Bab46"Dan, lihat ini." Elea menyodorkan ponselnya.Air wajah Arya berubah, ketika melihat video itu."Terimakasih," seru Elea, sembari mengambil ponselnya dengan sedikit kasar."El, ini salah paham!" kata Arya."Salah paham bagaimana? Rupanya dugaanku itu tidak pernah salah. Kamu hanya menikahiku karena kasihan, karena aku sebatang kara. Tega ya kamu, Mas, aku nggak nyangka.""Kamu salah, El.""Salah bagaimana? Itu suara kamu, dan itu juga kamu! Semua jelas terdengar, Mas." El berkata dengan tubuh bergetar."Entah apa yang sedang Tuhan persiapkan untukku, mengapa rasanya sesakit ini. Kupikir perhatian dan ucapan kamu selama ini, adalah sebuah ketulusan. Nyatanya? Tidak lebih hanya dari rasa kasihan." Serak suara El berkata, kini dirinya mulai dikuasai perasaan sakit hati dan emosi."Maaf," lirih Arya, berusaha memegang tangan Elea. Namun wanita itu menepisnya."Jangan sentuh aku, Mas. Aku kecewa sama kamu," ungkap Elea, dengan satu tetesan air mata, yang kini meluncur bebas di pipiny
Bab47"Kenapa di matikan?" bentak Arya yang merasa sangat kesal, juga pusing dengan keadaannya.Disisi lain, ada rasa bersalah pada Delima, tapi disisi lainnya juga, Arya sudah terlanjur sangat mencintai Elea. Pikirannya kini sebenarnya sangat pusing, ingin menciptakan hal yang adil bagi keduanya, tapi melihat keadaan seperti ini, Arya menjadi bingung."Mereka ingin membunuhku," lirih Elea. Arya menatap dingin wajah Delima, yang nampak kaku."Kenapa dimatikan?" bentak Arya lagi, membuat Delima sedikit syok."Ayah, mengapa harus seemosi ini. Memangnya apa yang terjadi?" tanya Delima masih berusaha tenang."Telepon dia lagi," pinta Arya."Mas, sudah cukup!" seru Elea tak senang, melihat sikap Arya yang seakan mengintimidasi Delima."Tapi Delia keterlaluan! Biar Mas usir saja dia," ungkap Arya."Ayah, kamu ini kenapa? Jangan berat sebelah seperti ini, main usir- usir menantu seenaknya. Heh, Elea. Dasar pembawa sial dan petaka kamu di rumah kami."Delima murka, dia bahkan menatap Elea d
Bab48Semua menoleh ke arah pintu. Tak lama, pintu terbuka, dan sosok Delia berada di depan pintu dengan wajah sedikit pucat."Bu," sapa Delia dengan perasaan khawatir.Sedangkan Delima hanya terdiam, menatap DeliaDelia tidak berani menatap Arya maupun Elea."Apa maksudmu, Delia? Mengapa kamu merekam pembicaraan saya dan Ibu Delima, kemudian mengirimkan rekaman itu ke Elea! Maksud kamu ini apa?" tanya Arya yang sudah tidak sabar."Agar Elea sadar dan tahu diri, bahwa Ayah hanya kasihan sama dia." Dengan berani tiba-tiba Delia menjawab pertanyaan Arya.Wajah perempuan itu yang semula menunduk, kini menatap tegap ke arah Arya."Apakah Ayah tidak memikirkan perasaan Ibu Delima? Apakah Elea begitu penting dan hebat bagi Ayah, sehingga bisa bersikap seperti ini kepada kami. Kalau Ayah berlebihan seperti ini, kami tidak akan baik sedikitpun pada Elea.""Siapa kamu di rumah ini, sehingga lancang dan berani mengatakan hal itu kepada saya? Kamu hanya numpang di rumah ini," tegas Arya menatap
Bab49Perasaan Delima sedang kacau, apalagi saat melewati kamar tamu, yang tidak kedap suara. Terdengar suara gelak tawa di dalamnya.Hati Delima terasa sakit, mengapa usai memarahi dia dan Delia, Arya dan Elea malah seakan berbahagia di dalam sana.Tidakkah Arya memikirkan perasaan Delima? Mengapa kini takdir begitu tidak adil padanya.Delima berjalan menuju kolam renang dan duduk di tepiannya. Memandangi air kolam yang tenang itu, seakan membuat Delima mengerti."Begitulah sifat Elea selama ini, diam, tenang dan membuat tenggelam." Delima bergumam seorang diri.Bagaimana dia harus bersikap? Melihat tadi bagaimana Arya begitu membela Elea, membuat Delima bingung harus bertindak seperti apa."Apakah ini karma?" Kembali Delima bergumam seorang diri. Tapi Delima sadar, dia tidak diceraikan, itu berarti dia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki.Susah payah Delima mendapatkan Arya, hingga mengorbankan segalanya, dia tidak rela, jika Elea menjadi pemenangnya.Melihat kolam renang,
Bab50Elea dan Arya terkejut. Dengan cepat, Arya melompat dari kasur dan berlari menuju keluar kamar."Ada apa?" tanya Arya berteriak, sembari berlari menuju ke dapur."Ya Allah nyonya, Tuan." Bi Ijah syok, melihat Delima berlumuran darah, dengan wajah memucat karena nekat melukai tangannya. "Delima, astaga, kamu nekat sekali." Arya langsung menggendong Delima yang sudah memucat."Ayah, kumohon jangan begini, kembalilah seperti dulu!" lirih Delima. "Sudah jangan banyak bicara! Kita ke rumah sakit, bertahanlah," seru Arya dengan cepat menggendong tubuh Delima."Bi Ijah, cepat ikut," seru Arya. "Baik, Tuan." Elea hanya terdiam di depan kamar tamu tanpa suara, melihat semua kericuhan yang Delima ciptakan."Nekat dan berani juga dia. Baiklah Delima, mari kita kuatkan posisi masing- masing. Aku tidak akan mundur kali ini, cukup sekali kamu hancurkan hidupku, kali ini kita gantian," gumam Elea sembari tersenyum menyeringai.Kepergian mobil Arya membuat rumah menjadi hening. "Semoga saj
Bab51Sosok Arya berdiri di depan pintu yang terbuka lebar, dengan dua bungkus bubur ayam di tangannya."Sudah sadar?" tanya Arya sembari mendekati kedua wanita itu.Delima memalingkan wajahnya.Arya meletakkan bubur ayam di atas nakas, kemudian meminta Bi Ijah meninggalkan keduanya di dalam.Bi Ijah pun paham, dan berpamitan untuk keluar."Delima," panggil Arya. Tetapi wanita itu enggan menoleh ke arahnya."Aku tadi beliin bubur ayam kesukaan kamu di luar, makan ya, aku suapin," kata Arya dengan lembut."Aku tidak lapar," sahut Delima dingin. "Delima, jangan begini lagi, ini adalah tindakan yang paling bodoh," seru Arya lagi. Delima enggan menanggapi. Perasaannya kini sakit, sangat sakit. Dalam sekejab, kebahagiaannya lenyap.Entah bagaimana Elea yang dulunya dia benci, dia hancurkan, kini berbalik menghancurkannya. Ada perasaan menyesal di hati Delima. Tapi ibarat kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Hukum tabur tuai itu kini Delima alami, bahkan di perank
Bab52Ada perasaan bersalah di hati Bi Ijah, ketika melihat sarapan Elea yang belum sama sekali wanita itu sentuh. Andai saja Bi Ijah tidak membawanya untuk berdebat, mungkin Elea akan sarapan dengan tenang. Tapi, Elea malah memilih pergi begitu saja._______"Apa, diusir?" "Iya, Mas. Kapan kamu pulang, aku nggak enak lama- lama nginap di rumah Ibuku," keluh Delia."Ya sudah, sore Mas akan pulang. Kamu sabar dulu," pinta Andre.Andre mau pun Delia, tidak tahu apa- apa tentang Delima yang kini di rawat di rumah sakit.Kepala Andre mendadak sakit, mendengar cerita Delia. Lelaki itu pun bersiap untuk pulang hari ini, perasaannya semakin tidak nyaman mengingat Elea dan Ibunya yang tidak akan akur, jika dibiarkan 1 rumah.Apalagi sampai membuat istrinya terusir, tentu saja Andre semakin pusing meski hanya mendengarnya.Sedangkan di dalam kamar, perasaan Elea menjadi kalut. Apakah dia benar- benar salah dalam langkah? Apakah yang di lakukannya ini sudah benar? Elea benar- benar tidak tah
Bab53"Bisakah fokus padaku? Aku rindu dan aku sangat membutuhkan kamu, Ayah." Suara serak Delima, membuat Arya luluh dan tidak tega.Bagaimana pun juga, Delima juga istrinya, yang berhak mendapatkan perhatiannya."Iya. Kamu janji ya, jangan lakukan ini lagi," pinta Arya dengan lembut."Iya, Ayah. Ibu khilaf, maaf." Suara lembut Delima terdengar tidak biasa di telinga Arya.Ah, mungkin ini efek dari sedang sakit, pikir Arya."Demi rumah tangga kita, aku akan berusaha merubah semua hal dari diriku, yang memang tidak kamu sukai. Biar bagaimana pun juga, aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja, Arya." Delima bergumam dalam hati."Ayah, Ibu pengen tidur di peluk, boleh kan." "Malu di liat Perawat sama Dokter.""Please ...." Melihat wajah memelas Delima, Arya pun tidak tega dan akhirnya menuruti begitu saja.Delima tersenyum, ketika Arya merebahkan diri di sebelahnya. Delima memeluk suaminya itu dengan penuh kasih sayang dan kerinduan.Arya mengecup kening Delima, dan membelai pelan
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond