Shara menarik napas. “Aku nggak yakin apa di masa depan nanti kamu masih bisa adil atau nggak, Mas. Via memiliki segalanya sebagai seorang istri, dia bisa hamil dan punya anak. Sedangkan aku?”Rio menatap Shara lekat.“Itu tidak akan bikin aku berlaku timpang,” katanya sungguh-sungguh. “Buktinya Via juga tidak menghalangi aku untuk tidur di kamar ini kan? Dia juga tidak menggunakan Nico untuk menahanku di sampingnya, malah dia bilang sesekali Nico boleh tidur sama kita berdua seperti ini ....”“Oh ya? Serius Via bilang begitu, Mas?”Rio memangguk.“Kalau begitu aku mau kita bertiga tidur di sini, Mas!” “Oke, besok aku akan bicara sama Via ....”“Aku maunya sekarang, malam ini. Bisa kan, Mas? Sejak Via datang ke rumah kamu, kita bertiga belum pernah tidur sama-sama kayak dulu ... Aku kangen masa-masa itu, Mas.”Shara memasang wajah sangat memelas hingga membuat Rio merasa tidak tega, dia pun bergegas pergi ke kamar tamu.“Vi, aku boleh bawa Nico ke kamar Shara?” Slavia yang
Slavia mengangguk. “Ya sudah, nggak apa-apa. Asalkan Kak Shara nggak menghalangi aku untuk pegang Nico juga sebentar.” “Aku akan bicara sama Shara juga untuk tidak menghalangi kamu, terima kasih ya!” Rio memeluk Slavia erat. “Aku menyayangi kalian berdua.” Slavia mengangguk dalam dekapan Rio, setelah itu memintanya untuk kembali kepada Shara. Waktu terus berlalu dan Slavia menjalani statusnya sebagai istri kedua dengan perasaan biasa saja. Dia tidak merasa cemburu ataupun resah dengan fakta bahwa dirinya memiliki suami yang juga berstatus sebagai suami wanita lain. Bagi Slavia, yang penting dirinya bisa hidup bersama Nico dan melihat langsung tumbuh kembangnya yang mengagumkan. Namun, situasi tenang itu sedikit terusik ketika Shara sedikit-sedikit mempertontonkan kebersamaannya dengan Rio serta Nico di hadapannya. Slavia tentu tidak mudah terprovokasi pada awalnya, karena dia pikir adalah hal yang wajar ketika Shara menikmati momen kebersamaan dengan suami dan anak bayi di antara
Rio termenung. Dia juga memiliki harapan yang sama dengan yang dimiliki Slavia, tapi kunci utamanya tetap pada Shara sendiri. Mudah-mudahan saja emosi Shara tidak berubah-ubah dan terus stabil, pikir Rio dalam hati. Sebagai seorang suami yang memiliki dua orang istri, tentu dia berharap jika istri-istrinya bisa hidup rukun dalam satu atap. Beberapa waktu kemudian, Rio mengurus persiapan pernikahannya dengan Slavia supaya lebih tenang dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Kak, gimana sama Kak Shara?” tanya Slavia takut-takut. “Apanya?” “Apa dia ... setuju kita nikah ulang?’ “Itu urusan aku, kamu tidak perlu memikirkannya apa-apa.” Karena Rico sudah berucap demikian, maka Slavia tidak mengajukan pertanyaan apa pun lagi. Sebab dia yakin jika Rio tidak mungkin mengambil sembarang keputusan tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Shara. “Surat izin poligami?” Ibu Shara terbelalak ketika Shara meneleponnya. “Apa-apaan sih Rio itu! Dia mengambil keputusan tanpa memik
“Selamat atas pernikahannya, Vi. Nanti malam biarkan Nico tidur di kamarku, ya?”“Boleh, Kak.” Slavia mengangguk, dia lega karena Shara sudah mulai berubah.Tamu yang masih tertinggal tiba-tiba riuh, seakan sedang mengomentari sesuatu yang tidak pantas.“Kita turun, Vi?” ajak Rio sambil mengulurkan tangannya.“Oh, jadi mereka yang sudah menikung dari belakang?”“Yang itu pelakornya?”“Amit-amit, nggak nyangka ya ....”“Bukankah mereka kakak beradik?”“Iya, tega sekali sama kakak sendiri.”Slavia sontak melirik Rio dengan alis berkerut.“Mas, mereka kayak ngatain kita deh.”Rio menajamkan telinganya.“Masa sih?”Slavia mengangguk.“Kalian kok masih di sini?” tanya Shara yang muncul sambil menggendong Nico yang mengenakan topi bentuk hewan di kepalanya. “Istirahat sana, biar aku yang urus tamu.”Slavia mengangguk dengan penuh rasa terima kasih.“Itu pasti istri pertamanya!”“Lho, memang iya. Namanya Shara ....”“Luar biasa, dia memiliki sabar yang sangat luas.”Langka
Ketika duduk menunggu itulah, ponsel Rio tiba-tiba berbunyi singkat. Shara lantas mendekat dan memeriksanya dengan saksama. “Link berita apa ini?” gumam Shara sembari membuka kunci layar Rio hanya dengan sekali ucap karena suaminya tidak pernah menerapkan sandi pada layar ponsel. Setelah mengirimkan link itu ke ponselnya sendiri, Shara segera menghapus pesan yang dikirimkan Slavia untuk Rio. “Kamu tidak mandi, Ra?” Shara menoleh ketika Rio muncul dengan wajah yang jauh lebih segar. “Sebentar lagi, Mas. Kamu mau sarapan sekarang?” “Nanti saja, aku mau lihat Nico di kamarnya Via.” Shara mengangguk paham dan membiarkan Rio berlalu pergi meninggalkannya. “Ini berita yang dibaca Via,” gumam Shara. “Kira-kira gimana ya perasaannya?” Pandangan Shara tertuju ke arah layar ponselnya yang menampilkan situs berita online: Adik Tidak Tahu Diri yang Menjadi Istri Kedua Kakak Iparnya Shara menatap judul itu berkali-kali, dia tidak perlu membaca seluruh isinya karena sudah bisa menebak dar
Lagi-lagi sapaan pelakor dilayangkan kepada Slavia yang baru saja meletakkan satu setel piyama bayi di meja kasir.Karena merasa dirinya bukan pelakor, maka Slavia tidak mempedulikan ucapan mereka yang begitu menyakitkan hati.“Beli apa, Vi?” tegur Shara yang muncul dari arah belakang dengan Nico berada di gendongannya.“Piyama, Kak. Sini gantian aku yang gendong Nico, kamu mau belanja kan Kak?”Shara mengangguk dan menyerahkan Nico kepada ibu kandungnya.“Bu, hati-hati nanti anaknya yang gantian diambil!”Slavia dan Shara saling pandang. Saking kerasnya ucapan itu, beberapa orang jadi menoleh ke arah mereka.“Oh, anak ini aman kok sama saya!” ucap Shara buru-buru sambil menunjuk Nico yang kini berada di tangan Slavia.“Belajar dari pengalaman saja, Bu.”“Iya, jangan sampai terulang lagi. Amit-amit saja sih ....”Telinga Slavia mulai memanas, tapi dia juga tidak punya kuasa untuk mengatakan apa pun karena mereka sedang berada di tempat umum.“Sudah, ayo kita belanja lagi. P
Slavia mencoba untuk berpikir positif, meski perasaannya gelisah tidak keruan. “Halo Vi, apa berita itu benar?” tanya Raras ketika dia menghubungi Slavia melalui sambungan telepon. “Berita apa, Ras?”“Berita kalau kamu ... jadi istri kedua, itu betul?” tanya Raras terbata. “Aku Cuma mau memastikan saja, semoga sih nggak betul ....”“Aku memang sudah menikah, Ras. Aku pernah cerita kan sebelumnya?”“Ta—tapi kamu nggak pernah bilang kalau kamu jadi istri kedua, Vi!”Slavia menggigit bibirnya, dia bingung bagaimana harus menjelaskan hal ini kepada Raras. Malah kalau dipikir-pikir lagi, Slavia tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya kepada siapa pun.“Gimana ya, Ras ... Aku Cuma bisa bilang kalau pernikahan kedua ini atas izin istri pertama, jadi ....”“Tapi istri pertama suami kamu adalah kakak kamu sendiri, jujur aku nggak paham sama hal itu.”Slavia semakin dibuat tidak nyaman, karena status istri kedua selalu tampak salah di mata sebagian orang.
