Damon berdecak marah, sudah jam tiga dini hari tetapi Disha belum kembali. Dia sudah menghubungi perempuan itu, tetapi Disha tidak bisa dihubungi. Begitu juga dengan Ben--mendadak Ben tak bisa dihubungi. Langkah Damon berhenti dia di depan sebuah kamar. Dia baru dari lantai atas rumahnya, tengah merenung mengenai masalahnya dan Disha. Seperti biasa, Damon selalu menuju lantai tertinggi suatu bangunan ketika dia dalam masalah. Dan ketika kembali dari sana entah kenapa dia malah berhenti di depan salah satu kamar di rumahnya. Damon melangkah mendekati pintu, membukanya dan mengintip ke dalam– mendapati seorang anak kecil yang duduk menekuk kaki di tengah ranjang yang luas. Gebara, anak berusaha delapan tahun tersebut duduk dengan menekuk kaki sembari menatap meletakkan kepala di atas lutut. Matanya sayup, beberapa kali terpejam namun dengan cepat ia buka kembali. Sepertinya anak itu sangat mengantuk, tetapi entah sebab apa dia tak membiarkan kantung merenggut kesadarannya. "Kenapa ka
Kalung itu! Deg''Kalungnya ada pada Kinja?' batin Disha, memilih keluar dari lift dan langsung menghampiri Kinja. Disha ingin melabrak Kinja, perempuan itu pasti telah kembali mencuri kalung tersebut– Kinja pasti melihat saat Disha membuang kalung tersebut lalu dia mengambilnya dari tong sampah. Disha yakin jika Kinja jugalah yang memberi tahu pada Damon mengenai Disha yang membuang kalung tersebut ke dalam tong sampah. Yah, Kinja pernah mengatakan ingin merebut Damon lagi bukan dari Disha?! Ini pasti dalam satu siasat Kinja! Namun, langkah Disha tertahan, bahkan dia perlahan mundur– melihat Kinja berlari ke arah seorang pria, tak lain adalah Damon. Terlihat Kinja memeluk lengan Damon, kemudian tersenyum sembari memperlihatkan kalung di lehernya pada Damon. "Terimakasih, Damon sayang. Aku tahu, saat itu pasti kamu sedang mengerjaiku karena itu kamu mengambil kalung ini, padahal aslinya kalung ini memang untukku," ucap Kinja dengan nada manja dan bahagia, berjalan dengan bergandeng
"Hentikan kekacauan yang kau buat, Sera," ucap seseorang dengan lantang, memotong perkataan Sera dan membuat mata semua orang tertuju padanya. Ben berjalan terburu-buru ke sana, takut Sera semakin lancang dan membeberkan status Disha. Bukan bermaksud apa-apa, hanya saja semua bisa kacau jika Sera memberitahunya semarang. "Kalian semua bubar," titah Ben dengan nada dingin– namun tatapan matanya tak lepas dari Sera. Wanita ini--bermulut kasar dan suka mengumpat! Bar-bar dan selalu berbicara sesuka hatinya. Semua staf yang berkumpul di sana sontak bubar, kembali ke meja kerja masing-masing dan melanjutkan pekerjaan. "Apa-apaan kau menghentikanku?" ketus Sera sembari menatap sinis dan penuh kebencian pada Ben. Ben balik melayangkan tatapan tajam ke arah Sera. "Diam di tempatmu dan jangan kemana-mana. Kau-- hampir mengacaukan semuanya!" geram Ben, setelahnya berjalan menghampiri Disha.Dia menghela napas, merubah raut mukanya lebih bersahabat dan lebih baik dari yang sebelumnya. "Kak
Ceklek'Saat mendengar suara pintu dibuka, Sera langsung menoleh ke arah pintu. Dia spontan berdiri dan hampir memaki-maki Ben karena berpikir pria itulah yang masuk dalam ruangannya. Namun, ternyata yang masuk ke dalam ruangan pria ini adalah Ando–Kakak pertama dari tiga bersaudara Lucas. Walaupun hubungan mereka tidak ada didasarkan ikatan darah, tetapi semua orang tahu jika Ando, Damon dan Ben adalah saudara. "Kau--" "O--oh." Sera dengan kikuk menggaruk tengkuk, dia tak tahu harus mengatakan apa pada Ando. Sialnya pria ini sama-sama memiliki wajah lempeng dengan Ben. Shit! Sera benci wajah tanpa ekspresi. Soalnya dia Sera suka canggung berhadapan dengan orang jenis seperti itu. "Ma--maaf, Pak Ando. Aku … aku tidak mencuri, aku dikurung oleh Pak Ben di sini," ucap Sera dengan canggung, menggaruk tengkuk sembari menatap tak enak dan kikuk pada Ando. "Humm. Aku tahu." Ando menjawab dengan singkat. "Bagaimana dengan kandunganmu, Nona Sera? Keponakanku baik-baik saja, bukan?" tanya
"Jika Mas ingin kembali pada Kinja, aku tidak masalah, Mas. Tapi … jangan mempermainkanku dan memberiku harapan besar seperti sekarang. Ceraikan aku dan kembalilah padanya. Dan … mari kita ke tujuan awal, aku memberikan anak untukmu serta istrimu. Lalu setelahnya, bebaskan aku."Mendengar ucapan Disha tersebut, tatapan Damon semakin tajam– sorotnya gelap dan menyala akan kemarahan yang sangat dalam. "Tarik ucapanmu, Disha Azalea!" geram Damon dengan dingin, mengatupkan tangan dengan mencengkeram kuat pundak Disha. Disha menggelengkan kepala. "Mas hanya terobsesi padaku, sedangkan wanita yang Mas cintai adalah Kinja. Dulu aku berpikir suatu saat Mas akan mencintaiku. Saat Mas menceraikan Kinja, harapanku semakin besar untuk mendapatkan cintamu. Tetapi nyatanya-- itu hanya harapan yang tak akan tercapai. Mas Damon tidak bisa melupakan Kinja kan? Meskipun aku bersamamu, selalu ada untukmu, tetapi itu sama sekali tidak bisa menggantikan posisi Kinja di hati Mas Damon," ucap Disha dengan
"Bagaimana, Sera? Kau suka bermain-main denganku?" Ben menarik perempuan itu, mendudukkan perempuan itu di kursi kerjanya. Sedangkan Ben, dia berdiri dengan mencondongkan tubuhnya ke arah Sera. "Aku tidak tahu jika anda se brengsek ini, Pak Ben." Sera berucap dengan marah, pancaran matanya penuh dengan kebencian dan sorot matanya begitu tajam. "Kau sendiri yang memancingku." Ben terkekeh pelan, tetapi tatapannya terus tajam–menghunus dingin ke arah Sera. "Masih ingin menyebutku tegangan tinggi, heh?" ledeknya kemudian. Sera memalingkan wajah. Matanya mengerjab dan mulutnya terkunci rapat. Benar-benar! Apa pria ini tidak tahu cara membedakan mana yang bercanda dan serius? Dan … Sera hanya meledek, balasan karena Ben juga meledeknya sebagai wanita setengah pria. Suka mengatai orang, tetapi balik dikatai langsung baperan. Makhluk macam apa ini?! "Aku sangat membencimu." Sera berucap dengan serak, menatap Ben dengan mata berkaca-kaca. Sial! Sera tidak bisa berpura-pura untuk tegar da
"Itu hanya kalung palsu." Damon berkata dengan nada datar, "dan yang asli ada di lehermu, Darling," lanjut Damon, di mana suaranya kembali serak dan berat. Sontak perkataan terakhir Damon tersebut membuat Disha menoleh ke arah leher, di mana di sana telah menggantung kalung indah– kalung dengan bandul inisial namanya dan Damon--D. Sejenak Disha terdiam, memandang kalung di lehernya tersebut dengan tatapan terpesona dan terpukau. Kalung ini cantik, selalu berhasil membuat Disha kagum ketika melihatnya. "Namamu ada di bandul kalung itu, Disha," tambah Damon, membuat Disha mendongak singkat pada Damon lalu buru-buru memeriksa bandul huruf D tersebut. Disha membalik bandul tersebut lalu memeriksanya. Benar saja! Ada namanya di sana dan tanda tangan yang sangat kecil–tanda tangan milik Damon. 'Wow, detail sekali tanda tangannya. Padahal ukurannya benar-benar kecil dan hampir tak terlihat jika tak teliti. Pantas saja DSL terkenal, CEO-nya bukan hanya jenius dalam berbisnis, tetapi puny
"Hanya sedikit?" datar Damon, tiba-tiba mematikan kompor lalu membalik posisi keduanya. Di mana Damon menyender ke meja kitchen dan Disha di depannya–dengan posisi tubuh yang rapat karena Damon memeluk pinggang Disha secara possessive dan erat. "Pekerjaanku berantakan, kepalaku diisi oleh wajahmu, rapat tertunda, meeting diundur. Semua berantakan hanya karena aku terus memikirkanmu. Dan kau … kau hanya sedikit merindukanku, Heh?!" Disha menatap gelisah ke arah suaminya, matanya bergerak liar dan air muka Disha gugup bercampur bingung. Apa yang harus dia katakan dsn bagaimana caranya dia menghadapi Damon dalam situasi ini? Maksud Disha, dia tak menyangka jika Damon akan merindukannya. Padahal mereka hanya berpisah beberapa jam saja. Dan … sunggukah Damon merindukannya? "Ya--ya, sedikit." Disha berkata pelan. "Ada Marc, Mas Damon," lanjutnya yang mendapat tatapan tajam dan kesal dari Damon. "Maksudku, Marc mirip dengan Mas Damon. Jadi rinduku pada Mas bisa diminimalisir," jelas Dish
Beberapa bulan kemudian. "Namanya Davin Sbastian Lucas," ucap Daniel, memberikan nama pada cucunya yang baru lahir. Disha dan Damon sama-sama tersenyum mendengar nama tersebut. Nama yang bagus untuk putra mereka yang baru lahir. "Namanya indah dan bagus, Ayah," ucap Disha, tersenyum hangat ke arah ayahnya tersebut. "Humm, nama yang bagus." Damon ikut berkomentar, menggenggam tangan istrinya yang baru melahirkan dan terus menatap Disha dengan penuh cinta, hangat serta penuh kasih sayang. Istrinya ini baru saja melahirkan putra mereka. Damon sangat berterimakasih dan sangat bersyukur. Disha telah berjuang untuk sebuah kehidupan baru, dan Disha memang wanita yang hebat. Dia sangat hebat di mata Damon. "Arshila, sekarang kamu punya adik. Hihihi … adik yang tampan sekali," ucap Sera yang dengan menggendong bayi berusaha satu bulan, sembari memperlihatkan baby Davin pada bayi tersebut. Arshila Keyna Lucas. Bayi Sera dan Ben yang masih berusia satu bulan. Yah, Sera lebih dulu melah
Hingga tiba-tiba saja …."Aulia, bekalnya man--" Aulia spontan menoleh ke arah ambang pintu, menatap seorang pria yang terdiam di sana dengan raut muka yang sulit dijelaskan. Sadar akan keadaannya, Aulia buru-buru menyekat air mata yang sempat membasahi pipi. Dia berusaha untuk tersebut ke atas Ando, berdiri kemudian menghampiri suaminya tersebut. Dia memilih menunda untuk memakan bekal sarapan untuk suaminya tersebut. Ah, sepertinya Ando kembali karena ada hal penting. Mungkin handphone atau dokumennya tertinggal. "Ada apa, Tuan Ando? Ada yang ketinggalan yah?" tanya Aulia lembut dan hangat. Aulia selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik pada suaminya. Meskipun Ando belum bisa menerima kehadirannya, tetapi Aulia akan tetap belajar menjadi istri yang baik. "Aku … meminta bekal sarapan dan makan siang," ucap Ando dengan pelan, menatap Aulia dengan pandangan yang sulit diartikan lalu menatap ke arah bekal yang sudah dimakan secara miris. Bukan! Ando bukan sedang marah karena
Setelah pernikahan mereka, Ando memilih memisah dari keluarganya– dia memutuskan untuk tinggal rumah miliknya sendiri dengan istrinya, Aulia. Dia menikahi perempuan ini karena perasaan iba dan tanggung jawab atas perbuatannya pada Aulia. Oleh sebab itu, setelah menikahi Aulia, sikap Ando pada perempuan itu terkesan cuek. Sebab dia tidak mencintai Aulia. "Tuan Ando, aku sudah memasak sarapan. A--apa Tuan tidak sarapan lagi?" tanya Aulia, gugup setengah mati ketika berhadapan dengan suaminya tersebut. Hidupnya jauh lebih baik setelah menikah dengan Ando. Hanya saja, suaminya ini sangat cuek padanya. Dari hari pertama mereka menikah, Ando belum pernah sekalipun mau menyentuh masakan yang dia buat. Mereka bahkan pisah kamar. "Tidak." Ando berkata datar, "maaf, aku sudah terlambat," lanjutnya dengan menoleh ke arah jam tangannya. 'Padahal masih jam setengah tujuh.' batin Aulia murung. "Kalau begitu Tuan Ando bawa saja bekal ke kantor. Aku sudah menyiapkan bekal untuk sarapan dan maka
"By the way, kau menangis karena apa? Cemburu-- atau … kau takut kehilanganku karena kau mulai mencintaiku, heh?"Sera mengerjab beberapa kali, mengatur wajah untuk tak terlihat gugup dan agar biasa saja. Meskipun sejujurnya pertanyaan Ben tersebut sudah membuat jantungnya dalam sana berdebar kencang. 'Asal jawab saja.' batin Sera, diam-diam meneguk saliva secara kasar. "Jangan kepedean!" Sera berkata ketus, "aku menangis karena aku … aku mengidam ingin menangis. Udah, aku nggak mau drama lagi," cerocos Sera sembari turun dari pangkuan Ben. "Aku ingin tidur," ucapnya kemudian, naik ke atas ranjang dengan langsung membaringkan tubuhnya di sana. Ben berdecis geli, ikut merebahkan tubunnya di sebelah Sera– menarik perempuan tersebut untuk tidur dalam pelukannya. "Caramu mencintaiku sangat unik, Sera. Dan aku sangat menyukainya.""Aku tidak mencintai Pak Ben. Jangan kepedean," bantah Sera, memutar bola mata dengan jengah. "Kalau begitu, katakan jika aku tidak mencintaiku sembari menat
"Kau sudah mengembalikan Marc dan Gebara pada Kak Damon dan Kakak ipar?" tanya Ben ketika melihat Sera masuk dalam kamar. Sera menganggukkan kepala, air mukanya terlihat datar dan tatapannya sedikit memicing dan malas; terkesan tengah marah dan kesal secara bersamaan. "Kenapa?" tanya Ben lagi saat menyadari raut muka Sera yang terlihat tengah menahan marah. "Ada yang mengganggumu, Humm?" "Ya, mantan istrimu menggangguku," ketus Sera, meraih bantal lalu melemparnya ke arah Ben yang duduk di ranjang. "Kau pernah menikah dan kau tidak mengatakannya padaku. Sebenarnya maumu apa, hah?"Mata Ben sedikit membulat, wajahnya mendadak kaku dan beberapa detik dia terlihat panik serta khawatir. Shit! Sera tengah hamil dan dia tak ingin masalah ini mempengaruhi kesehatan istri dan bayi dalam perut Sera. "Kau punya mantan istri. Kenapa kau menutup-nutupinya dariku? Apa yang kau rencanakan, Pak Ben yang terhormat? Jujur saja, sampai detik ini aku tidak tahu alasan kenapa kau melakukan semua ini
"Kau bilang apa?" dinginnya, membuat Sera mendadak pucat pias– menciut dengan raut muka gugup dan harap cemas. "Aku hanya bilang tolong buka pintunya," ujar Sera gugup dan kaku, mendongak sepenuhnya ketika Ben tiba-tiba sudah berada di tepatnya– menarik pinggang Zelda dengan menyentak kuat lalu mengalungkan tangannya secara possessive di sana.Cup'Dengan cepat, Ben mendaratkan bibirnya di atas bibir Sera– meraupnya lalu melumatnya lembut namun sedikit menuntut. Sera awalnya menolak, tetapi pada akhirnya dia menerimanya. Bagaimanapun Ben sangat mahir dan Sera sulit menolaknya. "Bibir sangat manis," ucap Ben sembari membelai bibir Sera, membersihkan sisa pergulatan mereka di sana, "tetapi sayang, suka mengatakan kata kotor. Bisa ubah?" Ben menatap Sera, tepat pada manik mata perempuan tersebut– melayangkan tatapan yang menghunus tajam serta penuh peringatan. "Cik! Itu karena aku kesal saja," dengkus Sera pelan. "Tolong buka pintunya dan lepaskan aku," ucapnya kemudian sembari meraih
"Benar anaknya begitu?" Disha mengganggukkan kepala, tersenyum simpul ke arah Neneknya untuk meyakinkan sang nenek jika Aulia adalah anak yang baik– tidak jahat sama sekali seperti kakaknya atau keluarganya. Tadi malam suaminya meminta bantuan padanya untuk berbicara pada neneknya agar Ando diizinkan untuk menikahi Aulia. Satu hal yang membuat Tiara tidak merestui, karena dia takut jika Aulia sama seperti kakaknya, Kalea. Sedangkan Daniel, dia tidak menyetujui pernikahan Ando dengan Aulia, karena dia takut jika Aulia hanyalah pion dari Arman. Namun, setelah Damon sendiri yang menjelaskan jika Aulia berbeda, bahkan korban kekerasan di rumahnya sendiri, Daniel akhirnya luluh. Dan sekarang giliran Disha yang membujuk sang nenek. "Aulia sangat baik, Nek. Selema di rumah, tinggal denganku dan Mas Damon, dia sangat-sangat baik. Masakannya juga enak dan … Marc serta Gebara suka dengannya. Aku rasa Aulia juga cocok dengan Pak Ando yang kaku. Soalnya Aulia kan manis dan ceria," ucap Disha,
"I'm sorry, Darling." Damon berkata lirih, tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke lantai– bertekuk lutut di hadapan Disha sembari memeluk kaki istrinya tersebut. "Ke-- kenapa, Mas Damon?" lirih dan cicit Disha, menunduk sembari menatap suaminya yang masih bersimpuh di lantai sembari memeluk kakinya. Ketika Damon tiba-tiba bertekuk lutut di lantai kemudian memeluk kakinya, ketakutan Disha seketika lenyap. Dia lega dan jauh lebih rileks. Disha mengulurkan tangan, menyentuh rambut Damon– menyisir dengan jemari tangannya yang lentik sembari sesekali mengelusnya. Tebakannya sudah mengarah ke sana. Namun, melihat Damon seperti ini rasanya Disha tidak sanggup untuk marah. Suaminya bersimpuh penuh penyesalan di hadapannya, sembari memeluk kakinya. Bagaimana Disha tidak tega?!"Aku melenyapkannya," ucap Damon dengan nada yang benar-benar pelan tetapi masih bisa didengar oleh Disha. Dia mendongak untuk menatap wajah cantik istrinya, masih memeluk kaki Disha sembari bersimpuh, "dia menantangku d
"Akhirnya aku menemukanmu, Disha sayang!" ucap seorang pria yang tiba-tiba mendatangi Disha dan Sera, berniat memeluk Disha namun Sera lebih dulu mendorong pria tersebut. "Kamu ini siapa sih?" ketus Sera, menatap tajam dan kesal pada pria yang hampir saja memeluk sahabatnya tersebut. Sera menatap pria itu dari atas hingga bawah, memperhatikan penampilan pria tersebut yang menurutnya sangat narsis– memakai setelah jas kebesaran dipadu dengan sneakers putih serta kaca mata hitam. "Saya calon suami dek Disha. Minggir, saya ingin bicara dengan calon istri saya," ucap pria itu, mendorong pundak Sera agar dia bisa lebih dekat dengan Disha. "Wah!" Sera yang didorong seketika menatap nyalang dan marah pada pria tersebut. "Sepertinya tinjuku perlu kenalan dengan Bapak-bapak Jamet satu ini."Sera mengepalkan tangan dengan kuat, kemudian langsung melayangkan tinjunya ke wajah pria tersebut. Bug'"Argk.""Astaga, Sera!" Disha memekik, langsung menarik sahabatnya tersebut untuk menjauh dari A