Duar!Jantung Kiara seakan mau lepas dari tempatnya ketika mendengar perkataan dari Rini. Tubuh yang tadi terbang melayang kini terhempas ke dasar jurang. Ia tersadar dari mimpi indahnya beberapa waktu yang lalu. Dengan cepat Kiara menarik tangannya hingga terlepas. "Maksudnya apa ma?" "Pak Rudi ini akan menjadi suami kamu, nak. Pak Rudi sangat kaya dan juga baik. Kamu sangat beruntung bisa menjadi istrinya." Rini tersenyum sambil mengusap punggung tangan putrinya. Kiara memandang Rini dengan hati yang terluka. Begitu banyak luka yang telah ditorehkan oleh wanita yang telah melahirkannya itu, namun mengapa luka ini yang terasa sangat pedih. Kiara merasa jantungnya ditusuk besi panas dan rasanya benar-benar sakit.Sedangkan Rudi, masih terus menatap Kiara. Pria paruh baya itu tampak terhipnotis dengan kecantikan calon istri ke tujuannya.Kiara menggelengkan kepalanya. "Kia gak mau," katanya sambil berlari ke kamar."Kiara, kamu tidak bisa menolak." Rini marah dan berniat untuk meng
Kiara benar-benar putus asa. Dia tidak menyangka akan dijebak seperti ini oleh ibu kandungnya sendiri. "Bu Ina, Jika boleh Kia memilih, Kia ingin ibu yang jadi Mama Kia.""Meskipun Kia bukan anak yang ibu lahirkan, tapi Kiara sudah seperti anak ibu sendiri. Ibu nggak mau Kiara sampai menjadi korban pesugihan dari Rudi. Walau bagaimanapun Kia harus keluar dari sini." Ibu Ina ikut menangis sambil memeluk Kiara. "Kia akan pergi sekarang." Ibu Ina menggelengkan kepalanya. Pertanda bahwa ia tidak setuju. "Pergi sekarang pasti tidak bisa. Ibu lihat Rini membayar 3 orang preman untuk menjaga rumah ini. Untuk sementara Kia harus berpura-pura menurut dengan perintah Rini. Ibu akan bantu mencarikan solusi agar Kia bisa lari dari sini. Kita masih bisa memanfaatkan waktu, karena acara pernikahan masih satu Minggu lagi.""Gimana Kia bisa pura-pura bu? Kia benci mama." Kiara mengusap air mata yang terus saja mengalir di pelupuk matanya. Mau seperti apapun Rini memperlakukannya, Kiara tetap memaaf
"Selamat siang Nona Eliza." Sapa resepsionis yang berada di lobby. "Siang Mbak, Liza langsung ke ruangan Mas Nathan ya," JAWAB Eliza dengan sangat ramah. Sikap Eliza yang ramah dan santun seperti inilah yang membuat para karyawan sangat menyukai Eliza. Padahal mereka semua tahu bahwa Eliza calon istri bos mereka. Apalagi latar belakang Eliza seorang mahasiswa kedokteran, membuat mereka terkagum. Berbeda ketika Nathan bersama dengan Sherly. Jika wanita itu datang, gayanya selalu saja terlihat begitu sangat sombong dan angkuh. Tidak pernah mau menyapa dan selalu cari masalah."Silakan nona Eliza." Ketiga resepsionis itu berkata sambil tersenyum. Eliza tersenyum ramah, kemudian pergi meninggalkan ketiga resepsionis cantik tersebut. Eliza datang dengan tangan kosong. Sebenarnya ia ingin membelikan Nathan makan siang, hanya saja Nathan sudah mengirim pesan dan mengatakan akan mengajaknya makan di restoran. Sejak tadi Eliza tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang memandang tajam k
Agar pikirannya gak ngelantur kemana-mana, Eliza mengeluarkan kamus dari dalam tasnya. Ia Juga mengeluarkan handphone untuk digunakan dalam media pembelajaran.Sambil menunggu Nathan, Eliza mulai menghafal istilah-istilah dari kamus tersebut. Seperti inilah cara Eliza memanfaatkan waktu untuk belajar."Abrasi merupakan luka atau goresan yang biasanya tidak serius." Eliza berkata sambil memejamkan matanya. Setelah itu ia kembali membuka buku dan membaca isi. "Yes, benar." Eliza tersenyum dan melanjutkan istilah selanjutnya.Eliza juga mengamati gambar yang ada di layar handphonenya."Abses merupakan kantung lunak berisi cairan yang terbentuk di jaringan, biasanya karena infeksi." Eliza membaca keterangan sambil mengamati gambar abses yang terjadi gusi, mulut, kemudian hati serta di permukaan kulit."Akut, menandakan kondisi yang dimulai secara tiba-tiba dan terkadang parah, tetapi durasinya pendek. Jinak, tidak bersifat kanker. Biopsi, sampel kecil jaringan yang diambil untuk pengujia
"Yura, ayo dimakan nasinya. Sejak semalam kamu gak makan. Kalau tidak makan, kamu nggak bisa sembuh." Rizky berkata sambil menyodorkan sendok ke ujung bibir Yura. "Yura beneran tidak selera makan Om, Yura ingin ketemu sama kakak Kia." Gadis kecil itu berbicara sambil terus menangis. Bahkan kalimat yang dikatakannya sampai tidak begitu jelas.Mungkin ini yang dikatakan firasat. Sejak awal Kiara pergi, Yura sudah terlihat gelisah. "Om janji akan cari kak Yura tapi syaratnya Yura harus makan." Rizky mencoba membuat kesepakatan agar Yura menurut. Yura baru saja melepaskan infus di tangannya. Jika kondisinya kembali memburuk, ia harus kembali dipasang infus. Rizky tidak ingin jika hal itu terjadi."Apakah Om tidak berbohong?" Tanya Yura sambil mengusap air matanya. "Tentu tidak, bohong itu dosa. Orang yang bohong akan dibakar api neraka." Pria itu tersenyum sambil menyodorkan sendok di tangannya."Sejak dari kemarin Om selalu bilang seperti itu, tapi nyatanya kak Kiara tetap nggak tahu
"Ada perlu apa Bu?" Meskipun pikirannya sedang tidak karuan namun Rizky tetap tersenyum ramah seperti biasanya. "Maaf mengganggu dok, kenalkan nama saya Bu Ina." Wanita paruh baya itu tersenyum sambil menjulurkan tangannya."Apa ada yang bisa saya bantu bu Ina?" Rizki memandang wanita paruh baya tersebut. Rasanya Dia belum pernah bertemu dengan wanita ini sebelum. Namun apakah wanita yang saat ini menemuinya merupakan keluarga dari pasien yang ditanganinya? "Dokter, maaf jika saya mengganggu. Namun saya tidak tahu lagi harus meminta tolong kepada siapa." Wajah Bu Ina tampak sedih ketika memandang dokter Rizki. Harapannya begitu besar kepada sang dokter. Dia berharap dokter itu mau membantunya. "Jika saya bisa, saya akan membantu. Kalau boleh tahu ada apa ya?" Rizky memandang Bu Ina dengan mengerutkan keningnya. "Saya tahu tentang dokter, karena Kiara sering bercerita. Kiara mengatakan bahwa dokter orang yang sangat baik. Setelah dia menjadi suster pendamping dokter, dokter sering
Hari-hati berlalu sangat lambat bagi Kiara. Sudah 4 hari ia berada di dalam kamar tanpa diperbolehkan keluar sama sekali. Kiara hanya duduk termenung dengan pandangan kosong. Jika tidak bisa keluar dan melarikan diri dari tempat ini, ia akan memilih mati dari pada dijadikan tumbal. Masalah dosa, biar sang pencipta yang menentukan. "Kiara, Mama bawakan sarapan untuk kamu." Rini berkata dengan wajah berseri-seri. Wanita itu meletakkan burger daging beserta susu coklat di atas meja. Entah memang tidak pernah memperhatikan wajah putrinya, atau tidak mau tahu sama sekali. Padahal jika diperhatikannya, ia akan melihat mata Kiara yang cekung dan hitam. Bibir putri sulungnya itu juga tampak pucat.Kiara memandang sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh ibunya. Selama hidupnya mungkin baru sekarang lah ia merasakan seperti apa itu yang namanya perhatian dari sang Ibu. Baru sekarang dia merasakan rasa sarapan pagi yang dibuat langsung sang mama. Baru sekarang pula Kiara melihat senyum hangat
"Ya kalau itu Mama gak tahu. Lagian mama akan sangat menjaga kamu agar tidak terjadi apapun. Jelang pernikahan pikiran kita memang gak karuan. Banyak aja pikiran buruk yang datang menganggu. Mulai sekarang Kia gak gak usah pikir yang aneh-aneh. Karena mama akan jaga Kia dengan sebaik-baiknya." Rini tersenyum sambil mengusap pipi Kiara.Apa yang dikatakan Rini memang benar karena Kiara merasakan hal itu. Dia selalu dihantui rasa takut yang luar biasa. Pikiran-pikiran buruk selalu saja bermunculan di benak kepalanya. Bahkan dia sudah tidak sabar ingin mengakhiri hidupnya. Kiara memandang Rini dengan tatapan yang tidak bisa dibaca. Ia kemudian tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Kakak kelas, Kia sewaktu SMA meninggal beberapa bulan yang lalu. Dia ditabrak mobil truk. Pada saat kecelakaan, mayatnya di bawa ke rumah sakit tempat Kia bekerja. Tubuhnya hancur, kami dari pihak rumah sakit tidak bisa melakukan otopsi. Kia kasihan sekali lihat dia. Padahal dia baru aja menikmati hidup sen
Tak peduli tubuh wanita itu sudah penuh dengan luka. Bahkan aroma tubuh wanita itu sudah berbau amis. Tanpa rasa kasihan Albert mencambuk punggung Sherly. Jerit kesakitan menggemah di dalam kamar yang sudah seperti ruang penyiksaan di zaman penjajahan. Ternyata ini alasannya mengapa Albert memberikan dia suntikan. Pria itu tidak ingin wanita itu pingsan ketika tali cambuk dari kulit itu melucuti tubuh wanita tersebut. Sherly terus saja menjerit. Tubuhnya bahkan menggigil menahan rasa sakit. Mengapa ada orang sekejam Albert?Dulu dia diperlakukan seperti ratu. Dijaga bagaikan berlian. Tidak pernah sekalipun tubuh mulusnya tergores. Namun sekarang kulit indahnya sudah penuh dengan luka Sherly bukanlah wanita yang baik. Bahkan wanita itu termasuk ke dalam kategori wanita yang murahan, licik dan egois. Begitu banyak nilai minus yang dimilikinya. Namun apakah wajar jika Albert memperlakukannya seperti ini?Jika selingkuhnya yang lain melakukan hal fatal Sherly, sudah pasti mereka akan
Akhirnya sang millioner merasakan seperti apa lelahnya mengulek bumbu. Tangannya yang berotot terasa amat pegel. Satu hal yang baru saja ia ketahui, mengulek bumbu rujak lebih berat dari pada gym angkat besi. "Apa ini sudah?" Nathan berkata sambil memandang istrinya yang sedang sibuk mencicipi bumbu rujak yang belum jadi benar. Bukan hanya mencicipi saja, Eliza mengambil piring kecil dan memasukkan kuah rujak kedalamnya. Kemudian memasukkan potongan buah, seperti mangga muda, pepaya mengkal, nanas, jambu merah serta bengkoang." "Sudah by, rasanya enak dan segar." Eliza tersenyum sambil memasukkan potongan nanas ke dalam mulutnya. Kiara berulang kali menelan air ludahnya ketika melihat Eliza mengunyah buah dalam mulutnya. Begitu juga dengan Yuna. Ia sudah tidak sabar ingin segera menikmati rujak mangganya.Jika bukan Nathan yang mengulek bumbu rujak, sudah pasti kedua wanita itu tidak segan untuk mengambil.Nathan bernapas lega dan mengusap keringat di pelipis keningnya. Meskipun is
"Eliza, mas tidak mau pakai ini." Nathan berkata dengan wajah masam. Kalimat yang terucap dari mulutnya sudah tidak ada manis-manisnya lagi. Bahkan Nathan langsung memanggil nama istrinya. "Liza nggak peduli pokoknya Mas harus pakai." Eliza tidak menghiraukan penolakan dari Nathan. Dia tetap mengikat tali apron di leher suaminya. "Eliza, Apa kamu tahu hukuman yang akan kamu dapatkan karena memaksa Mas seperti ini?" Nathan berusaha menarik apron tersebut Namun Eliza semakin menguatkan ikatan di lehernya. "Eliza, apa kamu mau menjadi janda?" kata Nathan yang sudah kesulitan bernapas. Nathan tidak habis pikir melihat Eliza. Bagaimana mungkin Eliza tega menindas suaminya, demi orang lain."Ya nggak lah, makanya Mas itu harus nurut, agar jangan tercekik lehernya." Eliza kembali meregangkan tali ikatannya. "Si Yuna itu sebenarnya istri siapa? Kenapa harus Mas pula yang pakai-pakai kayak gini?" Nathan memandang apron berwarna pink dengan motif bunga-bunga. Melihat ini saja sudah membu
Meskipun sudah diizinkan mengambil mangga, Dirga masih tetap belum bergerak dari duduknya. "Ambil mangganya sekarang, keburu kesorean nanti," kata Mawar mengingatkan. Melihat Dirga masih belum beranjak dari duduknya, tentu saja membuat Mawar gemes. Bagaimana jika Yuna benaran hamil? Kasihan sekali jika keinginannya tidak didapatkan. "Ya Tante tapi _" Dirga tidak melanjutkan ucapannya. "Ada apa? "Mawar sangat penasaran dengan apa yang menjadi masalah bagi Dirga. "Begini tante." Dirga berkata sambil menggaruk kepalanya namun tatapan matanya mengarah ke Nathan. "Ada apa kasih tahu saja," desak Hermawan. "Maaf Bos." Sebelum memulai perkataannya Dirga justru meminta maaf terlebih dahulu. "Tidak usah memanggil saya bos, karena saya sekarang bukan lagi bos kamu." Nathan mengingatkan Dirga. Sekarang mereka sudah memiliki status yang sama. Sama-sama seorang Presdir. Tampaknya mertua Dirga sangat percaya kepada nya. Hingga memberikan jabatan presiden direktur kepada menantunya. Seb
"Tapi sepertinya tidak mungkin." Kata Yuna setelah diam beberapa saat. "Kenapa gak mungkin?" Tanya Kiara.Pertanyaan seperti ini sangat sulit untuk dijawab. Pernikahan resminya baru 20 hari. Namun insiden yang terjadi terhadapnya sudah 35 hari. Yuna baru teringat kalau dia sudah tidak datang bulan sejak kejadian itu. Tapi apa mungkin satu kali berbuat, langsung hamil?"Saran Kia, sebaiknya di cek deh. Atau mau Kia bantu untuk periksa pakai tespek?" "Kalau udah dicek tapi nggak positif gimana?" Yuna tampak ragu menerima tawaran dari Kiara. "Ya nggak apa-apa, tinggal dicoba lagi." Kiara tersenyum lebar. "Kalau gak positif, bang Dirga pasti kecewa banget." Yuna tampak ragu."Cobanya diam-diam aja. Jika garis dua muncul, baru deh kasih tahu ke suami, kakak," usul Eliza. "Benar, mau dicoba nggak, kebetulan ini ada tespek?" kata Kiara dengan semangat. "Emangnya ciri-ciri orang hamil seperti apa?" "Ciri-ciri di awal kehamilan nggak kelihatan, ini disebabkan karena perut yang belum mem
"Hai kak Yuna, kakak apa kabar" Eliza menyapa Yuna dengan tersenyum canggung. Kejadian ketika di perusahaan Nathan masih teringat jelas oleh Eliza. Karena itu dia merasa canggung jika berhadapan dengan Yuna seperti ini."Baik. "Yuna menjawab dengan wajah tersenyum. Eliza dapat melihat senyum tulus di bibir merah Yuna. Dari tatapan matanya tidak terlihat sedikitpun jika Yuna membenci Eliza. "Kak Yuna tambah cantik aja. Gimana bulan madunya kemarin?" Eliza mencoba berbicara dengan gaya ramah dan sok akrab. Alangkah baiknya permasalahan yang dulu tidak diingat lagi. Mereka sudah sama-sama menikah. Alangkah lebih baik jika menjadi teman. "Masak sih, perasaan Kakak tambah hitam deh." Yuna berkata sambil melihatkan tangannya. "Enggak lah kulit Kakak putih banget." Eliza berkata sambil memuji Yuna. "Ini kelihatan item banget. Sewaktu Honeymoon, Kakak sangat suka di pantai. Habis dari sana ya kayak gini jadinya." Yuna mulai curhat tentang apa yang terjadi dengannya.Yuna mulai cemas de
"Tas yang ini cantik sekali, mami suka." Mawar menunjukkan tas wanita berwarna coklat."Iya mi, cantik sekali," jawab Eliza sambil memperhatikan model tas tersebut. Mata Eliza terbelalak melihat harga tas yang ditunjukkan Mawar. Harga tas seharga mobil. Tapi uang mami mertuanya sudah berlebihan- lebih. Jadi tidak apa jika beli tas seharga ratusan juta. Jika masalah selera fashion, Mawar tidak perlu diragukan. Meskipun usianya sudah setengah abad, namun penampilan wanita itu trendy. Apa lagi postur tubuhnya yang langsing dan tinggi, membuat ia tampak lebih muda. Jika jalan ke mall bersama Eliza, orang suka beranggapan bahwa Mawar, kakaknya Eliza. Jadi bisa bayangkan seperti apa awet mudanya. Kalau kategori artis, mawar ini seperti Shopia Lajuba. "Mom." Eliza langsung menoleh ke belakang. Dia melihat Noah yang berlari mengejarnya. "Sayang, mommy." Eliza mengembalikan tangannya dan langsung memeluk tubuh putranya. "Anak ganteng mommy sudah bangun?" Tanya Eliza."Cuda," jawab Noah sa
Mawar sedang sibuk menata tempat tidur untuk Yura. Karena Rizky dan Kiara akan menetap di masion. "Akhirnya anak itu mau juga tinggal disini." Wajah Mawar tampak begitu bahagia ketika membayangkan suasana di masion yang semakin hidup dan juga ramai. "Iya mi, lagian kasihan kak Kiara. Jadwal kerja bang Rizky gak tetap. Kadang pulangnya sudah malam-malam sekali. Mana kak Kiara nggak mau pakai pembantu yang menetap di rumah. Liza aja merasa ngeri, membayangkan kak Kiara tinggal berdua sama Yura di rumah yang sangat besar." Eliza berkata dengan raut wajah serius. Mawar tertawa dan gemas melihat wajah menantunya. Ingin sekali ia mencubit pipi Eliza hingga merah, namun tidak tega. Belum lagi Nathan yang akan marah. "Nanti kalau kalian kasih mami cucu, mami mau yang cewek." Wanita paruh baya itu berkata dengan wajah tersenyum. Melihat wajah cantik Eliza dan ketampanan putranya, ia yakin cucunya pasti sangat cantik.Eliza tersenyum nyengir dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Tapi Liz
Rizky pulang ke rumah dengan tubuh yang terasa amat lelah. Bersyukur besok tidak ada jam praktek dan juga jadwal mengajar. Ia bisa beristirahat di rumah sambil memanjakan sang istri. Sesuai janjinya dengan Kiara, besok mereka sudah pindah ke masion milik Hermawan.Rizky membuka pintu rumahnya. Di jam seperti ini kondisi rumahnya sangat sepi. Yura dan Kiara pasti sudah tertidur. Pria itu terkejut ketika melihat Yura yang sedang sibuk mewarnai lukisan yang dibuatnya sendir."Yura!" Panggil Rizky.Yura menoleh ke belakang dan memandang Rizky dengan tersenyum. "Papi sudah pulang." Gadis kecil itu tertawa girang dan langsung mengejar Rizky yang berdiri sekitar 3 meter darinya."Iya, sudah," jawab Rizky yang langsung menggendong tubuh kecil Yura. "Anak kecil, Kenapa belum tidur?" Pria berwajah manis itu tersenyum sambil mencium pipi bulat Yura."Yura sedang membuat gambar, dan menunggu papi pulang." Yura berkata dengan tersenyum lebar."Besok-besok gak usah tunggu papi. Jam 10 setelah be