Bab135"Keluarlah! Cukup sudah rasanya, pernikahan ini semakin tidak nyaman lagi.""Mas," lirih Zaenab."Keluar! Aku tidak ingin anakku di sakiti lagi. Aku mampu mengurusnya tanpa kamu," tegas suami Zaenab."Kalian ini masih begitu emosi. Mari kita tenangkan diri dulu, lebih baik kita pulang langsung ke kampung saja," usul Bu Rokayah."Tidak! Erina sudah menunggu kita di rumahnya." Zaenal menolak."Kamu saja yang pulang ke rumah Erina, biar kami kembali ke kampung," jawab Bu Rokayah pada Zaenal."Zara ikut kakak Zaenal saja, ngapain hidup di kampung, bosan," keluh Zara."Keluar," ulang suami Zaenab lagi."Mas ampun! Ampuni aku, aku janji akan berubah," lirih Zaenab."Keluar! Aku bukan suami yang baik untuk kamu! Aku bahkan sudah menyakiti fisikmu. Sudahlah, keluar," pinta suami Zaenab lagi."Tolong jangan begini kalian berdua, ibu minta maaf. Ibu janji nggak akan maksa kalian keluar kota lagi, maaf," lirih bu Rokayah."Mas, beri aku kesempatan, aku mohon!" pinta Zaenab dengan wajah me
Bab136"Jangan ya, itu kamarnya masih penuh barang mereka," jelas Erina lembut."Kan cuma numpang tidur, Kak. Masa nggak boleh, aku dah capek banget ini," keluh Zara dan langsung pergi ke kamar Arya dan Elea.Dengan lancangnya, Zara membuka kamar itu dan masuk."Zara jangan," seru Erina."Erina, Ibu juga capek ini, biarkan saja Zara tidur di situ! Lagian Arya juga nggak ada, cuma numpang tidur doang masa marah," celetuk Bu Rokayah.Erina menjadi serba salah.Zara menutup pintu kamar, dan langsung membuka- buka lemari pakaian Elea dan Arya.Gadis nakal yang tinggal menunggu pengumuman kelulusan SMA itu pun nampak sibuk mencium- ciumi baju pakaian Arya."Maskulin, menarik, tampan dan seksi," desis Zara. "Andai saja dia menyentuhku, ah pasti indah sekali," gumam gadis nakal itu, sembari memeluk kemeja putih milik Arya, kemudian mencium- cium baju itu, meninggalkan jejak lipstik di kerahnya.Sedangkan baju Elea, wanita itu keluarkan dan dia lempar ke kamar mandi, yang ada di dalam kamar
Bab137Helena terbangun karena mendengar suara berisik di rumahnya. Helena pun gegas melihat cctv, sebelum keluar dari kamar.Terlihat Bi Siti yang sedang di marah- marahi Erina, sembari menunjuk- nunjuk jemuran.Helena naik pitam melihat kelakuan anak bungsunya itu, apalagi saat Helena melihat, Zara nampak santai menyantap sarapan di meja makan bersama keluarganya.Helena bergegas keluar kamar, menuruni tangga dan berjalan menuju ruang laundry. Zara melihat langkah Helena, pun tersedak saat menyeruput minumannya.Zara berdiri dan berlari melewati Helena, sedangkan Helena hanya diam dan terus berjalan.Keluarga Zara yang sedang sarapan pun menjadi gelisah."Cepat jangan lambat, Bi," titah Erina terus menerus hingga terkejut melihat kedatangan Zara yang tergopoh, dengan Helena yang berjalan di belakangnya."I-- ibu," lirih Erina, menunduk.Helena mendengkus, sembari melipat kedua tangannya di dada. Sedangkan Zara langsung meraih baju yang sudah bersih dan berusaha untuk menjemurnya."S
Bab138Erina merasa sakit hati, karena Ibunya seakan mempersulit keberadaan keluarga suaminya."Kamu ikut Ibu ke kampung saja! Ibu ini bukan orang miskin di sana, biar nanti Zaenal di sana juga," bujuk Bu Rokayah pada Erina."Ibu terharu banget sama kamu! Menantu Ibu yang sangat baik juga pintar," puji Bu Rokayah lagi.Erina tersenyum. "Ayo kita ke kampung," sahut Erina bersemangat.Helena yang mendengar itu pun mendengkus. "Kamu akan kembali dengan berita yang memalukan nantinya," seru Helena, kemudian melangkah lagi menuju tangga.Bayangan tentang kampung yang indah, asri, sejuk sudah menari- nari di pelupuk mata Erina."Apa? Ke kampung?" tanya Zaenal terkejut."Iya, kenapa? Kamu nggak mau kita di sana? Aku bosan hidup di kota melulu," keluh Erina."Kuliah kamu bagaimana?" tanya Zaenal lagi. "Kenapa pula tiba- tiba begini? Ini pasti bujukan Ibu, kan!!""Aku yang pengen, aku malas kuliah lagi, percuma kuliah tapi tetap dianggap bodoh," sahutku dengan wajah sedih."Lagian itu Ibu kamu
Bab139*Lima bulan berlalu.Arya dan Elea pun bersama Bi Ijah pergi berbelanja kebutuhan dapur dan lainnya, menuju pasar tradisional.Arya benar- benar meluangkan waktunya beberapa hari ini, demi menemani istri tercintanya.Hingga mobil menepi, menuju sebuah parkiran. Lelaki yang sedang meraih beberapa botol bekas yang tidak jauh dari depan mobil mereka pun membuat Elea syok."Mas Andre," lirih Elea. Bi Ijah dan Arya pun melihat ke arah yang sama. Benar saja, itu Andre.Setelah beberapa bulan menghilang, semenjak di pecat tanpa hormat, juga terakhir saat Delima masuk penjara, Andre menghilang bak lenyap di telan bumi."Dia mulung ya itu?" tanya Bi Ijah, menajamkan penglihatan."Iya, kasihan dia," lirih Elea."Kenapa? Dulu saja mereka sombong! Begitulah nasib si sombong berlebihan, pasti akan sial," imbuh Bi Ijah."Benar juga sih, kasihan. Tapi biarlah, itu bagian dari cara dia bertahan hidup," tukas Arya."Yang penting dia mau berusaha," lanjut Arya.Mereka pun keluar dari dalam mobil
Bab140 Wajah lesu Zaenal setelah pulang mematik perhatian keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tivi."Kenapa wajahmu itu?" tanya Bu Rokayah.Semua keluarga yang sedang berkumpul pun menatap Zaenal."Nasib orang yang numpang! Sana kemari di kataian benalu, bahkan ke tetangga juga," sindir Zaenal, berjalan sembari mengusap wajah."Baper! Kalau nggak mau jadi benalu, harusnya kerja lebih giat lagi dan hasilkan uang. Bukannya cuma numpang tidur makan gratisan, enak banget hidup begitu," sahut Zaenab, yang sadar dengan arah omongan Zaenal."Setiap hari upahku diambil sama Ibu, katanya buat bantu- bantu beli sayur dan ikan. Hanya 10 ribu, yang disisakan untukku," papar Zaenal. Zaenab mendengkus. "Bisanya cuma nyusahin saja," gerutu Zaenab."Istrinya juga tidak begitu berguna! Kadang nyuci pakaian kami semua saja tidak begitu bersih. Masak keasinan, kadang pula hambar," jelas Zaenab tanpa perasaan.Zaenal menyapu kasar wajahnya sembari terus melangkah menuju kamar mereka yang kecil s
Bab141"Zaenal ada apa?" Suara Bu Rokayah terdengar nyaring di depan pintu."Tidak ada apa- apa," sahut Zaenal dengan malas."Cepat beresi itu! Sebelum semua kuhancur," titah Zaenal, sembari mendorong bahu Erina. Dengan tergopoh, wanita itu berjalan ke arah serpihan pecahan kaca cermin itu.Tidak dia sangka, kehidupan di kampung yang dia bayangkan sederhana, ternyata menyesakkan dada.Erina pikir dia bisa tanpa Ibunya, tanpa kakaknya. Ternyata dia salah, kehidupan yang sekarang dia jalani, seolah menelanjangi harga dirinya.Jika dulu apa- apa dia punya, dan tinggal minta pasti di kasih. Kini? Apa- apa yang dia inginkan, dia seolah harus menjadi pengemis dulu, kadang pun tetap tidak di kasih Ibu mertuanya."Maaf ya, Nak," ucap Erina pada anak yang sedang dia kandung, ketika apa yang dia ingin, tidak kunjung ke sampaian.Melihat punggung Erina yang nampak lamban membersihkan serpihan kaca itu, Zaenal seakan naik pitam.Dia pun meraih asbak yang berada di nakas dan melemparkannya pada be
Bab142"Assalamualaikum," ucap Elea, yang datang berkunjung ke kediaman mertuanya itu."Walaikumsallam," jawab Bi Siti, sembari membuka lebar daun pintu.Mereka saling lempar senyum, Bi Siti meraih buah tangan yang Elea bawakan."Dimana Ibu, Bi?" tanya Erina, yang datang bersama Suami dan anaknya."Ibu di taman belakang, Non. Non El, kasihan Ibu, sudah dua bulan ini sering murung, kayaknya lagi kangen sama non Erina," terang Bi Siti."Ya Allah, Mas." Elea memandangi suaminya."Kita susul Ibu dulu," kata Arya. Keduanya pun bergegas ke belakang rumah menuju taman bunga tanaman Helena.Berbagai bunga cantik menghiasi taman belakang itu, di lengkapi meja dan kursi taman pula, juga beberapa lampu kecil."Nenek!" seru Elea, seolah yang bersuara itu adalah Cinta yang sedang dia gendong.Helena tersenyum sumringah, ketika melihat kedatangan mereka."Cucuku," ucapnya sembari berdiri dan meraih tubuh si mungil Cinta yang kini berusia 1 tahunan."Bu, bagaimana kabarnya? Sehat ajakan!!" Suami Ele
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond