Meskipun video itu sangat singkat, semua orang bisa melihat ekspresi Hart dan Hera yang terbang ke awang-awang.Sebelum orang-orang bereaksi, video itu telah hilang dan digantikan oleh audio saat Hart dan Finn meneleponku.Segera, orang-orang memahami apa yang terjadi. Pada saat yang sama, orang-orang yang hadir di sini menerima tautan di ponsel mereka. Begitu diklik, ternyata itu adalah video yang sangat jernih tanpa sensor apa pun.Para mahasiswa yang berteduh di rumahku mengenal mahasiswa jurusan komputer. Mereka tahu Hart telah memindahkan datanya. Jadi, saat aku menemukan laptop Hart hari itu, aku diam-diam mencolok USB. Hanya dalam beberapa detik, semua data yang pernah ada berhasil diretas.Setelah itu, mudah saja untuk membuat tautan. Yang dikatakan orang memang benar. Masa depan ada di tangan generasi muda.DI tengah-tengah kekacauan, aku memarahi mereka tidak tahu malu. Aku juga menceritakan pengalaman hidupku selama puluhan tahun ini. Setiap adegan seolah-olah ada di depan m
Sejak saat itu, tidak ada yang melihat Hera lagi. Hanya saja, karena dia tidak punya keluarga, tidak ada yang melapor polisi untuk mencarinya.Kemudian, ada orang yang mengatakan pernah melihat seseorang seperti Hera di desa. Orang itu diikat di halaman layaknya binatang.Finn dipenjara karena membuat onar di tempat umum. Istrinya langsung meminta cerai. Keduanya sama-sama tidak menginginkan hak asuh anak.Finn mencoba mencari pengacara supaya bisa bebas. Namun, ketika orang-orang melihat informasi pribadi Finn, tidak ada yang berani menerima karena takut reputasi mereka ternodai.Finn yang dipenjara pun bersikeras meneleponku. "Suruh ibuku datang untuk menjaminku! Ibuku nggak mungkin mengabaikanku!"Aku benar-benar pergi, tetapi untuk melakukan tes DNA.Finn berteriak, "Ibu! Kamu nggak boleh mencampakkanku begitu saja! Sekarang aku sudah tahu cuma kamu yang bisa kuandalkan! Kamu baru sandaranku dan ayahku!"Aku meliriknya dengan jijik. "Jangan sembarangan panggil. Aku bukan ibumu. Sia
Suamiku, Hart, adalah profesor yang baik hati dan lembut. Di rumah, dia bahkan tidak kuat mengangkat karung beras. Di video, dia malah meletakkan kaki putih wanita itu ke bahunya sambil menabrak dengan kuat.Bibir yang selalu tersenyum padaku tampak mencium dan menjilat leher wanita itu dengan penuh hasrat, seolah-olah dia mendapat harta karun besar. Dia tidak terlihat seperti berusia 70 tahun."Ibu, apa yang kamu lakukan?" Menantuku yang baru pulang kerja sontak terkesiap dan hendak menggendong anaknya.Aku tersadar kembali dan buru-buru mematikan layar. Menantuku memutar bola matanya dengan kesal, lalu mengeluh, "Kukira kamu bakal sangat kolot karena dari desa. Siapa sangka, kamu malah seliar ini di usia tua. Padahal, Ayah adalah orang yang berpendidikan."Usai mengeluh, menantuku membawa anaknya ke kamar. Sementara itu, aku masih syok. Aku tahu mereka melakukannya di asrama universitas.Hart bilang dia tidak suka berada di rumah karena bising. Dia lebih terbiasa membuat penelitian d
Karena sup gosong, tidak ada makanan untuk hari ini. Menantuku memang hanya diam, tetapi wajahnya sangat masam."Koa masih kecil, tapi ikut kita makan makanan nggak sehat seperti ini," keluhnya."Cuma sesekali. Nggak separah yang kamu katakan," hibur Finn.Menantuku langsung naik pitam. "Apa maksudmu? Koa bukan anakmu ya? Kamu nggak peduli sama dia? Aku capek-capek kerja, tapi nggak ada makanan di rumah. Waktu kamu di rumahku, apa ibuku membiarkanmu pesan makanan dari luar?"Ucapan ini jelas ditujukan kepadaku. Finn merasa makin kesal karena dirinya ikut terseret. "Ibu juga salah. Coba lihat Ayah dan Bibi Hera. Mereka sudah 70 tahun, tapi masih semangat. Kamu baru 55 tahun, tapi sudah pikun ya? Aku nggak punya waktu menjagamu!"Finn selalu berbicara blak-blakan seperti ini. Menurutnya, sikapnya memang seperti Hart yang blak-blakan.Namun, saat berhadapan dengan Hera, Finn akan bersikap sangat lembut. "Bibi Hera nggak seperti ibuku yang nggak tahu malu. Kalau suaraku terlalu keras, taku
Menantuku membawa Koa pergi. Dia bilang kami sekeluarga gila. Finn menyalahkanku karena mengira aku sembarangan bicara. Dia bilang aku ingin menghancurkan rumah tangganya dan ingin putus hubungan denganku.Setelah mereka pergi, hanya tersisa aku dan Hart. Kami bertatapan. Untuk sesaat, aku mengira Hart akan merasa malu dan menyesali perbuatannya.Siapa sangka, dia berdecak dan berkata, "Ruth, kamu nggak bisa menghargai privasi orang ya? Atas dasar apa kamu mengutak-atik laptopku? Dasar nggak tahu malu!"Nada bicara yang sama seperti biasa. Dia lagi-lagi menyalahkanku. Kemudian, dia meletakkan tasnya dan menggantung jaketnya. Setelah melepas sepatu, dia duduk di samping meja makan dan berujar, "Kuharap ini terakhir kalinya kamu melampaui batas toleransiku! Ambilkan sup."Hart mengernyit dan tampak lelah. "Aku sudah tua. Jangan buat aku capek. Kamu telepon Finn dan minta maaf padanya nanti. Koa pasti ketakutan."Saat ini, amarahku telah berkecamuk. Napasku terasa berat. Seluruh tubuhku t
Aku berdecak seperti yang biasa dilakukan ayah dan anak itu. "Tsk! Aku lagi makan. Kamu malah bahas berak. Nggak sopan sekali. Padahal, ayahmu profesor!"Finn termangu sejenak sebelum naik pitam. "Kamu sudah makan? Kami kelaparan!"Selama bertahun-tahun ini, aku selalu melayani mereka terlebih dahulu. Setelah mereka makan, aku akan makan sisanya. Hari ini, akhirnya aku masak sarapan untuk diriku sendiri.Aku jadi merasa hidup sendirian lebih menyenangkan. Aku nggak perlu peduli pada pemikiran orang lain."Aku dan ayahmu sudah mau cerai. Kamu ikut dia saja," sahutku yang menggigit telur. Lezat sekali. Semalam, tetangga memberiku acar. Buburku makin enak dimakan bersama acar."Cerai? Kamu sudah gila ya?" pekik Finn dengan suara nyaring. "Nggak masalah kalau kamu nggak mampu menghasilkan uang untuk keluarga. Tapi, jangan buat onar! Kami semua sangat sibuk! Kami nggak punya waktu bermain denganmu!"Di ujung telepon, aku mendengar menantuku berteriak, "Finn, cepat kemari! Cebok anakmu!"Aku
"Pokoknya aku mau cerai dari pria nggak tahu malu sepertimu!"Selama bertahun-tahun ini, aku tidak pernah berbicara sekasar ini. Aku selalu berhati-hati karena takut salah berbicara dan Hart akan makin meremehkanku.Selama ini, aku merasa Hart adalah pria yang berpendidikan. Dia tidak pantas untuk orang rendahan sepertiku. Namun, kini aku sadar. Hart sudah tua, tetapi masih begitu mesum? Apa bedanya dia dengan binatang?Manusia memang unik. Setelah sadar, Mereka tidak akan pernah kembali lagi. Sekarang, aku selalu merasa mual setiap kali teringat pada Hart.Selesai memaki, aku langsung mengakhiri panggilan supaya Hart tidak punya kesempatan untuk membalas. Ternyata menutup telepon duluan begitu memuaskan.Aku menoleh, lalu melihat para mahasiswa itu bertatapan. Sepertinya suaraku terlalu keras tadi.Ponselku ini awalnya adalah milik menantuku, lalu diberikan kepada putraku dan akhirnya menjadi milikku. Pengeras suaranya memang kencang. Hart pun sering menceramahiku karena hal ini. Aku
Hera ditahan oleh polisi, teriakannya memenuhi seluruh gedung. "Atas dasar apa kalian menangkapku?"Hera sungguh panik. "Aku nggak memasuki rumah orang sembarangan! Aku ini ... aku ini ...."Hera sulit mengungkapkan hubungannya dengan Hart. Dia menggertakkan gigi sambil meneruskan, "Pemilik rumah ini adalah temanku! Dia memanggilku kemari untuk ngobrol!"Aku masih merekam obrolan kami. Aku berdecak, lalu membantah, "Jangan bicara omong kosong! Suamiku adalah profesor! Dia nggak mungkin punya teman yang nggak berwawasan sepertimu! Mana mungkin ada orang berwawasan memakai pakaian seperti itu untuk mencari teman lawan jenisnya! Kamu pasti mau merayu suamiku, 'kan?"Hera seolah-olah ingin melahapku hidup-hidup. "Ruth! Jangan pura-pura bodoh!"Polisi tidak memberinya kesempatan lagi. Bagaimanapun, aku punya akta nikah. Aku baru pemilik rumah ini.Sementara itu, Hera yang tidak punya keluarga hanya bisa meminta bantuan dekan untuk menjaminnya.Ketika Dekan tiba, dia menatap Hera yang rambut
Sejak saat itu, tidak ada yang melihat Hera lagi. Hanya saja, karena dia tidak punya keluarga, tidak ada yang melapor polisi untuk mencarinya.Kemudian, ada orang yang mengatakan pernah melihat seseorang seperti Hera di desa. Orang itu diikat di halaman layaknya binatang.Finn dipenjara karena membuat onar di tempat umum. Istrinya langsung meminta cerai. Keduanya sama-sama tidak menginginkan hak asuh anak.Finn mencoba mencari pengacara supaya bisa bebas. Namun, ketika orang-orang melihat informasi pribadi Finn, tidak ada yang berani menerima karena takut reputasi mereka ternodai.Finn yang dipenjara pun bersikeras meneleponku. "Suruh ibuku datang untuk menjaminku! Ibuku nggak mungkin mengabaikanku!"Aku benar-benar pergi, tetapi untuk melakukan tes DNA.Finn berteriak, "Ibu! Kamu nggak boleh mencampakkanku begitu saja! Sekarang aku sudah tahu cuma kamu yang bisa kuandalkan! Kamu baru sandaranku dan ayahku!"Aku meliriknya dengan jijik. "Jangan sembarangan panggil. Aku bukan ibumu. Sia
Meskipun video itu sangat singkat, semua orang bisa melihat ekspresi Hart dan Hera yang terbang ke awang-awang.Sebelum orang-orang bereaksi, video itu telah hilang dan digantikan oleh audio saat Hart dan Finn meneleponku.Segera, orang-orang memahami apa yang terjadi. Pada saat yang sama, orang-orang yang hadir di sini menerima tautan di ponsel mereka. Begitu diklik, ternyata itu adalah video yang sangat jernih tanpa sensor apa pun.Para mahasiswa yang berteduh di rumahku mengenal mahasiswa jurusan komputer. Mereka tahu Hart telah memindahkan datanya. Jadi, saat aku menemukan laptop Hart hari itu, aku diam-diam mencolok USB. Hanya dalam beberapa detik, semua data yang pernah ada berhasil diretas.Setelah itu, mudah saja untuk membuat tautan. Yang dikatakan orang memang benar. Masa depan ada di tangan generasi muda.DI tengah-tengah kekacauan, aku memarahi mereka tidak tahu malu. Aku juga menceritakan pengalaman hidupku selama puluhan tahun ini. Setiap adegan seolah-olah ada di depan m
Orang-orang mengatakan sayang sekali pria sebaik Hart menikah dengan wanita picik sepertiku.Ketika masalah ini mencapai puncaknya, Hart datang untuk mengobrol denganku. Ini pertama kalinya dia datang ke rumahku. Dia melihat sayuranku yang tumbuh dengan sehat serta ayam dan bebekku yang montok. Kemudian, dia langsung duduk."Ruth, sudah cukup ngambeknya? Aku bakal mengalah sekali lagi. Ikut aku pulang, maka aku akan melupakan semua yang terjadi dan kita bisa hidup bersama seperti sebelumnya lagi.""Aku dan Hera sudah tua. Kami nggak ingin buang-buang waktu dan energi untukmu. Pulanglah. Hera adalah wanita yang murah hati, nggak sepertimu."Kemudian, Hart menarik napas dalam-dalam dan meneruskan, "Aku bisa pindah ke desa kalau kamu mau. Aku dan Hera juga sudah bekerja keras selama ini. Kalau kamu nggak cocok dengan kehidupan di kota, kami yang pindah ke desa."Aku menatap pria tua beruban yang duduk di hadapanku. Saking kesalnya, aku tergelak. "Hart, maksudmu aku harus lanjut melayani k
Hera ditahan oleh polisi, teriakannya memenuhi seluruh gedung. "Atas dasar apa kalian menangkapku?"Hera sungguh panik. "Aku nggak memasuki rumah orang sembarangan! Aku ini ... aku ini ...."Hera sulit mengungkapkan hubungannya dengan Hart. Dia menggertakkan gigi sambil meneruskan, "Pemilik rumah ini adalah temanku! Dia memanggilku kemari untuk ngobrol!"Aku masih merekam obrolan kami. Aku berdecak, lalu membantah, "Jangan bicara omong kosong! Suamiku adalah profesor! Dia nggak mungkin punya teman yang nggak berwawasan sepertimu! Mana mungkin ada orang berwawasan memakai pakaian seperti itu untuk mencari teman lawan jenisnya! Kamu pasti mau merayu suamiku, 'kan?"Hera seolah-olah ingin melahapku hidup-hidup. "Ruth! Jangan pura-pura bodoh!"Polisi tidak memberinya kesempatan lagi. Bagaimanapun, aku punya akta nikah. Aku baru pemilik rumah ini.Sementara itu, Hera yang tidak punya keluarga hanya bisa meminta bantuan dekan untuk menjaminnya.Ketika Dekan tiba, dia menatap Hera yang rambut
"Pokoknya aku mau cerai dari pria nggak tahu malu sepertimu!"Selama bertahun-tahun ini, aku tidak pernah berbicara sekasar ini. Aku selalu berhati-hati karena takut salah berbicara dan Hart akan makin meremehkanku.Selama ini, aku merasa Hart adalah pria yang berpendidikan. Dia tidak pantas untuk orang rendahan sepertiku. Namun, kini aku sadar. Hart sudah tua, tetapi masih begitu mesum? Apa bedanya dia dengan binatang?Manusia memang unik. Setelah sadar, Mereka tidak akan pernah kembali lagi. Sekarang, aku selalu merasa mual setiap kali teringat pada Hart.Selesai memaki, aku langsung mengakhiri panggilan supaya Hart tidak punya kesempatan untuk membalas. Ternyata menutup telepon duluan begitu memuaskan.Aku menoleh, lalu melihat para mahasiswa itu bertatapan. Sepertinya suaraku terlalu keras tadi.Ponselku ini awalnya adalah milik menantuku, lalu diberikan kepada putraku dan akhirnya menjadi milikku. Pengeras suaranya memang kencang. Hart pun sering menceramahiku karena hal ini. Aku
Aku berdecak seperti yang biasa dilakukan ayah dan anak itu. "Tsk! Aku lagi makan. Kamu malah bahas berak. Nggak sopan sekali. Padahal, ayahmu profesor!"Finn termangu sejenak sebelum naik pitam. "Kamu sudah makan? Kami kelaparan!"Selama bertahun-tahun ini, aku selalu melayani mereka terlebih dahulu. Setelah mereka makan, aku akan makan sisanya. Hari ini, akhirnya aku masak sarapan untuk diriku sendiri.Aku jadi merasa hidup sendirian lebih menyenangkan. Aku nggak perlu peduli pada pemikiran orang lain."Aku dan ayahmu sudah mau cerai. Kamu ikut dia saja," sahutku yang menggigit telur. Lezat sekali. Semalam, tetangga memberiku acar. Buburku makin enak dimakan bersama acar."Cerai? Kamu sudah gila ya?" pekik Finn dengan suara nyaring. "Nggak masalah kalau kamu nggak mampu menghasilkan uang untuk keluarga. Tapi, jangan buat onar! Kami semua sangat sibuk! Kami nggak punya waktu bermain denganmu!"Di ujung telepon, aku mendengar menantuku berteriak, "Finn, cepat kemari! Cebok anakmu!"Aku
Menantuku membawa Koa pergi. Dia bilang kami sekeluarga gila. Finn menyalahkanku karena mengira aku sembarangan bicara. Dia bilang aku ingin menghancurkan rumah tangganya dan ingin putus hubungan denganku.Setelah mereka pergi, hanya tersisa aku dan Hart. Kami bertatapan. Untuk sesaat, aku mengira Hart akan merasa malu dan menyesali perbuatannya.Siapa sangka, dia berdecak dan berkata, "Ruth, kamu nggak bisa menghargai privasi orang ya? Atas dasar apa kamu mengutak-atik laptopku? Dasar nggak tahu malu!"Nada bicara yang sama seperti biasa. Dia lagi-lagi menyalahkanku. Kemudian, dia meletakkan tasnya dan menggantung jaketnya. Setelah melepas sepatu, dia duduk di samping meja makan dan berujar, "Kuharap ini terakhir kalinya kamu melampaui batas toleransiku! Ambilkan sup."Hart mengernyit dan tampak lelah. "Aku sudah tua. Jangan buat aku capek. Kamu telepon Finn dan minta maaf padanya nanti. Koa pasti ketakutan."Saat ini, amarahku telah berkecamuk. Napasku terasa berat. Seluruh tubuhku t
Karena sup gosong, tidak ada makanan untuk hari ini. Menantuku memang hanya diam, tetapi wajahnya sangat masam."Koa masih kecil, tapi ikut kita makan makanan nggak sehat seperti ini," keluhnya."Cuma sesekali. Nggak separah yang kamu katakan," hibur Finn.Menantuku langsung naik pitam. "Apa maksudmu? Koa bukan anakmu ya? Kamu nggak peduli sama dia? Aku capek-capek kerja, tapi nggak ada makanan di rumah. Waktu kamu di rumahku, apa ibuku membiarkanmu pesan makanan dari luar?"Ucapan ini jelas ditujukan kepadaku. Finn merasa makin kesal karena dirinya ikut terseret. "Ibu juga salah. Coba lihat Ayah dan Bibi Hera. Mereka sudah 70 tahun, tapi masih semangat. Kamu baru 55 tahun, tapi sudah pikun ya? Aku nggak punya waktu menjagamu!"Finn selalu berbicara blak-blakan seperti ini. Menurutnya, sikapnya memang seperti Hart yang blak-blakan.Namun, saat berhadapan dengan Hera, Finn akan bersikap sangat lembut. "Bibi Hera nggak seperti ibuku yang nggak tahu malu. Kalau suaraku terlalu keras, taku
Suamiku, Hart, adalah profesor yang baik hati dan lembut. Di rumah, dia bahkan tidak kuat mengangkat karung beras. Di video, dia malah meletakkan kaki putih wanita itu ke bahunya sambil menabrak dengan kuat.Bibir yang selalu tersenyum padaku tampak mencium dan menjilat leher wanita itu dengan penuh hasrat, seolah-olah dia mendapat harta karun besar. Dia tidak terlihat seperti berusia 70 tahun."Ibu, apa yang kamu lakukan?" Menantuku yang baru pulang kerja sontak terkesiap dan hendak menggendong anaknya.Aku tersadar kembali dan buru-buru mematikan layar. Menantuku memutar bola matanya dengan kesal, lalu mengeluh, "Kukira kamu bakal sangat kolot karena dari desa. Siapa sangka, kamu malah seliar ini di usia tua. Padahal, Ayah adalah orang yang berpendidikan."Usai mengeluh, menantuku membawa anaknya ke kamar. Sementara itu, aku masih syok. Aku tahu mereka melakukannya di asrama universitas.Hart bilang dia tidak suka berada di rumah karena bising. Dia lebih terbiasa membuat penelitian d