Bab291Di restoran, Kevin makan bersama Elea dan Arya, juga Zurnal yang ada diantara mereka.Saat mereka mulai memesan makanan, ponsel Kevin bergetar. Lelaki itu pun menjawab dengan cepat, setelah melihat nomor ponsel tanpa nama kontak terlihat di layarnya."Kevin ...." Suara perempuan itu sangat dia kenali, rasanya perasaannya bergetar."Ya." "Ini aku, Asmara ....""Sudah tau."Kevin menjawab datar, menekan perasaan gemetar yang dia coba sembunyikan."Baiklah, Vin. Kevin, apakah kamu ada waktu? Aku ingin kita bertemu."Kevin tersenyum."Besok aku punya waktu luang," jawab Kevin dengan senyum yang terus mengembang."Baiklah, aku akan kirimkan alamat lokasi pertemuan kita besok."Panggilan telepon diakhiri dengan jawaban oke dari Kevin. Zurnal menatap Kevin."Siapa? Mengapa kamu terus tersenyum dan nampak begitu gugup," tanya Zurnal.Kevin masih mempertahankan senyuman di wajahnya."Sekian lama, akhirnya dia mau bertemu denganku."Elea mengernyit."Cukup aneh, apa ini tentang suaminya
Bab292"Belum cukupkah semua luka ini? Mengapa semuanya terasa semakin menekan ke dada? Allahu akbar, sungguh nikmat sekali cobaan ini, hingga aku tidak bisa menahan air mata, setiap kali aku meratapi sakitnya." Batin Asmara pedih, memikirkan alur nasib hidupnya yang teramat menyakitkan. "Bagaimana, apakah Kevin mau membebaskan Felix?" wanita muda yang duduk dikursi kemudi bertanya, ketika Asmara masuk ke dalam mobil.Asmara menggeleng lemah."Tidak, dia menolak permintaanku, bahkan dia mengatakan bermacam kata yang sangat melukai hati.""Apa yang dia katakan?""Mengenai Jelita, Chen."Wanita di samping Asmara itu menghela napas."Kamu sudah cukup menderita, Kevin sekarang juga bukan lagi orang biasa, kenapa kamu tidak jujur saja sama dia? Kurasa Kevin bisa membantu kamu, Ra."Asmara mendengkus."Aku tidak akan mengatakan apapun pada dia, lelaki itu tidak pernah mencintaiku sama sekali, diotaknya, hanya ada wanita sialan itu.""Elea? Kamu yakin dia masih mencintai Elea?""Aku yakin,
Bab293"Sayang, Mamah rindu." Asmara mencium foto- foto Jelita, yang selama ini Sechan kirimkan padanya. Di ponsel itu, Jelita mungil nampak sangat menggemaskan. Berkali- kali, bulir bening berjatuhan di wajah cantik Asmara."Entah kapan Mamah bisa mendekapmu dengan erat, melampiaskan rindu ini." Asmara terus berceloteh pada foto itu, nyaris setiap malam dia melakukannya.Ponsel Asmara bergetar, panggilan masuk dari seseorang kembali terlihat. Asmara menghela napas berat dan menjawabnya."Kenapa Felix masih di tahan?"Suara berat itu terdengar emosi."Aku belum berhasil membujuknya.""Mengecewakan sekali, apakah kamu sedang menguji kesabaranku?""Tidak, tidak sama sekali. Seharusnya Anda membantu mencari solusi, bukan menekan.""Apakah kamu sedang mengajakku bernegosiasi?"Asmara menghela napas."Bersujud dikakinya kalau perlu, atau berikan tubuhmu itu, untuk merayunya, bisa kan?""Astaga, aku tidak akan melakukan hal segila itu.""Baiklah, tidak masalah! Tentu kamu sudah tahu resiko
Bab294"Bi, bibi dimana sekarang?" tanyaku pada bi Ijah. Aku harus kuat, aku harus tahu dengan jelas mengapa Ayahku tiba- tiba meninggal.Apakah benar yang aku dengar tadi, bahwa Ayahku di bunuh. Kenapa dibunuh? Apakah Ayah punya musuh?"Bibi di kantor polisi, sedangkan Ayahmu saat ini dibawa ke rumah sakit, untuk dilakukan pemeriksaan."Aku mematikan sambungan telepon dan bergegas membangunkan suamiku yang masih terlelap. Maafkan aku yang harus mengganggu istirahat kamu, mas. Tapi kamu harus bangun."Mas ...." Aku membangunkannya dengan tergesa- gesa, air mata ini terus merembes keluar tanpa bisa aku hentikan.Suamiku terkejut, melihat aku yang panik dengan berurai air mata."Ada apa, kamu kenapa?" tanya suamiku sembari memegangi kedua pipiku."Ayah meninggal,"ujarku dengan cepat. "Hah?" Suamiku masih bingung dengan apa yang barusan dia dengar."Ayah meninggal, Mas. Bi Ijah bilang Ayah dibunuh, siapa yang bunuh Ayahku, Mas ...." Aku mulai histeris, siapa lagi yang berniat jahat pada
Bab295Diperjalanan, dua mobil mencegat perjalanan kami. Aku terkejut, begitu pula dengan suamiku."Vin, siapa?" tanya suamiku.Kevin menghentikan laju mobilnya, mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya."Tenang, hal semacam ini sudah masuk dalam dugaanku. Lelaki itu tersenyum menyeringai, ketika beberapa orang keluar dari mobil yang berada di depan kami.Mereka semua keluar sembari memegang beberapa benda tajam. Aku gemetar, ketakutan melihat wajah bengis, dan tatapan tajam para orang- orang itu."Pindah ke samping kemudi, jika terjadi sesuatu yang tidak sesuai harapan, kalian harus bisa melarikan diri," ujar Kevin."Vin, kamu mau ngapain? Mau keluar menghadapi mereka? Mereka banyak, kamu nggak akan sanggup," timpalku. "Arya, dengarkan aku, oke." Kevin mengacuhkan ucapanku. Ya Allah, mengapa lelaki bodoh ini selalu nekat."Vin ini berbahaya," kata suamiku, berusaha mencegah Kevin.Kevin membuka pintu mobil tanpa mau bersuara lagi pada kami. "Kevin, dasar bodoh!" makiku, tetapi dia te
Bab296"Siapa yang menyuruh kalian?" teriak Kevin dengan suara cukup keras.Aku saja sangat terkejut mendengarnya, tidak kusangka Kevin begitu tegas dan bengis jika dalam kondisi marah."Jangan kalian pikir aku sedang main- main," ujarnya lagi."Felix ...." Terdengar suara lantang dari salah satu preman itu menyahut."Siapa? Jangan mengada- ngada, saat ini tidak ada satu pun yang diizinkan menemui Felix, bagaimana dia memberi perintah?" Para preman itu saling pandang. Hingga Kevin melayangkan tendangan keras ke wajah pimpinan preman itu. Aku terkejut, Kevin benar- benar kasar pada mereka."Cepat katakan, atau aku tidak akan sabar lagi.""A--ssisten Felix, kaammmi tidak tahu namanya," ujar pemimpin preman itu. Wajahnya merah, dan hidungnya mengeluarkan darah."Bawa dia kemari, dan perintahkan anak buahmu yang ada di Bandung, untuk melepaskan Pak Erlan dan istrinya.""Ba-- baik.""Cukup 5 orang dari kalian, bawa Asisten Felix kemari, dan aku akan memberikan kalian imbalan 2 kali lipat,
Bab297"Diam disitu! Atau wanita ini mati."Pemimpin preman itu kembali berteriak, menghentikan langkah suamiku. Aku sangat tidak berdaya melihat semua yang terjadi, mengapa menjadi serumit ini.Suamiku tidak bersuara sama sekali, dia berdiri tanpa langkah lagi. Sedangkan tawa suara Kevin kembali terdengar."Pengecut," gumam Kevin. "Apa kamu bilang?" Laki- laki itu menekan pisaunya ke leher Asmara, aku tidak tenang dan keluar juga dari dalam mobil."Apa mau kalian, uang? Jika benar itu uang, sebutkan nominalnya, akan segera aku kirim orang untuk memberikan pada kalian! Dan, lepaskan Asmara.""Kenapa kamu keluar!" desis Kevin menatapku dengan tajam.Semua preman menatap ke arahku."Wanita itu, wanita yang menjebak tuan Felix," teriak lelaki berkepala plontos, menunjuk ke arahku.Semua mata menatap tajam ke arahku yang kini berdiri di samping pintu mobil.Suamiku pun menoleh ke arahku."Masuk!!" titahnya dan lelaki yang mengancam Asmara menggunakan pisau itu pun seketika melemparkan pi
Bab298Aku membuka mata, mengerjap- ngerjap beberapa kali. Kulihat cahaya lampu ruangan sedikit redup, aku menarik paksa ingatanku, dengan memindai sekeliling.Aku kembali teringat, ini masih di rumah sakit. Kemudian aku tersentak, menyadari aku hanya seorang diri di dalam ruangan ini.Ingatanku kembali ke suara wanita di telepon saat itu. Apakah itu mimpi? Atau tidak?Aku turun dari brankar, mencari keberadaan Kevin dan Asmara. Aku baru mau membuka pintu, sosok Erina sudah berdiri dimuara pintu, dengan wajah basah dan hidung yang merah."Kakak," lirihnya dan langsung memelukku, wanita itu menangis sesegukkan."Erina, kamu kesini, bagaimana Kakakmu? Apakah dia sudah sadar?" tanyaku sembari melepaskan pelukannya. Hatiku sangat tidak nyaman, melihat Erina menangis begini, ada perasaan curiga.Bukannya menjawab pertanyaanku, Erina malah kembali memeluk dan menangis keras."Erina!!" Aku melepaskan pelukannya secara paksa, dengan wajah panik dicampur curiga, aku menatap tajam pada wanita i
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond