Bab64"Bu, jangan di buat masalah," pinta Arya. "Ayo masuk dulu," lanjutnya.Helena menatap tajam wajah Delima, semburat kebencian terpancar jelas.Helena masuk, diiringi Arya, Erina juga Delima."Rumah mewah dan besar begini, tapi menantu Ibu malah tinggal di kamar tamu! Sebagai suami, kamu ini punya otak nggak, Ar." Helena terus mengomel, kecewa pada Arya."Di rumah ini kamar cuma tiga, di tambah 1 kamar tamu. Nanti di lantai dua, Arya berencana membuat 1 kamar lagi.""Ayah, kok nggak ada bilang sama Ibu?" sela Delima."Kenapa kamu? Keberatan jika Arya buat kamar untuk menantu saya? Kalau begitu, lebih baik kamu yang pindah ke kamar tamu!" bentak Helena. Mata Delima berkaca- kaca. "Bu, saya juga menantu Ibu! Jangan begini, bersikap tidak adil dan semau Ibu saja. Saya yang menemani Arya dari 0, bukan Elea yang datang tanpa permisi dan ikut menikmati kemewahan yang kami hasilkan bersama dulu."Delima menjawab dengan lantang, perasaannya terlalu sakit, untuk terus berdiam diri. Semak
Bab65"Sampai kapan Ibu begitu sama aku, padahal aku tidak pernah jahat padanya," lirih Delima.Arya duduk disisi ranjang, bersebelahan dengan Delima."Seharusnya kamu mengerti, Ibu sensitif sama kamu. Ini juga bagian dari perbuatan kamu," jawab Arya apa adanya."Kenapa cuma aku? Aku datang dengan memberitahukan kenyataannya. Biar bagaimana pun, kamu pelakunya, Mas. Tapi kenapa seakan- akan aku, yang paling bersalah dengan semua yang terjadi."Arya menarik napas."Sudahlah, aku juga tidak bisa berpikir jernih, dalam menghadapi sikap Ibu. Faktnya di masa lalu, semua yang sudah terjadi, diluar kendaliku.""Jika memang kamu tidak bisa atasi Ibu, jangan biarkan dia datang kemari lagi. Ingat, Mas. Ini rumah kita, bukan rumah Ibumu," tegas Delima."Dia Ibu kita, dia kesini juga datang menemui Elea.""Itu katamu! Untuk apa aku anggap dia Ibuku? Jika aku tidak dianggap anak? Ini konyol sekali rasanya.""Yasudah, jika itu mau kamu, aku nggak bisa maksain apa- apa."Delima mendengkus."Setiap b
Bab66Delima membuka kasar daun pintu karena panik.Erina membalikkan badan, dengan tatapan bringas."Andre kamu nggak apa- apa kan?" pekik Delima.Andre yang kesakitan pun terkejut, ketika Ibunya nekat membuka pintu kamar."Tutup kamarnya, Bu!!" teriak Andre. Erina bergegas mengejar Delima yang berdiri di ambang pintu. Bruckk.Erina menarik tangan Delima dengan keras, hingga membuat wanita berusia kepala 4 itu pun terjerambab ke lantai.Erina berniat memukulkan high heels yang tajamnya ke kepala Delima."Nyonya ....." Bi Ijah tidak berani mendekat, dia histeris melihat Erina mengamuk.Saat tangan Erina melayang diudara, Andre berhasil menahannya. Namun Erina yang memang memiliki ke ahlian bela diri, tidak mudah menyerah begitu saja.Apalagi kini kondisinya, sedang di pengaruhi emosi.Bruk. Erina mengayukan kakinya ke belakang dan mengenai perut Andre, hingga membuat lelaki itu kesakitan.Tetapi masih memegangi kuat tangan Erina yang memegang sepatu. Dengan kesal, kembali Erina mem
Bab67"Ada apa?" Elea semakin panik, kala Arya berdiri dan langsung pergi begitu saja.Ingin dirinya menyusul, namun mengingat kondisi Ibu mertuanya yang belum sadar, Elea mengurungkan niat.Dalam hatinya teramat kesal, karena dirundung penasaran, sedangkan dari tadi tidak mendapat jawaban dari Arya, lelaki itu malah pergi dengan kepanikannya.Elea memutuskan memasuki kamar rawat mertuanya, menunggu hingga wanita itu sadar.Elea memandangi sedih wajah Ibu Helena, yang tidak kunjung sadar."Bu, cepat sehat kembali, Elea mohon. Elea tidak punya Ibu lagi, setidaknya Helena tetap mau hidup untuk Elea," lirih wanita itu, menggenggam tangan Ibu Helena dengan erat.Isakkan mulai terdengar dari bibir tipisnya, air mata mulai mengucur deras, kala rasa takut menghinggapi sanubarinya.Perlahan, Heleba membuka matanya."El," seru Helena, ketika melihat jelas wajah Elea yang menangis.Elea terkejut. "Ya Allah, alhamdulilah, Ibu ...." Perasaan lega bercambur bahagia, Elea memeluk Helena. "Elea k
Bab68Arya bergegas menemui Erina, yang berada di kantor Polisi. Polisi menjelaskan dengan detail, yang menyebabkan Erina kini di tahan di kantor Polisi."Kenapa kamu senekat ini? Lihat kalau begini, masa depan kamu taruhannya," pekik Arya, kesal."Kenapa nyalahin aku, sih. Aku nggak bersalah, tante Delima yang mendorong kami."Arya menyapu wajahnya dengan kasar."Bukti CCTV itu jelas Erina, yang melakukan tindak kekerasan pada Delima dan Andre," bentak Arya."Mau jadi apa kamu? Jagoan? Bukannya mikirin kondisi Ibu, malah nambah masalah," lanjut Arya berapi- api."Wanita licik itu!" Erina mengeram."Dia pasti melakukan sesuatu pada bukti rekaman CCTV itu, Kak. Bi Ijah saksi hidupnya, bahwa tante Delima yang mendorong kami," sungut Erina, membela diri.Napasnya tersenggal, emosinya semakin tidak stabil."Diam! Cukup sudah kamu menyalahkan Delima terus! Sifat pembenci inilah, yang membawa kamu ke kantor Polisi ini," hardik Arya. Pikirannya sangat kacau saat ini, sungguh Arya tidak bisa
Bab69Derap langkah kaki terdengar, Delia dan Delima diam, hingga menunggu pintu kamar rawat Andre di buka.Saat pintu terbuka, sosok Arya berdiri di muara pintu."Ayah," seru Delima, wanita itu berdiri dan memeluk suaminya yang hanya diam."Ayah, anak kita kritis, dan kata Dokter mengalami geger otak serius.""Aku minta maaf, maaf atas semua kesalahan dan kekhilafan Erina," lirih Arya tanpa membalas pelukan Delima."Aku mengerti, aku paham dia emosi. Tapi jujur, aku tidak sengaja menjatuhkan vas bunga itu. Biar bagaimana pun juga, aku tidak sejahat itu, hingga dengan sengaja ingin menyakiti Ibu," jelas Delima dengan mata berkaca- kaca.Sungguh Delima pandai bermain rasa, hingga mimik wajahnya nampak sempurna, dengan suasana yang dia ciptakan.Arya merasa tersentuh dan mengusap lembut rambut panjang Delima. "Aku tahu, aku tidak menyalahkanmu. Hanya saja, tolong jangan penjarakan Erina. Dia masih muda, aku tidak ingin masa depannya hancur," pinta Arya."Nggak!" sahut Delia cepat. "Dia
Bab70Arya pun menemui Elea di depan ruangan Helena. Wajahnya kusut, dia bahkan tidak berani menampakkan diri di depan Ibunya.Elea hanya terdiam, dan duduk berdua dengan Arya di luar ruangan."Jadi benar Erina di tangkap Polisi?" tanya Elea.Arya mengangguk."Dan kamu tidak bisa melakukan apapun?" tanya Elea lagi. "Serba salah, karena dia anak istrimu? Atau bagaimana?" cerocos Elea.Elea merasa jengah, dengan sikap Arya yang membuatnya sangat kesal.Arya seakan hilang ketegasan, semenjak perubahan sikap Delima."Aku bingung," lirih Arya. "Semua memang salah Erina," lanjutnya."Aku akan menemui Erina," ucap Elea, kemudian berdiri."Kamu temani Ibu saja, aku akan bujuk Delima dulu, agar bisa membantuku," sahut Arya."Mas, kamu itu membuat aku benar- benar hilang kesabaran. Aku bingung menghadapi Ibu, yang terus menanyakan anak- anaknya. Entah bagaimana pola pikir kamu, Mas. Itu Ibu kamu," jelas Elea dengan marah."El, aku sedang pusing dan banyak pikiran.""Mas! Kamu pikir aku tidak? Y
Bab71Kegelisahan menyelimuti hati Elea kini. Bagaimana semua ini bisa berlaku pada Erina? Gadis malang itu harus bertahan di kantor Polisi sementara ini, sebelum kasus berlanjut ke persidangan.Elea memutuskan pulang kerumah, menemui Bi Ijah.Satpam tidak ada di pos nya, Elea merasa bingung. Kemudian wanita itu berjalan menuju rumah, lama Elea mengetuk pintu, hingga akhirnya dibuka.Bi Ijah terdiam, ketika melihat Elea."Ada apa?" tanya Elea bingung, dengan tatapan datar Bi Ijah."Engga. Bagaimana keadaan Nyonya mertua?" tanya Bi Ijah basa-basi.Elea masuk tanpa menyahut, kemudian mendorong pintu utama dan menguncinya."Bi, jelaskan padaku dengan jujur!" pinta Elea dengan wajah serius. "El, kamu cari tahu sendiri du--""Erina mengaku Bi Ijah saksi hidup. Tolong, jangan bantu kejahatan dengan diam seperti ini. Kasihan Erina, masa depannya terancam hancur," seru Elea, memotong ucapan penolakkan Bi Ijah.Wanita paru baya di depannya itu terdiam."Bayangkan jika Erina itu anak Bi Ijah!
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond