Bab57"Terimakasih, sayang," lirih Delima, ketika Arya meletakkan dirinya di atas kasur mereka.Arya tersenyum. "Cepat sembuh!" ucap Arya, sembari mengusap lembut rambut Delima."Mau kemana?" tanya Delima, ketika melihat Arya ingin berbalik badan."Aku mau ke ruang kerja! Sudah 2 hari aku tidak masuk kantor." "Kan ada Andre yang handle.""Aku cuma mau cek sebentar, kamu rebahan saja dulu, kalau butuh apa- apa, kan bisa panggil Bi Ijah.""Aku cuma butuh kamu, Ayah." Delima menatap Arya dengan sorot mata memohon."Aku sudah 3 hari full bersama kamu. Kamu tidak lupa kan? Kalau aku juga punya istri lain. Dia juga pasti butuh aku.""Ayah! Aku sedang sakit, aku lebih butuh kamu, tolong mengerti," tegas Delima.Arya menghela napas, kemudian duduk di sisi ranjang dan menatap Delima."Kamu mau aku bagaimana? Apakah kamu tidak sanggup hidup begini? Jika tidak, aku juga nggak akan paksa kamu.""Maksud kamu?" Dada Delima mendadak semakin sesak, mendengar ucapan Arya."Apakah kamu mau bercerai?"
Bab58Delima menutup mata. Arya menurunkan tangannya dan mengepalkan tinju. "Andai saja kamu laki- laki, sudah sedari tadi kamu kutampar," geram Arya penuh emosi."Jika kamu tidak suka dengan apa yang Elea bawakan, tidak perlu kamu menyakitinya seperti itu."Delima membuka mata, tatapannya sendu."Aku sakit hati padanya, Ayah. Bagaimana mungkin aku bisa terima sikap sok baiknya itu. Nyatanya dengan menikahi suamiku saja, itu jelas niat Elea, dia ingin menyakitiku secara batin.""Lalu kamu merasa berhak, menyakiti fisiknya? Bukan hanya fisiknya, kamu yang dari awal menyakiti batinnya. Kamu rusak rumah tangganya, dan kamu usir dia begitu saja. Kamu tidak mau di sakiti, tapi kamu pandai menyakiti."Delima terhenyak mendengar ucapan Arya yang sangat menyakitkan baginya."Tapi aku tidak pernah menyakiti kamu, Ayah. Selama ini, aku selalu berusaha menjadi istri yang baik dan penurut.""Jika kamu menurut apa kataku! Tidak mungkin Elea dan Andre sampai bercerai.""Setiap Ibu yang tidak bisa
Bab59Arya keluar dari kamar Elea dengan perasaan kacau. Masih berdiri di depan pintu kamar Elea yang tertutup, terdengar bunyi kunci.Rupanya Elea telah mengunci pintu kamarnya, seakan tidak mengizinkan siapapun untuk masuk.Arya berjalan menuju pintu utama, usai meraih gantungan kunci mobil di ruang keluarga.Melihat kepergian Arya, Delia bergegas menaiki anak tangga dan menemui Delima di dalam kamarnya.Dengan cepat, Delia membuka daun pintu. Delima terkejut, sedari tadi wanita itu duduk di lantai dengan perasaan kacau.Terlihat ada darah di lantai, bercampur dengan pecahan mangkok kaca, dengan bubur ayam."Astaga, Ibu ...."Delia mendekati Delima yang menatap Delia sedih."Del, wanita itu benar- benar sukses merusak rumah tanggaku! Ayah lebih membela dia," lirih Delima."Ibu gegabah banget sih! Ngapain nyiram dia pake bubur ayam panas. Kan sudah Delia kasih tau, main cantik atuh!" seru Delia, sembari berniat membantu Delima berdiri."Saya mau diam di sini saja! Biar Ayah kamu tau,
Bab60"Ya sudah, ayo kita sarapan," kata Arya, meraih tangan Delima.Wanita itu tersenyum, kala suaminya menggenggam tangannya."Biar sakit hati Elea melihatnya," gumam Delima dalam hati. "Aku tidak akan mengalah, apalagi diam begitu saja." Batin wanita itu terus meracau, hingga langkah membawa mereka ke ruang makan. Elea yang membantu Bi Ijah menyusun sarapan, pun sedikit terkejut melihat Arya dan Delima yang memasuki ruang makan."El, rajin banget deh!" sapa Delima tanpa dosa, padahal malam tadi baru menyiramkan bubur panas pada Elea.Elea tidak menyahut, dan seakan tidak perduli dengan kicauan Delima."Sayang ayo duduk!" ajak Delima pada Arya yang sesaat membeku.Arya semakin bingung dalam mengambil sikap."Pagi, El." Kini Andre pun menyapa, membuat hati Delia panas.Elea hanya tersenyum."Awas minggir! Ini tempat dudukku," seru Delia, menarik kursi yang tadinya mau Elea duduki.Elea ingin sekali marah, mendapati sikap Delia yang sangat tidak sopan.Kursi di ruang makan hanya ada
Bab61Andre keluar dari kamar Delima, ketika Arya masuk."Masih sakit?" tanya Arya. Delima menggeleng lemah."Aku sudah harus berangkat kerja! Aku terlalu banyak lalai.""Maaf. Yasudah, Ayah berangkat saja, semangat." Delima berkata sembari tersenyum.Arya meraih tas kantornya dan pergi begitu saja. Perasaannya semakin kacau, dan kondisi rumah tangga barunya pun tidak harmonis sama sekali.Arya pergi, dan Andre pun pergi juga menuju kantor, mereka mengenakan mobil masing- masing.Delia pun bergegas masuk ke kamar Delima dan tersenyum."Keren sekali aktingnya, Bu. Lihat kan tadi, patah hati itu si Elea," imbuh Delia dengan senang.Delima pun tertawa. "Haha, mampus dia! Macam- macam sama kita. Memang dia pikir enak, jadi istri kedua," papar Delima."Delia juga sudah gosipin Elea ke semua tetangga kompleks ini. Biar dia malu dan semakin di kecam. Delia juga baru tau, kalau Elea itu kuliah. Dan Ibu taukan, di kampus Elea, banyak kejutan menanti wanita itu," terang Delia panjang lebar."Ha
Bab62Arya benar- benar tidak bisa konsentrasi, pikirannya terus saja melayang ke Elea.Hingga seseorang nomor tanpa nama, mengirimkan sebuah foto kepada Arya.Lelaki itu terkejut, ketika melihat tiga foto yang nomor tanpa nama itu kirim.Terlihat foto Elea keluar dari mobil seseorang, kemudian berfoto berdiri saling tatap di taman, hingga foto lelaki itu melambaikan tangan pada Elea.Arya terbakar perasaan cemburu, dan menghubungi ponsel Elea. Namun wanita itu enggan menjawab panggilan Arya, dan membiarkan ponsel itu terus berdering.Hal itu, tentu saja semakin menyulut emosi Arya dan mengobarkan perasaan curiga.Dengan perasaan diliputi amarah, Arya keluar dari kantor, berniat mendatangi Elea di taman, mungkin saja Elea masih bersama lelaki itu pikir Arya.Jika iya, maka Arya tidak akan segan- segan, untuk memberi perhitungan dengan lelaki di foto tersebut, karena berani mengganggu istrinya.Dengan kecepatan tinggi, Arya mengendari mobil, menuju taman kota.Benar saja, sosok Elea ma
Bab63"Ibu ...." Delia berteriak, kemudian wanita itu berlari dari kamarnya, menaiki tangga dan langsung membuka kamar Delima."Apa sih? Nggak sopan," gerutu Delima, terkejut karena Delia langsung masuk tanpa mengetuk."Ih Ibu, ini ada berita baik tau!" jawab Delia. "Nih Ibu lihat," kata Delia sembari menyodorkan ponselnya."Apa ini? Si Elea ya?" tanya Delima memastikan."Ah bener, ini Elea. Di bully rupanya dia," kekeh Delima, merasa senang melihat Elea di permalukan."Siapa dulu dong! Elea mau macam- macam sama kita? Sikat ...." Delia nampak puas dan bahagia.Rencana yang Delia susun sedemikian rupa, berjalan dengan begitu sempurna."Nggak bakal punya muka lagi tuh pelakor sialan. Sudah miskin, mandul, pelakor pula," cicit Delia, di sambut gelak tawa Delima."Kamu memang hebat! Nggak salah Ibu pilih kamu sebagai menantu," puji Delima."Semoga kamu cepat hamil, ya. Biar bagaimana pun juga, Ibu sudah kepingin punya cucu. Jika tidak, ini harta Ayah, bakal jatuh ke tangan Elea nantinya.
Bab64"Bu, jangan di buat masalah," pinta Arya. "Ayo masuk dulu," lanjutnya.Helena menatap tajam wajah Delima, semburat kebencian terpancar jelas.Helena masuk, diiringi Arya, Erina juga Delima."Rumah mewah dan besar begini, tapi menantu Ibu malah tinggal di kamar tamu! Sebagai suami, kamu ini punya otak nggak, Ar." Helena terus mengomel, kecewa pada Arya."Di rumah ini kamar cuma tiga, di tambah 1 kamar tamu. Nanti di lantai dua, Arya berencana membuat 1 kamar lagi.""Ayah, kok nggak ada bilang sama Ibu?" sela Delima."Kenapa kamu? Keberatan jika Arya buat kamar untuk menantu saya? Kalau begitu, lebih baik kamu yang pindah ke kamar tamu!" bentak Helena. Mata Delima berkaca- kaca. "Bu, saya juga menantu Ibu! Jangan begini, bersikap tidak adil dan semau Ibu saja. Saya yang menemani Arya dari 0, bukan Elea yang datang tanpa permisi dan ikut menikmati kemewahan yang kami hasilkan bersama dulu."Delima menjawab dengan lantang, perasaannya terlalu sakit, untuk terus berdiam diri. Semak
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond