima ponselnya."Tisa tau cara menggunakannya ?" tanyaku."Tau pa."Aku bersyukur Tisa bisa menggunakannya, bahkan ketika aku mencobanya, dia tertawa lalu dengan mimik lucunya dia mengangkat panggilanku. Aku tertawa, lalu kami meneruskan perjalanan menuju rumah Alisha. Di teras nampak Alisha menyambut kedatangan kami."Tisa...syukurlah kau mau tinggal di rumah bunda," Alisha berlari dan segera memeluk Tisa dengan erat.Aku pura-pura tak melihat bagaimana Alisha berlari seperti orang yang sangat sehat. Aku cukup mencatatnya dalam hati, sampai aku tahu dia berbohong, maka aku akan segera mengak
Malam ini aku tertidur di samping Tisa, aku bahkan tak tahu jika mertuaku sudah pulang dan sempat menyaksikan diriku yang tidur memeluk erat puteri kecilku ini. Aku terbangun ketika merasakan sesorang menyelimuti kami berdua. Karena lampu masih menyala aku masih sempat melihat bayangan Alisha keluar dari kamar dan menutup pintu. Jika melihat gerakan Alisha sepertinya dia dalam keadaan segar bugar, aku ingin menghubungi Erwin dan memintanya untuk menyelidiki penyakit Alisha. Untunglah aku sempat membawa ponselku masuk ke dalam kamar, sehingga aku amsih bisa menghubungi Erwin tanpa sepengetahuan Alisha. Aku bangun perlahan dari tempat tidur dan mengunci pintu kamar. Aku tak ingin Alisha masuk lagi ke kamar ini, lalu kumatikan lampu. Biarlah kamar ini nampak gelap, aku yakin Tisa tak akan bangun.Aku mengecup kening puteriku lalu mengirim pesan pada Erwin. Tingkahku malam ini layaknya seorang kekasih yang sedang mencuri waktu untuk saling berkirim pesan. Pesanku terkirim lalu Erwin mene
Aku dan Tisa keluar dari kamar saat Alisha mengetuk pintu kamar, aku mengedipkan sebelah mataku pada Tisa. Rupanya Alisha sudah menyiapkan sarapan pagi. Aku berusaha melirik ke arah dapur, ingin memastikan apakah dia yang masak atau hanya sekedar menyiapkan di meja saja."Ayo sarapan pa," ajak Alisha."Ayo Tisa sarapan yuk," Alisha mengajak Tisa dan menggandengnya menuju meja makan."Maaf bunda, aku mau mandi dulu," tolak Tisa, dia lalu menoleh padaku."Oh ayo bunda mandiin," Alisha tak jadi menuju ruang makan dan berbalik menggandeng tangan Tisa menuju kamar mandi.Kesempatan itu aku gunakan untuk mandi juga, aku bergegas ke dalam kamar, mempersiapkan segala sesuatunya. Aku tak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi, setelah memastikan tubuhku sudah bersih, aku segera keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang. Aku memakai pakaian kantor, rencanaku setelah sarapan langsung pergi ke kantor. Setelah rapi aku segera keluar kamar, kulihat Alisha dan Tisa juga baru keluar