Bab128"Aku juga, aku bahagia memiliki kamu! Janji ya jangan sakit, janji juga kalau sakit kemarin beneran bohongan," kataku memastikan.Mas Arya melepaskan pelukannya, sembari menjewer pelan hidungku."Iya sayang, kalau untuk sehat Mas nggak berani janji. Tapi, Mas janji akan berusaha membahagiakan kamu. 1 hal yang harus kamu tahu, semua ini juga bagian dari bantuan Ayah Erlan. Katanya pengen bahagiakan kamu juga."Aku mengernyit. "Maksudnya bagaimana?""Ayah Erlan memberikan investasi yang cukup besar buat perusahaan kita. Dia juga membeli 50% saham, atas nama kamu. Makanya, hadiah ini mas berikan, karena kondisi perusahaan jauh lebih maju dari sebelumnya.""Alhamdulilah, semoga perusahaan yang mas pimpin selalu berjalan lancar, ya Mas.""Aamiin. Terimakasih doanya, sayang."Karena ini hari bahagia kami, aku dan Mas Arya pun mandi bersama. Aku paling suka moment seperti ini, karena nggak setiap hari kami begini. Mas Arya dengan telaten membersihkan punggungku, memijat kepalaku deng
Bab129Keluarga itu mulai memasuki halaman, bergabung dengan keluarga yang lainnya.Erina nampak antusias, menyambut kedatangan keluarga mertuanya itu."Hai, selamat ya, Mas. Rumah barunya cantik banget," sapa Zara, bukan kepadaku, cuma suamiku yang berada tepat di sampingku.Aku hanya diam, sama sepertinya, seolah tidak melihat kehadiran wanita itu."Makasih," jawab suamiku datar, tanpa mau menatap Zara yang ternyata ikut duduk di samping suamiku."Zara duduk ya, Mas." Suamiku tidak menanggapi, malah mengajakku ngobrol."Kamu suka makanan yang mana? Biar Mas ambilkan, sepertinya sudah ada yang matang," kata suamiku itu."Apapun yang kamu bawakan, aku suka," jawabku sembari tersenyum kepadanya."Mas, sekalian ambilkan Zara juga ya," pinta wanita itu sok akrab."Perjalanan jauh datang kemari, rasanya masih capek! Laper juga," ungkapnya lagi.Suamiku tidak menyahut, dia langsung bangkit dan menuju ke arah mereka yang sedang asik memanggang berbagai daging- dagingan itu."Beruntung bang
Bab130"Dia istriku! Tidak 1 orang pun kubiarkan, apalagi kuizinkan menghina nya. Jika ada diantara kalian, yang berani mengatakan dia pelakor lagi, maka akan berhadapan langsung denganku. Istriku, adalah kehormatanku sebagai suami. Bagaimana mungkin, aku bisa membisukan suara, menulikan telinga? Camkan ini baik- baik," tegas suamiku menatap tajam Bu Rokayah yang kini menunduk malu."Zaenal! Bawa Ibu kemari, kenapa kamu biarkan orang membentak- bentak Ibu kita?" teriak Zaenab, sembari menggendong anak laki- lakinya yang tempo hari terkena air keras itu.Terlihat suaminya menarik tangan Zaenab, namun wanita itu menghentakkan kasar tangan suaminya."Lepas! Ibuku sedang mereka permalukan." Terdengar Zaenab berteriak.Zara menangis kencang, benar- benar keluarga gila."Elea yang jahat! Tapi kami yang di bentak- bentak! Kami juga bagian keluarga ini, tapi kenapa kami di perlakukan begitu rendah. Kami datang kemari dengan suka cita, tapi malah mendapat luka."Aku menggeleng, masih sempat- s
Bab131Erina berlari ke arah keluarga Zaenal."Tolong maafkan keluarga saya, Bu. Kakak, maafkan mereka," pinta Erina dengan lembut."Keluarga kamu jahat pada kami," desis Zaenab dengan mata melotot tajam ke arahku. Memangnya apa salahku sebenarnya pada keluarga mereka? Sehingga mereka begitu membenciku."Saya mengerti perasaan kalian, tolong maafkan kesilafan dalam perkataan mereka," pinta Erina masih dengan suara lembut.Zaenab mendengkus.Kemudian Erina beralih menatap mas Arya, bergantian menatapku."Kakak, tolong jangan pinta suamiku memilih antara kalian dan keluarganya. Biar bagaimana pun, mereka ini keluarga kandung suamiku. Jangan korban kan rumah tanggaku, demi perasaan pribadi kalian," pinta Erina terisak."Masih kamu bela mereka? Kalau kesalahan itu ada pada Arya dan Istrinya, wajar kamu bicara begitu," sahut Aletta."Kakak tidak tahu apa- apa! Kakak baru dua bulan di sini, jangan membela sepihak. Aku juga di sini netral, nggak bela kak Arya, Kak Elea mau pun keluarga suam
Bab132"Sudah, cukup sudah!!" Paman bersuara keras, tapi suamiku malah semakin bringas."Andai saja mereka laki- laki, sudah kupastikan gigi mereka semua patah," teriak suamiku.Persis seperti orang kesetanan, aku mendekatinya dan ikut memeganginya juga."Malu, malu di dengar tetangga. Kita orang baru di sini, bahkan baru hari ini. Haruskah mas seperti ini, kumohon sudahlah," lirihku."Mereka menguji kesabaranku! Ini masalah harga diri, suami mana yang senang istrinya di hina orang lain? Siapa mereka? Jadi merasa berhak menghina kamu di rumahmu sendiri? Aku mati- matian membahagiakan kamu, mereka dengan seenak mulutnya saja mènyakiti kamu! Aku tidak terima ...."Aku melongo mendengarnya, antara haru juga sedih melihat mas Arya terus meraung melampiaskan emosinya pada semua barang- barang.Ibu Helena hanya bisa menangis, sambil memeluk Erina, tanpa berani mendekati suamiku."Terimakasih, terimakasih! Kumohon tenanglah, jangan buat tetangga di sini penasaran dengan masalah ini, kumohon,"
Bab133Aku menarik napas berat melihat sikapnya, sepertinya mas Arya benar- benar marah pada Erina kali ini."El, tolong bujuk Arya," pinta Ibu."Istirahat, El. Ayah duluan," kata Ayahku sembari berdiri, kemudian melangkah pergi.Erina pun duduk, menunduk tanpa mau melihatku."El nggak nyangka mas Arya bisa ngamuk begini," ungkapku pada Ibu mertua."Dulu pernah begini, bahkan lebih parah dia buat anak orang nyaris mati," jelas Ibu mertua."Ini yang kedua kalinya, dia begitu biasanya sudah habis kesabarannya," lanjut Ibu."El," panggilnya lagi. Aku melihat Ibu mertua."Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa mereka selalu begitu sama kamu.""El juga nggak paham, Bu. Mereka benci banget sama Elea," jawabku."Mereka benci pelakor," timpal Erina."Maksud kamu gimana, Nak?" tanya Ibu mertua.Erina mendongakkan wajahnya dengan menatapku datar."Mereka bilang, mereka benci pelakor, karena Ayah mereka juga pergi meninggalkan keluarga itu demi wanita lain. Sebab itulah, mereka benci sama kak Elea
Bab134Di dalam mobil, Zaenab terus mengomel tiada henti."Bodoh! Entah apa yang kalian bicarakan, hingga membuat kita terusir seperti anjing," raung Zaenab tak henti- henti.Tubuh wanita itu bergetar hebat, dengan linangan air mata yang merembes deras membasahi wajahnya."Seumur hidupku, selain berkelahi dengan tetangga, aku tidak pernah mengalami hal memalukan seperti malam ini. Kau Zara, kau lah yang membuat semua menjadi kacau," tuduh Zaenab.Zara yang semula telah usai menangis meratapi nasib diri yang telah dihina, pun kembali terpancing dengan ucapan Zaenab."Dia menghinaku!""Pasti ada alasannya, seperti aku yang begitu membenci wanita itu, aku punya alasan. Bohong jika dia menghina kamu tiba- tiba tanpa alasan," sahut Zaenab lagi."Sudahlah, pusing lama- lama ribut begini," sela Ibu Rokayah, sambil memijit pelipisnya."Aku mengejeknya sebagai pelakor! Aku juga nanyain tips menjadi pelakor hebat sepertinya, bisa mendapatkan lelaki tampan, baik dan kaya seperti mas Arya," jelas
Bab135"Keluarlah! Cukup sudah rasanya, pernikahan ini semakin tidak nyaman lagi.""Mas," lirih Zaenab."Keluar! Aku tidak ingin anakku di sakiti lagi. Aku mampu mengurusnya tanpa kamu," tegas suami Zaenab."Kalian ini masih begitu emosi. Mari kita tenangkan diri dulu, lebih baik kita pulang langsung ke kampung saja," usul Bu Rokayah."Tidak! Erina sudah menunggu kita di rumahnya." Zaenal menolak."Kamu saja yang pulang ke rumah Erina, biar kami kembali ke kampung," jawab Bu Rokayah pada Zaenal."Zara ikut kakak Zaenal saja, ngapain hidup di kampung, bosan," keluh Zara."Keluar," ulang suami Zaenab lagi."Mas ampun! Ampuni aku, aku janji akan berubah," lirih Zaenab."Keluar! Aku bukan suami yang baik untuk kamu! Aku bahkan sudah menyakiti fisikmu. Sudahlah, keluar," pinta suami Zaenab lagi."Tolong jangan begini kalian berdua, ibu minta maaf. Ibu janji nggak akan maksa kalian keluar kota lagi, maaf," lirih bu Rokayah."Mas, beri aku kesempatan, aku mohon!" pinta Zaenab dengan wajah me
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond