"Emily!" Gadis yang namanya disebut itu menghempaskan tangan Gladys kasar. Dua wanita yang sama-sama berambut pendek itu kini menatap satu sama lain. "Apa!? Kau ingin menyakiti pasien? Kau ingin menyakiti kembaran Kak Alyssa lagi? Tidak akan ku biarkan!" Gadis itu mendadak galak, Emily yang tadi tersasar setelah berusaha mencari Zavier malah berakhir di taman rindang ini. Menyaksikan perkelahian dua orang yang dikenalnya. "Kau ini lucu sekali, bukannya dulu kau juga ingin menyingkirkannya?" Emily menarik tangan Gladys kasar, menjauh dari Naya yang tertegun melihat pertengkaran dua orang itu. "Aku tidak akan terhasut oleh ucapanmu lagi! Apa kau pikir setelah semuanya aku akan tetap jadi pionmu? Aku mengerti sekarang, kau hanya iri pada kehidupan kembaran Kak Alyssa kan? Aku gila karena dulu sempat mempercayaimu!" "Hey adik ipar! Kenapa kau berbicara dengan sok suci begitu? Kita teman yang akan jadi saudarakan? Ayolah, kau masih ada dipihakku kan?" Emily mendecih jijik. "T
"Emily!" Gadis yang namanya disebut itu menghempaskan tangan Gladys kasar. Dua wanita yang sama-sama berambut pendek itu kini menatap satu sama lain. "Apa!? Kau ingin menyakiti pasien? Kau ingin menyakiti kembaran Kak Alyssa lagi? Tidak akan ku biarkan!" Gadis itu mendadak galak, Emily yang tadi tersasar setelah berusaha mencari Zavier malah berakhir di taman rindang ini. Menyaksikan perkelahian dua orang yang dikenalnya. "Kau ini lucu sekali, bukannya dulu kau juga ingin menyingkirkannya?" Emily menarik tangan Gladys kasar, menjauh dari Naya yang tertegun melihat pertengkaran dua orang itu. "Aku tidak akan terhasut oleh ucapanmu lagi! Apa kau pikir setelah semuanya aku akan tetap jadi pionmu? Aku mengerti sekarang, kau hanya iri pada kehidupan kembaran Kak Alyssa kan? Aku gila karena dulu sempat mempercayaimu!" "Hey adik ipar! Kenapa kau berbicara dengan sok suci begitu? Kita teman yang akan jadi saudarakan? Ayolah, kau masih ada dipihakku kan?" Emily mendecih jijik. "
Klik! Louis membuka pintu, ketika semua mata menatapnya dingin, kecuali seorang wanita yang dengan tenang duduk di ranjangnya. Sebuah tinjuan keras mendarat di pipi Louis. Membuat kacamata beningnya terlepas, memperlihatkan bola mata birunya yang selama ini tersembunyi di balik kacamata. "Kayasaka ... pelan-pelan. Sudah ku bilang ini salah paham." "Nyonya ... " Louis melirik Naya yang tersenyum lirih, mengucapkan maaf tanpa suara. Ternyata ini saatnya semuanya terbongkar. Dia tak akan mengelak hukuman yang akan dia dapatkan nantinya. Toh, ini memang salahnya. Tragedi itu, Louis yakin Kayasaka dan Zavier sudah tau. "Kau tak ingin menjelaskannya asisten Louis? Atau aku perlu menghubungi komplotanmu?" Zavier berkata dingin. Mengacungkan ponsel yang menampakan panggilan tak terjawab. Ponselnya yang tak sengaja tertukar dengan Emily itulah yang menjembatani semua kejadian ini. "Saya tak punya pembelaan. Saat itu, 'kita' sama-sama tersesat." Satu pukulan lagi diterima ol
Zavier terbangun dengan keadaan sedikit linglung. Setelah semalam dia balapan dengan Joe. Lelaki itu juga mengajaknya minum-minum sampai dini hari. Zavier bahkan tak ingat bagaimana di bisa pulang ke apartemennya pagi ini. Padahal dia adalah orang yang lumayan toleran dengan alkohol. Tapi jika sampai sakit kepala begini, maka dia tidak tau berapa banyak botol yang dia minum bersama Joe semalam. "Kau sudah bangun?" Zavier terlonjak kaget begitu dia melangkahkan kaki ke dapur untuk minum. Zavier mengucek matanya berulang kali, memastikan kalau dia tidak sedang salah lihat. Joey, kembaran Joe yang merupakan temannya itu sedang ada di sana. Sepertinya sibuk membuat sarapan. "Joey? Kenapa lo ada di sini?" Gadis berambut pirang itu mengulum senyumannya yang manis. "Kamu gak inget Za? Semalem kamu mabuk banget jadi aku sama Kak Jo nganterin kamu ke sini. Untungnya pintu kamu bisa dibuka pake fingerprint. And ... I can't go home because you held my hand, all night." Joey berceri
"Ini bukan jalan ke rumah sakit kan?" Tanya Zavier heran. Ketika mobil Kayasaka berbelok menjauhi rute seharusnya. "Hm. Memang bukan." Jawab Kayasaka enteng seolah tanpa beban. "Akan ada rapat pemegang saham malam ini. Kau datang sebagai asistenku." "Hyung kau serius? Bukankah identitasku harus tetap tersembunyi untuk pergerakanmu yang lebih bebas?" "Apa kau lupa? Aku sudah tak menjalankan bisnis kotor semacam itu. Setelah aku mengakuisisi Whillys Group atas nama Naya. Aku akan memulai bisnis perhiasan. K'yeast Jewelery itu bagus bukan?" "Hyung kau serius?" "Hm. Aku tak ingin anak-anakku nanti bertanya apa pekerjaan ayahnya dan mereka tau kalau aku memiliki bisnis gelap pencucian uang dan senjata illegal. Apa menurutmu itu masuk akal?" "Hyung kau sudah berpikir sejauh itu?" "Memangnya apalagi yang harus aku pikirkan? Naya segalanya bagiku, kau juga. Aku hidup untuk kalian dan anak-anakku nanti." Mata Zavier sedikit memanas. Tatapannya tak lepas dari sosok Kayasak
"Arranaya?" tanya tamu itu mengulurkan tangan tanda perkenalan. Naya mengangguk, tak berniat menjabat tangan itu. Dia hanya mempersilakan tamunya untuk duduk, hanya itu bentuk kesopanan yang ingin dia tunjukan. "Saya Amretha Fernandes dari---" "Saya sudah tau," potong Naya dengan dingin. Naya bisa merasakan aura intimidasi yang tidak menyenangkan dari wanita paruh baya di depannya ini. Jadi Naya memutuskan untuk terlebih dahulu membangun pertahanan yang kuat. Naya melanjutkan kalimatnya, "Saya tau anda adalah pemilik Fenandes Group yang menaungi Fernandes Entertaiment dan Fernandes Company. Wajah anda sudah cukup terkenal, jadi anda tidak perlu memperkenalkan diri lagi." Amretha di kursinya tertawa. "Sesuai rumornya, pewaris baru Whillys Group ternyata cantik dan mengesankan." Wanita dengan gaun merah menyala dan kalung berlian besar di lehernya itu menyeruput tehnya tanpa permisi, sesaat setelah Bibi Marry menyuguhkan minuman pada tamu Nyonya-nya itu. "Ada urusan ap
Kayasaka menatap Naya yang tertidur dalam pelukannya. Setelah makan malam, wanita itu terlelap begitu saja sembari terus memeluknya. Kayasaka menarik tangannya perlahan. Turun dari kasur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya. Naya mengulet sebentar sebelum tertidur lagi dengan mencari posisi nyaman yang baru. Kayasaka sendiri memerhatikan itu dan mulai beranjak pergi ke ruang kerjanya sendiri yang ada di sebelah kamar tidur luasnya. Kayasaka merogoh kunci, membuka nakas di bawah meja kerjanya. Lelaki itu mulai mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah dokumen. Dokumen-dokumen yang selama ini dia simpan dengan sangat rapat. Kedatangan Amretha Fernandes memaksanya untuk kembali teringat dokumen-dokumen lama itu. Dokumen yang menjadikan Kayasaka lelaki brengsek yang tak pantas mendapatkan sebuah pengampunan atau kata maaf. Kehidupan normalnya bersama Naya, sering kali membuatnya lupa kalau dia adalah monster penghancur. Monster yang bersedia melakukan apa pun agar am
"Jadi bagaimana semuanya dimulai?" Tanya Naya penasaran. "Apa kau tau ini tanggal berapa?" tanya Kayasaka balik, membuat Naya meraih ponsel di meja kecil yang ada di depan mereka. Tubuhnya syok kecil, saat ponselnya menunjukkan tanggal 14. "Jadi selama ini ... setiap tanggal 14 kau menyembunyikan ke datangan Amretha Fernandes ke rumah ini dari semua orang?" Kayasaka senang istrinya cepat tanggap, tapi bukan begitu awal mulanya. "Bukan dia. Lebih tepatnya, kedatangan lelaki brengsek yang jadi suaminya. Ayahku." Kening Naya berkedut tak mengerti, Kayasaka melanjutkan, "setiap tanggal 14 ayahku itu selalu datang ke rumah ini untuk memberikan uang supaya aku bisa bertahan hidup. Tapi dari setahun yang lalu dia tak pernah datang dan malah Amretha Fernandes yang selalu datang ke sini mencarinya. Kesimpulan yang bisa aku tarik, lelaki itu menghilang. Walaupun sedikit rumit berhadapan dengan Amretha Fenandes tapi aku bersyukur, aku tak perlu menemui lelaki brengsek itu lagi." Kata