“Tapi tidak ada yang neror kamu kan?” “Nggak ada, tapi ....” Slavia menggantung ucapannya.“Tapi apa?”“Orang-orang jadi hujat aku, Mas.”Rio terpaku mendengar penuturan istri keduanya.“Mereka memang nggak kenal aku secara personal, tapi tetap saja mereka menghujat aku yang dibahas dalam artikel berita yang viral akhir-akhir ini.” Slavia melanjutkan. “Aku harus gimana, Mas?”Rio menggenggam tangan Slavia untuk menyalurkan ketenangan.“Bagaimana kalau kamu tutup media sosial kamu, jangan dulu aktif atau cek apa pun lagi ... Aku bukannya egois satu tidak mau mencarikan jalan keluar, tapi memang inilah situasi yang harus kita jalani. Pernikahan segitiga seperti ini sering sekali dipandang negatif oleh sebagian besar orang, aku atau kamu tidak bisa mengontrol pendapat mereka.”Slavia menarik napas. Rio mana mengerti tentang perasaannya karena bukan dia yang dihujat, bukan pula Shara.Melainkan dirinya yang berstatus sebagai istri kedua dan dianggap perebut suami orang.“Aku su
Slavia lantas menaruh foto terakhir dan sukses membuat Shara terperanjat. “Kenapa kamu menaruh foto Mas Rio di situ?” “Memangnya salah kalau foto ayah kandung ditaruh dekat dengan anak-anak kandungnya?” Shara melotot. “Anak-anak kandung ...? Anak Mas Rio dengan kamu cuma Nico!” “Coba perhatikan lagi, yang ini mamanya Luna. Bibir dan hidungnya sangat mirip sama Mas Rio.” Dengan napas yang menderu cepat, Shara mengamati foto Rio dan Lunara bergantian. Semakin dilihat, semakin kemiripan itu menjelma nyata. “Nggak ... ini nggak mungkin! Mas Rio punya anak lagi ... selain Nico?” Slavia mengangguk tenang. “Kamu bohong, Vi. Kapan kamu hamil lagi? Itu pasti anak dari laki-laki lain kan? Anak dari suami baru kamu!” “Aku belum pernah menikah lagi sampai sekarang,” kata Slavia jujur. “Seharusnya kamu berpikir, gimana ceritanya aku tinggal berjauhan sama Mas Rio, tapi masih bisa hamil anaknya?” Shara menatap Slavia dengan penuh dendam. “Aku nggak percaya ini ....” “Tanya saja sama Mas
Sebuah mobil asing ternyata sudah menunggu ketika Ardan tiba di rumah Slavia. “Itu mobilnya Pak Rio, Dan!” “Mau aku antar sampai rumah?” “Nggak usah, aku akan hadapi Pak Rio sendiri.” “Apa kamu yakin, Vi? Kalau dia menyakiti kamu gimana?” “Aku sudah mempekerjakan asisten rumah tangga, Dan. Setidaknya aku nggak benar-benar sendirian di rumah,” jawab Slavia. “Kamu pulang saja, kamu juga harus istirahat karena ada air in kamu sama Raras sibuk banget bantu aku.” Mau tak mau Ardan mengangguk. “Kalau ada apa-apa, kamu harus cepat hubungi aku atau Raras.” “Pasti, aku turun ya?” Dengan berat hati, kartun terpaksa mengganggu dan membiarkan Slavia turun dari mobilnya. “Lama sekali, sengaja?” sambut Rio datar ketika akhirnya Slavia muncul di hadapannya. “Aku kan harus jaga-jaga, takutnya kamu coba-coba menyerangku karena aku sudah melaporkan istri kamu ke polisi.” “Bisa kita bicara baik-baik?” “Oke, masuk saja ke rumahku.” Tanpa menunggu jawaban Rio, Slavia segera meninggal pergi mem
“Kenapa, Bik?” “Ada polisi di depan, Pak ....” “Polisi? Mereka cari siapa?” Rio terbelalak kaget. “Cari ibu, Pak ... Saya nggak berani bilang Bu Shara, makanya saya langsung bilang Bapak saja.” Rio mengusap wajahnya dengan kalut. Ada masalah apa lagi ini? “Selamat malam, Pak!” “Selamat malam, ada perlu apa ya Pak?” tanya Rio sopan. “Kami datang ke sini sambil membawa perintah surat penangkapan untuk Bu Shara,” jawab salah seorang petugas yang datang. “Memangnya istri saya kenapa, Pak?” “Istri Bapak ditangkap atas laporan pengayaan terhadap Bu Slavia.” Rio terperanjat kaget, terlebih ketika petugas polisi menyebut nama mantan istri keduanya. “Mas, ini kita mau ke mana?” tanya Shara ketika Rio menjemputnya di kamar. “Ada yang mau bertemu sama kamu ....” “Siapa?” Rio tidak menjawab. Bukannya dia seorang suami yang tega, justru dia sangat ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi sebenarnya. “Polisi? Kok mereka ada di sini sih, Mas?” Shara langsung menghentikan langkahnya s
Shara manggut-manggut, dia sangat yakin jika Slavia tidak akan seberani itu untuk melapor. Atau dia akan membuat namanya kembali viral, dan berimbas ke bisnis online yang digelutinya. “Gimana keadaan kamu, Vi?” “Ya beginilah, Ras ... Luna gimana?” “Ardan yang jemput Luna, kamu tenang saja.” Slavia menarik napas panjang. “Kamu harus dirawat ingat di sini ya?” tanya Raras. “Sebenarnya aku mau pulang, tapi tapi kepalaku pusing banget dan sama dokter diminta untuk observasi di klinik dulu sementara ....” “Atau kamu pindah ke rumah sakit saja?” “Nggak usah lah Ras, aku kan dianiaya bukan sakit kronis.” Raras menghela napas. “Tapi menurutku perbuatan mereka itu sudah sangat keterlaluan, mereka nggak Cuma mempermalukan kamu, Vi. Mereka juga menganiaya kamu, entah apa yang akan terjadi seandainya aku sama Ardan nggak datang ....” “Oh ya, kalian berdua kok bisa tahu posisiku sama apa yang aku alami?” tanya Slavia penuh rasa syukur. “Bukannya kamu yang nelepon pakai aplikasi pesan?”
Jantung Slavia berpacu dengan cepat ketika para wanita itu merundungnya baik verbal maupun fisik, dari mulai menjambak rambut, menampar wajah, dan menarik telinganya beramai-ramai. “Hentikan ini, aku nggak sepenuhnya salah!” teriak Slavia sambil menutupi wajahnya. “Banyak omong, aku viralkan kamu ya!” “Dasar pelakor hina!” Slavia berusaha melawan, tapi tentu saja dia kalah jumlah. Orang-orang mulai berdatangan untuk melihat apa yang terjadi, bahkan ada yang berusaha untuk menghentikan penganiayaan itu. “Stop, Ibu-Ibu! Ini ada apa?” “Tolong jangan main hakim sendiri!” “Anda ini kan sesama perempuan, kenapa menyakiti perempuan?” Teman-teman Shara menghentikan sejenak aksi bar-bar mereka. “Dia ini pelakor!” “Betul, dia adalah orang ketiga dalam rumah tangga teman kami!” “Haahh? Jadi dia itu pelakor?” Slavia menurunkan tangannya dan berteriak. “Bohong, itu semua fitnah!” “Wah, berani juga pelakor ini!” “Iya nih, dasar nggak punya malu!” “Aku memang bukan pelakor, istri perta
Mana bisa begitu,” tolak Shara. “Nico itu anak Mas Rio, dan aku adalah istrinya.” “Aku nggak peduli, aku ini ibu kandung Nico.” “Nggak bisa, Vi. Sesuai perjanjian, Nico harus kamu serahkan kepada Shara dan Rio untuk dirawat.” Rini menengahi. “Ibu lupa kalau perjanjian itu sudah enggak berlaku lagi?” tanya Slavia mengingatkan. “Mas Rio dan ibunya sendiri yang datang untuk bujuk aku supaya melanjutkan pernikahan itu, sedangkan uang ganti rugi yang sudah Kak Shara bayarkan juga diganti sama Mas Rio.” “Jadi kamu mau uang?” sentak Shara. “Tolong deh, bisa nggak jangan pakai teriak-teriak?” Slavia mengingatkan. “Di sini itu tempat umum, bukan tempat buat marah-marah ....” Rini mengusap tangan Shara. “Tenang.” Slavia menarik napas. “Sejak awal aku sudah bilang sama mas Rio Kalau aku cuma mau mengurus masalah hak asuh Nico, aku nggak peduli lagi sama kalian berdua. Asal aku nggak diusik, aku juga nggak akan mengusik kamu ataupun Mas Rio.” “Kamu nggak usah bohong, Vi. Buktinya kamu int
Aku mungkin menyesalkan ide kamu, tapi ... aku tidak menyesali kehadiran Nico sedikit pun.” “Kamu bikin aku sakit hati, Mas. Kamu tega ....” “Kamu sendiri tega memaksaku menduakan pernikahan kita, sampai kamu mencoba bunuh diri dan membuatku tersudut bersama Via. Ingat?” Shara mati kutu. Semua yang Rio ucapkan terasa seperti beberapa anak panah yang meluncur bersamaan dan menancap tepat di ulu hatinya. “Justru itu aku minta kamu untuk memperbaiki pernikahan kita, Mas. Aku nggak mau ada Via lagi di tengah-tengah kita, cukup Nico saja yang akan jadi pelengkap kebahagiaan ... Belum lagi anak kita nanti seandainya aku diberi kepercayaan untuk hamil anak kamu.” Rio memijat keningnya, rasa pusing kini seringkali mampir sejak dia bertemu kembali dengan Slavia dan juga bocah perempuan itu. “Mas, apa ucapan aku ada yang salah? Kok kamu diam saja?” tanya Shara khawatir. “Aku terlalu pusing dengan semua ini ....” “Oke, kita sebaiknya jangan membicarakan soal Via atau perjanjian masa lalu
“Istri satu-satunya ya, sungguh membanggakan. Akan jauh lebih membanggakan lagi kalau kamu bisa kasih keturunan sama suami kamu,” sindir Slavia tepat sasaran. “Kamu ....” “Atau jangan-jangan kamu juga sudah berhasil punya anak? Kalau begitu, kembalikan Nico sama aku. Bukankah kamu bisa merawat anak kandung kamu sendiri?” tanya Slavia pura-pura. “Mulut kamu itu ya, Vi. Pengin aku robek-robek rasanya!” Slavia tersenyum kecil. “Kamu masih nggak berubah juga ya, suka emosian.” “Diam kamu, aku sudah kasih kamu peringatan. Jangan sampai aku bikin mental kamu hancur untuk yang kedua kalinya.” Mendengar ancaman itu, Slavia seketika berdiri dan membuat Shara terperanjat kaget saat melihat sorot matanya yang tajam membunuh. “Coba saja, kamu pikir aku masih sama seperti Via yang dulu?” “Apa maksud kamu?” “Pikir saja sendiri, kamu masih bisa mikir kan?” “Jangan kurang ajar kamu!” Shara ikut berdiri dan bersiap melayangkan tamparan ke wajah Slavia, tapi tangan itu tidak pernah mendarat d
“Daripada Nico tahu dari orang lain, nanti dia malah bingung. Kasihan,” ucap Rio sembari memejamkan mata. “Kita tetap harus kasih tahu dia, Ra.” “Aku mohon pertimbangkan lagi keputusan kamu, Mas. Bukankah Via punya niat jelek untuk merampas Nico dari tangan kamu?” “Aku akan membujuknya supaya tidak melakukan hal itu.” “Membujuk gimana?” Shara menyipitkan mata. “Jangan bilang kalau kamu diam-diam menemui Via di belakang aku, ya?” “Ngapain aku harus diam-diam? Aku tidak harus minta izin kamu buat bicara sama Via kan?” tukas Rio, tampak tidak senang. “Bukan begitu juga maksud aku, Mas ....” “Aku bisa lihat kalau Via dendam sekali sama kita, seolah kita sudah melakukan kesalahan besar di masa lalu.” Rio menambahkan, membuat wajah Shara memucat. “Aku tidak habis pikir sama Via, dia benar-benar sudah berubah.” Shara menelan ludah, dia merasa harus segera berbuat sesuatu. “Terus apa rencana kamu?” “Seperti yang aku bilang tadi, aku akan minta Via untuk tidak meributkan soal hak asuh