[Buat apa lagi kamu transfer uang ke rekening aku, Kak?]Mengabaikan pertanyaan Slavia, Rio memilih untuk langsung menelepon istri keduanya itu.Berharap kalau Slavia berkenan menjawab teleponnya.“Mau alasan apa lagi kamu, Kak?” Suara dingin Slavia langsung menyambut begitu hubungan tersambung.“Vi, kita harus bertemu. Aku mau bicara banyak sama kamu,” punya Rio.“Aku nggak mau, Kak. Cukup kamu ucapkan talak itu saja, bebaskan aku ....”“Kamu di mana sekarang, Vi?”“Nggak penting kamu tahu keberadaan aku.”Rio yang emosinya juga sedang naik-turun, mendadak jadi tersinggung karena mendengar ucapan Slavia.“Aku ini masih suami kamu, Vi! Setidaknya jaga nada bicara kamu ....”“Suami nggak bertanggung jawab.”“Tidak bertanggung jawab, kamu bilang? Justru karena aku merasa harus bertanggung jawab sama kamu, makanya aku tidak langsung talak kamu.”“Terus kenapa memangnya?”“Karena dengan kamu masih jadi istri aku, maka aku punya kewajiban untuk menafkahi kamu ....”“Aku bilang nggak perlu,
“Tunggu sebentar Kak, aku nggak merayu Kak Rio sama sekali ....” “Alah, nggak usah menyangkal! Aku dengar sendiri kalau kamu telepon Rio diam-diam kan?” “Bukan aku yang telepon Kak Rio, tapi dia sendiri yang ....” “Sudah, tutup mulut kamu, Vi!” “Kak, tolong jangan nuduh aku macam-macam ... Aku sama sekali nggak menghubungi Kak Rio duluan!” Slavia masih berusaha menjelaskan, tapi percuma. Sekeras apa pun dia menjelaskan duduk perkaranya sampai berbuih, Shara tetap tidak mau tahu dan tetap beranggapan bahwa adiknya yang salah. “Sekali lagi aku peringatkan kamu, jangan jadi duri dalam rumah tangga aku! Kita sudah terikat perjanjian sejak awal, kenapa kamu pura-pura lupa?” Slavia menghela napas dan menunggu Shara meluapkan emosinya sampai dia puas. “... adik kok nggak tahu diri,” dengus Shara sebagai penutup. “Cukup ya, Kak? Jangan karena Kakak berjasa besar membiayai sekolah aku sampai lulus kuliah, terus Kakak merasa berhak mencaci maki aku sampai kayak begini ....” “Memang itu
“Kenapa Bibik harus minta maaf?” “Karena saya gagal melindungi Nico dari ibu.” Rio menggelengkan kepala, firasatnya mengatakan kalau apa yang dialami Nico hari ini ada hubungannya dengan Shara. “Gagal melindungi Nico? Kalau begitu ceritakan kejadian yang sebenarnya, kasihan Nico.” Mendengar itu, Bik Tata menjadi semakin terbebani dan lantas menceritakan apa saja yang dilakukan Shara terhadap Nico. “... tolong jangan bilang Ibu, Pak ... saya tidak mau dipecat ...” pinta Bik Tata ketakutan, matanya berkaca-kaca. “Saya beranikan diri masuk kamar ibu juga karena Nico nangis-nangis, ternyata ... ternyata dia dicubit-cubit ....” Hati Rio teriris-iris perih rasanya ketika mendengar cerita Bik Tata. “Saya juga pernah punya bayi, Pak ... Tidak tega rasanya kalau denger anak-anak nangis ... apalagi nangis dicubit-cubit ... Nico masih bayi, dia belum ngerti apa-apa ....” “Iya, Bik. Saya tidak akan bilang ibu, terima kasih Bibik sudah menyelamatkan Nico.” Bik Tata menyeka matanya. “Nico
Rio terperanjat, sementara Shara merasa bahwa dirinya sedang berada di atas angin.“Maaf, aku mulai tidak percaya sama kamu.” “Mas, aku serius! Aku akan ....”“Janji ini juga yang dulu kamu ucapkan ke aku saat memaksakan ide menikah lagi,” tukas Rio tidak sabar. “Kenyataannya apa? Kamu tetap saja bertindak semaunya sendiri, bahkan sampai hati menyakiti bayi yang tidak bersalah seperti Nico.”Shara memegang keningnya.“Ya wajarlah, Mas. Memang Nico itu cengeng banget, sedikit-sedikit nangis ....”“Nico itu masih bayi, Ra!”“Iya, aku tahu. Aku capek, besok kita bicara lagi.”Shara melenggang pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, meninggalkan Rio yang tidak puas dengan hasil pembicaraan mereka.Malam itu Shara sengaja tidak mempedulikan tangis Nico yang terbiasa bangun tengah malam untuk minum susu.“Ra, itu Nico nangis ....”“Urus saja sana, tinggal bikinkan susu apa susahnya sih?”Enggan ribut di tengah malam buta, Rio mengalah dan turun dari tempat tidur untuk mem
“Rio, kamu sedang apa?” “Ini ... aku sedang bicara sama Via, Bu. Soal perceraian kami ....” “Tidak, jangan dulu!” “Memangnya kenapa, Bu? Kasihan Via juga kalau terus terikat sama aku.” Slavia memilih diam dan terus mendengarkan keributan itu. “Tutup dulu teleponnya, nanti ibu jelaskan!” Tut! Tanpa peringatan apa-apa lebih dulu, Rio tiba-tiba saja memutus pembicaraan yang sedang berlangsung dengan Slavia. “Kak Rio aneh, itu tadi suara ibunya kan?” gumam Slavia bingung, entah apa yang sebenarnya terjadi. Yang jelas lagi-lagi proses perceraiannya dengan Rio terpaksa ditunda lagi. “Ada apa, Bu? Tadi aku sudah hampir talak Via padahal ....” Di rumah ibunya, Rio sedang mempertanyakan interupsi yang baru saja dia dapatkan. “Jangan, ibu setuju kalau kamu menunda perceraian kalian.” “Apa? Tapi aku sudah telanjur janji sama Shara, Bu. Kami ingin memperbaiki rumah tangga kami, dan Shara mengajukan syarat itu.” Ibu Rio menarik napas dalam-dalam, dia merasa bimbang dengan apa yang bar
“Cie, cie ....” Raras nyengir menyambut Slavia setelah kepulangan Ardan. “Jadi gimana nih, pasti dia ngajak jalan-jalan ya?”Slavia tersenyum rikuh.“Jangan dibahas, itu urusan pribadi Ardan.” “Kok main rahasia-rahasiaan sama aku sih, Vi? Ardan itu pasti lagi pedekate sama kamu, aku bisa lihat dari sorot matanya setiap kali dia menatap kamu.”Slavia menarik napas, dia tetap pada pendiriannya.“Aku belum bisa menjalin hubungan sama siapa pun, Ras.”“Lho, memangnya kenapa?”“Kamu percaya seandainya aku bilang kalau aku sudah menikah?”Raras terbelalak lebar mendengar pengakuan Slavia.“Ah, kamu ini. Kalau bercanda suka kelewatan, nggak masuk akal begitu ... Nggak lucu ah, Vi!”“Aku nggak bercanda, Ras! Aku itu ....”“Sudah deh, aku ngerti kalau kamu melakukan itu cuma buat menghindari Ardan karena ... mungkin saja kamu belum siap atau kamu nggak suka sama dia?”Slavia menggeleng, tapi tetap saja Raras tidak mempercayai pengakuannya itu.Enggan berdebat, Slavia lebih memili
“Terus kenapa nggak kamu lakukan, hah? Kamu sengaja berkhianat?”“Aku cuma melakukan apa yang sudah kamu tentukan.”“Aku nggak percaya, pasti Via yang selama ini hasut kamu! Aku nggak akan tinggal diam, aku harus kasih pelajaran sama dia!”Rio sigap menahan tangan Shara sementara satu tangan lainnya meletakkan cangkir kopi.“Via tidak salah, Ra ....”“Lepaskan, Mas! Aku akan bikin dia menyesal!”“Ra, tenang dulu!” “Nggak ada! Aku nggak akan bisa tenang sebelum Via pergi dari kehidupan kita! Kalau perlu aku akan membuat hidupnya hancur, seperti dia yang sudah menghancurkan rumah tangga kita!”Rio terpaksa menarik Shara dan membenamkan bahunya dalam pelukan erat.“Ra, aku masih sayang kamu. Berubah lah, kita masih bisa memperbaiki rumah tangga kita ....”“Kalau begitu ceraikan Via, Mas!” isak Shara memaksa. “Aku nggak mau dimadu, apalagi sama adik sendiri!”Rio membelai puncak kepala Shara. “Berubah lah, aku yakin kamu bisa menerima Nico dan Via. Aku janji akan berbuat adil
“Bu, Via pergi ke mana sih?” tanya Shara melalui sambungan telepon.“Ibu tidak tanya, terakhir dia pamit itu katanya mau ke luar kota.” “Luar kota mana? Luar kota kan luas, Bu!”“Mana ibu tahu? Kan kamu sendiri yang suruh Via untuk pergi sejauh mungkin dari keluarga kecil kamu.”“Iya sih, tapi aku takutnya justru ternyata Via ada di dekat-dekat kami ....”“Nggak mungkin, dia pasti tahu diri. Lagian kamu masih di rumah Rio kan, jadi pasti luar kota yang dimaksud Via itu adalah luar kota yang biasanya jauh itu lho! Masa ibu harus jelaskan panjang lebar?”“Oke, aku ngerti. Via pernah telepon Ibu lagi nggak setelah dia pergi?”“Pernah, tanya kabar ibu sama ayah kamu. Ibu bilang saja biar dia fokus menata hidup di sana, jangan ganggu keluarga kakaknya lagi.”Shara tersenyum lega, setidaknya sang ibu masih mendukung sampai sekarang.“Ya sudah. Kalau nanti Via telepon ibu lagi, bilang sama dia untuk kasih tahu alamat domisili dia sekarang. Aku minta tolong ya, Bu?”“Tapi buat apa