Bab174"Elea ...." Helena berteriak marah."Kamu sudah keterlaluan! Kamu benar- benar sudah lupa diri, sombong dan berani sekali menentang saya." "Saya bukan----" Belum selesai Elea bersuara, Helena berteriak membentaknya."Diam!! Jangan karena Ayah kamu kaya, sehingga kamu hilang rasa hormat pada saya. Saya tidak meminta Hanum untuk menggeser posisi kamu sebagai menantu. Kamu yang terlalu berlebihan," kata Helena."Awalnya diri ini hanya menguji, jika di masa tua saya cerewet dan bertingkah layaknya anak kecil, apakah kamu mampu bersabar dan mengurus saya. Nyatanya, kamu tidak mampu. Bahkan, kamu berani melawan saya, disaat tingkah saya tidak sesuai harapan kamu. Kamu bahkan tidak menganggap saya Ibu kamu, jangan kamu pikir saya tidak tahu apa- apa."Elea terdiam, terhenyak mendengar semua penuturan Helena."Kamu tidak perlu bingung! Masa tua saya, akan saya habiskan seorang diri hingga mati. Kamu tidak perlu datang lagi kerumah saya. Dan Erina, tidak perlu menggagalkan niat untuk pe
Bab175Arya bergegas menemui Ibunya dan Erina yang sudah masuk ruang perawatan."Bu, bagaimana kejadiannya? Kenapa bisa sampe begini?" tanya Arya sembari meraih kursi dan duduk. Sedangnya Erina bersandar di sofa, karena dia tidak terluka parah seperti yang dialami Helena."Erina tuh matanya oleng! Sepanjang jalan mendebat orang tua saja, makanya kualat.""Erina, kenapa kamu mendebat Ibu?" tanya Arya pada adiknya, sebab Erina hanya diam sembari menyandarkan kepalanya di sofa."Tanyakan sama Ibu, kenapa harus menguji kak Elea sejauh itu, Ibu mau menjelma menjadi mertua jahat, makanya Erina tidak suka. Ini bukan karena membela kak Elea. Tapi lebih ketidaksukaan pada sikap Ibu," jawab Erina apa adanya."Wajar Ibu menguji Elea, Ibu pengen tahu dia sayang tulus atau engga. Faktanya, dia memang tidak sayang, semua dugaan yang Hanum katakan benar adanya," sahut Helena keceplosan."Hanum? Lagi- lagi Hanum yang meracuni pikiran Ibu," desis Arya."Wajar jika kak Elea melawan Ibu, sikap Ibu sudah
Bab176"Investasi apa? Bu, jangan aneh- aneh, Ibu kan nggak pernah tahu tentang investasi."Helena mendengkus, sembari membuang pandangan dari Arya."Kamu yang tidak tahu apa- apa. Dari Hanum, Ibu jadi banyak teman sosialita, Ibu jenuh sendiri terus," ungkap Helena. Membuat Arya terhenyak mendengar ungkapan Ibunya."Bu, maaf." Helena hanya terdiam."Bu, Arya hanya tidak ingin Ibu salah dalam membuat keputusan. Jujur sama Arya, Ibu investasi apa?""Arya nggak usah berlebihan, kamu nggak harus selalu tau kan? Lagi pula kamu dan Ibu, itu duluan Ibu sudah hidup, jadi nggak pantes kamu ceramahin Ibu begini," tegas Helena.Arya menarik napas dan tidak lagi banyak bicara. Helena menghubungi Hanum, dan meminta wanita itu datang menjenguknya.Erina dan Elea duduk di bangku taman, sembari mulai bercerita."Semenjak Ibu mengenal Hanum, sikap kasarnya yang dulu kembali lagi," lirih Erina."Wanita itu selalu datang ke rumah bersama dengan teman- teman glamournya," lanjut Erina."Bukankah dia ingi
Bab177Arya dan Elea merebahkan diri di kasur mereka, usai membersihkan diri masing- masing.Si mungil Cinta pun ikut berbaring di tengah keduanya."Sayang, maafkan Ibu, ya."Elea berusaha tersenyum, meskipun hatinya amat terluka kala mengingat makian dan kebencian Helena yang tidak berdasar padanya."Tidak apa- apa, Mas. Aku yang bersalah, selalu melawan sama Ibu.""Kadang memang bersabar itu berat, tapi mas harap kamu bisa membesarkan hati lagi, bagaimana pun juga, dia adalah Ibu kita."Elea mengangguk."Mulai besok, Elea sudah akan masuk kantor, Mas.""Kantor? Maksudnya?" tanya Arya, yang memang tidak tahu apa- apa."Aku sudah mengambil hak warisku, Mas. Dan Ayah sudah memberikan semua itu," jelas Elea.Arya pun terkejut dan langsung bangkit."Jadi, kamu memimpin perusahaan Ayah?""Tidak, aku akan bekerja di sana sebagai orang biasa, bukan pimpinan secara langsung. Karena aku hanya lulusan SMA dan tidak memiliki skill, jadi aku harus belajar dari bawah.""Kamu nggak bilang dari awa
Bab178"Hehe, nggak ada, mungkin aku salah info.""Kok bisa kebetulan gitu ya? Persis banget seolah- olah orang yang tadi kamu maksud itu aku.""Haha, mana mungkin itu kamu! Mana berani aku melawan anak Bos, berat urusannya," sindir Hanum."Aku kan hanya pegawai biasa, tapi aku bangga dengan pencapaianku, aku berdiri dengan kakiku sendiri, bukan di kaki orang tuaku," lanjut Hanum."Lagian memangnya orang tua kamu kaya?" tanya Elea langsung tanpa basa- basi."Kaya sih engga, cuma mampu.""Nah itu dia, beda sama Ayahku, dia kaya. Jadi, wajar jika aku dia dirikan, nggak perlu capek- capek aku berdiri sendiri. Lagi pula, bukan cuma Ayahku yang kaya, suamiku juga. Ah, betapa beruntungnya hidupku ini," kataku dengan sengaja memanas- manasi wanita di depanku ini.Meski suara kami pelan, tapi ekor mata ini dengan jelas melihat bahwa para karyawan- dan karyawati yang lewat selalu melirik ke arah kami."Kurang aja sih kesannya itu, masuknya manja.""Lagian aku di beri nikmat orang tua dan suami
Bab179"Kalian tau nggak, jaman sekarang banyak orang bodoh yang ngandalin harta orang tua, buat jabatan misalnya," sindir Hanum.Sungguh merusak selera makan."Masa sih?" Sahut Amira, dia terlihat bingung dengan arah omongan Hanum."Iya, ada juga yang ngandelin orang tuanya buat nyusahin orang lain."Aku tahu betul arah ucapan Hanum ini, tapi aku tetap makan dan tidak memperdulikan ucapannya."Ngeri juga orang- orang begitu, nggak pantes mereka dapat teman," sahut Amira lagi."Memangnya siapa orangnya, Num? Sepertinya dia berpengaruh nanget dalam hidupmu, sampe- sampe kamu bicarakan. Hati- hati loh dibuat susah nanti," celetukku.Amira menyenggolku. "Dia atasan di sini, jangan panggil nama," tegur Amira padaku. Aku pura- pura terkejut."Ah maaf ya, Ibu Hanum. Saya tidak tahu Ibu atasan di sini," kataku pura- pura tidak nyaman.Hanum mendengkus dan pergi begitu saja._____Hari demi hari berlanjut, aku benar- benar menikmati pekerjaan ini dengan semangat.Apalagi di saat perumahan sud
Bab180Kuhempaskan bokong ke sofa ruang tamu, meninggalkan mas Arya dalam keheningan di dalam kamar.Kembali aku memainkan ponsel, dan mulai membaca goyonan anak- anak marketing yang berkumpul di group."El, bantu Amira dapat jodoh," ucap Arnold."Nggak perlu El, gue jomblo selamanya aja, kalau Pak Andi nggak mau sama gue."Amira, wanita itu dari awal selalu menceritakan kekagumannya pada Pak Andi. Bagi Amira, Pak Andi merupakan sosok laki- laki tampan, lembut dan juga tegas.Kurasa Amira benar, tapi entah mengapa, Pak Andi selalu mencuri pandang padaku."Haha, ayolah Pak Andi, di respon perasaan Amira," ketikku juga.Aku terus tertawa sembari mengetik pesan. Hingga ketukan di daun pintu utama mengejutkanku.Aku tersenyum dan bangkit dari duduk, berjalan menuju pintu dan membukanya.Parkur memberikan aku titipan dari Pak Andi, gegas aku kembali ke dalam usai menerima nya. Kubuka isi dalam tas yang merupakan dari sebuah brand terkenal itu dengan hati gembira."Waw ...." Mataku berbinar
Bab181"Ya Allah, El. Mengapa kamu begitu jauh berubah, sadar El ...." Mas Arya mencoba meraih bahuku.Tapi aku memundurkan langkah."Mas, aku nggak suka dikekang begini. Aku tahu aku seorang istri dan Ibu, apa aku salah memberi reward buat diri sendiri?" "Nggak begini, El. Selama ini, aku selalu berusaha menyenangkan hati kamu, tidak ada satu pun hal penting tentang kamu yang aku lupakan. Tapi kenapa, kenapa kamu malah begini.""Bukan itu, Mas. Aku juga ingin punya teman banyak, berkumpul dan bercanda. Bagiku, hal itu seakan siraman buat jiwaku yang begitu kering selama ini.""Kalau sudah begini jawaban kamu, ya sudah!! Cari kebahagiaan kamu diluar sana. Tapi ingat satu hal, jangan pernah menyesal."Usai berkata, mas Arya meraih Cinta dan pergi keluar kamar.Aku duduk, merenung sejenak hingga pesan group kembali melambai, meminta team untuk segera berkumpul di warung makan.Aku melanjutkan aktivitas berdandanku dengan cepat, meski telinga mendengar jelas deru mesin mobil mas Arya be
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond