Jasmine merasa gugup, jantungnya berdebar semakin cepat. Keputusan untuk ikut terasa penuh risiko, membuatnya cemas dan canggung. Dia takut terlihat lemah di hadapan Noah, apalagi dengan emosinya yang tidak stabil selama hamil.’Apakah Noah benar-benar menginginkannya ikut atau ini hanya keputusan impulsif?’ Pertanyaan itu terus menghantui Jasmine.Di depan cermin, Jasmine menatap dirinya. Dengan pakaian sederhana dan tas ransel kecil, dia siap berangkat tanpa banyak persiapan. Entah apa yang menantinya, tapi dia tidak ingin menyusahkan Noah.Vina yang duduk di sofa ruang tamu tiba-tiba bersuara, memecah kesunyian di kamar."Jasmine, kenapa sih kamu gitu? Kalau mau ikut, ya ikut aja, jangan ribet," katanya sambil tertawa kecil. "Ini kan cuma ke luar kota, bukan jadi istri kedua Noah."Jasmine menoleh dengan mata sedikit melotot, lalu ikut tertawa kecil. "Aku tahu, Vi, cuma... ya ampun, deg-degan banget," ujarnya sambil menyentuh perutnya yang mulai membesar. "Rasanya kayak naik rolle
Noah akhirnya membuka suara setelah beberapa menit berlalu. "Jasmine," katanya, suara berat dan penuh perhatian. "Kamu serius hanya membawa tas ranselmu itu? Tidak ada barang lainnya?"Jasmine hanya mengangguk, merasakan kekakuan dalam tubuhnya. "Iya, cuma ini saja," jawabnya singkat, merasa tidak perlu membawa barang berlebihan.Noah mengangguk pelan, lalu ada sedikit tawa di ujung kalimatnya. "Baiklah. Kalau kamu merasa nyaman seperti itu."Jasmine hanya tersenyum kecil, sedikit merasa lega mendengar Noah menerima keputusannya.Beberapa menit kemudian, Jasmine memecah keheningan, dengan nada sedikit malu, "Di sini sudah ada satu stel pakaian kasual," katanya dengan lembut.Noah tertawa pelan, suaranya sedikit menghibur suasana hati Jasmine yang masih canggung. "Baiklah, kalau begitu." Suaranya tenang, tidak ada nada kecewa atau bahkan ketidaksenangan dalam ucapan itu.Jasmine menarik napas pelan, berusaha meredam kegelisahannya. Di dalam mobil, dia mencuri pandang ke arah Noah yang d
Setelah menerima boarding pass dari petugas, Noah dan Jasmine berjalan menuju ruang tunggu VIP. Ruangan itu luas, elegan, dan jauh lebih tenang dibandingkan keramaian di luar.Sofa-sofa empuk berjejer rapi, sementara jendela besar memperlihatkan pemandangan pesawat yang bersiap di landasan.Jasmine duduk di salah satu sofa dan menarik napas lega. Dia merasa perjalanan ini semakin nyata. Namun, sebelum bisa larut dalam pikirannya sendiri, Noah datang dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman."Makan dulu," katanya sambil meletakkan nampan di meja kecil di depannya.Jasmine melirik isi nampan itu. Ada sandwich, croissant, dan segelas jus jeruk."Kamu tahu aja aku lapar," gumamnya dengan mata berbinar.Noah duduk di sampingnya, menyandarkan punggung ke sofa dengan santai. "Nggak perlu jadi jenius untuk tahu itu, perutmu sudah kasih pengumuman sejak di mobil."Jasmine mendengus kecil, tapi pipinya merona malu. "Kamu denger?""Jelas. Masa kamu lupa, aku tadi bertanya, Aku kira ada g
Pesawat melaju lancar di atas awan, membawa Jasmine dan Noah menjelajahi langit, meninggalkan Arthaloka menuju Bulgarion.Jasmine masih merasa kagum dengan pengalaman baru ini. Dari ruang VIP bandara yang mewah hingga kini berada di dalam pesawat pribadi, semuanya terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan.Selama penerbangan, Noah tampak sangat santai, hampir tidak ada ekspresi terkejut atau terkesan di wajahnya. Sebaliknya, Jasmine tidak bisa berhenti terpesona.Setiap detil dalam pesawat ini dari kursi kulit yang mewah hingga pencahayaan lembut, yang menambah nuansa eksklusif, membuatnya merasa seperti seorang bangsawan."Wow, ini luar biasa," gumam Jasmine, memandangi ruang kabin yang luas. "Aku nggak pernah bayangin bakal terbang dengan pesawat pribadi."Noah hanya meliriknya dan tersenyum kecil. "Biasa aja kok, ini hanya pesawat."Jasmine menatapnya sejenak, tak percaya. "Biasa aja? Kamu nggak ngerasa ini luar biasa?" tanyanya, merasa segala hal tentang perjalanan ini terasa sa
Penerbangan yang terasa begitu cepat akhirnya memasuki fase akhir. Suasana dalam kabin mulai berubah, dengan petunjuk dan pengumuman dari kru pesawat yang menandakan bahwa pesawat akan segera mendarat. Jasmine masih terlelap, tak menyadari perubahan yang terjadi di sekitarnya.Noah menatapnya dengan lembut, merasa tertarik untuk membangunkannya dengan cara yang sedikit berbeda. Dia perlahan mengulurkan tangan, menyentuh bahu Jasmine dengan lembut."Jasmine," katanya dengan suara pelan, berusaha tidak mengejutkannya.Namun, Jasmine tetap tidak bergerak. Melihatnya begitu tenang membuat Noah merasa sedikit gemas. Dia mendekat, menatap wajah cantik Jasmine yang tampak begitu damai.“Jasmine, kita hampir mendarat,” katanya dengan suara lebih keras, kali ini menyentuh lembut pipinya.Jasmine mengerjap, matanya membuka perlahan seiring dengan suara itu. Selalu ada rasa bingung ketika seseorang baru terbangun, dan Jasmine kini merasa seperti terbangun di rumahnya, bukan di pesawat. Menggerak
Setelah pesawat akhirnya mendarat dengan mulus di Guava Airport, bandara utama di Bulgarion, Jasmine terkesima melihat suasana yang menyambutnya.Bandara ini jauh lebih megah dan modern daripada yang dia bayangkan, dengan desain yang elegan namun tetap hangat dan ramah. Langit senja di luar, diterangi lampu-lampu bandara yang berkilauan, menciptakan suasana yang begitu indah."Wow... ini luar biasa," gumam Jasmine, matanya berkeliling, takjub.Setiap sudut bandara tampak dirancang dengan penuh perhatian, dengan taman hijau di dalamnya dan langit-langit yang tinggi, menjadikan suasana di sini terasa begitu terbuka dan nyaman."Noah, ayo kelilingi bandara sebentar," pintanya, berharap bisa menikmati lebih banyak lagi keindahan bandara ini.Noah mengalihkan pandangannya pada Jasmine. Meskipun sedikit kesal karena seharusnya mereka bisa langsung menuju tempat tujuan, dia mengerti betul bahwa ini adalah pengalaman pertama Jasmine di tempat ini, dan dia merasa perlu memberinya sedikit waktu
Noah baru saja selesai membaca pesan dari Vanesia yang baru saja dikirimkan. Tiba-tiba, dia terkejut. Vanesia mengirimkan foto dirinya di bandara, dengan senyum lebar, menunjukkan bahwa dia sudah berada di sana.Jasmine yang melihat ekspresi bingung Noah langsung bertanya, "Ada apa? Kenapa kamu kelihatan terkejut?"Noah menatap pesan itu sekali lagi sebelum akhirnya menjawab, "Vanesia... dia sudah ada di sini. Dia menjemput kita."Jasmine mengangguk pelan. "Ya udah, suruh aja dia kemari." Suaranya terdengar santai, namun ada sedikit ketegangan yang mulai terasa di dalam hati. Ia tak tahu mengapa, tapi rasanya ada sesuatu yang aneh dengan Vanesia.Noah pun mengirimkan pesan balasan kepada Vanesia, memberitahunya untuk datang menemui mereka di lokasi. Tak lama, Vanesia terlihat berjalan dengan langkah cepat menuju mereka.Namun, saat Vanesia mendekat, dia tampak bingung mencari-cari keberadaan Jasmine. Wanita itu menyapa Noah dengan senyum penuh percaya diri, dan tanpa ragu, dia berniat
Kamar Presidential Suite 1001 di lantai 20 itu benar-benar megah. Begitu pintu terbuka, suasana mewah langsung menyambut Jasmine. Interior kamar yang luas dan elegan dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan kota Bulgarion malam itu memukau mata.Jasmine, yang sudah kelelahan, tak peduli dengan segala kemewahan itu. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menghamburkan badannya ke kasur yang empuk."Noah... aku capek..." gumamnya pelan, menutup mata, mencoba melupakan segala hal di sekitarnya.Namun, Noah tidak bisa membiarkannya begitu saja. Dengan wajah yang penuh perhatian, dia menghampiri Jasmine."Jasmine, kamu harus membersihkan diri dulu. Kamu pasti merasa lebih baik setelah mandi," kata Noah lembut, meskipun ada sedikit nada memaksa di sana.Jasmine tidak menggubris. Rasanya terlalu malas untuk bergerak, apalagi setelah perjalanan panjang dan melelahkan. 
Jasmine yang sejak tadi diam, merasa darahnya mendidih. Dia berdiri tegak, matanya memandang pesan itu seakan menantang. "Tidak ada lagi tempat bersembunyi," ucapnya, suaranya penuh tekad dan keberanian yang tak bisa dipadamkan. "Kita akan berhadapan langsung."Seketika, seluruh ruangan terasa hening, hanya suara detak jantung yang terdengar keras di telinga mereka. Waktu terasa berhenti sejenak, dan semuanya tahu bahwa mereka tidak bisa mundur lagi. Keputusan telah dibuat. Mereka harus menghadapi musuh mereka, apapun risikonya.Malam itu, langit Arenia dipenuhi bintang-bintang yang seolah menyaksikan perjalanan mereka. Di luar jendela, angin bertiup kencang, membawa nuansa ketegangan yang semakin tebal. Bintang-bintang di langit seakan menjadi saksi dari pertempuran terakhir yang akan segera meletus. Masing-masing dari mereka tahu bahwa ini adalah momen yang tak bisa dihindari. Setiap pilihan yang mereka ambil sekarang akan menentukan masa depan mereka.Jasmine
Mata Jasmine menyipit. Satu teka-teki terungkap, tetapi gambaran yang lebih besar tampak lebih mengerikan."Bagaimana dengan bukti?" tanya Kiara. "Ada rekaman, dokumen?"Sebastian mengangguk. "Ada. Semua transaksi, semua perintah, disimpan di server rahasia. Aku tahu koordinatnya. Ada di luar Arenia, di fasilitas bawah tanah di Eresia.""Kau mau mengantar kami ke sana?" tanya Noah, nadanya datar.Sebastian mengangguk dengan cepat. "Asal kau jamin keselamatanku... aku akan bawa kalian ke semua bukti."Jasmine mengangguk. "Kalau begitu, kita bergerak besok. Tapi sebelum itu, kau akan menuliskan seluruh kesaksianmu di bawah sumpah."Sebastian mulai menulis. Tangan gemetar, keringat menetes di dahinya.Kiara membantu mengamankan dokumen. Evan menghubungi pengacara Project Axis untuk memastikan semuanya sah secara hukum internasional.Saat Sebastian sibuk menulis, Jasmine berdiri dan berjalan ke jendela. Ia menatap langit malam Aren
Kiara memegang tablet kecil yang terhubung ke jaringan deteksi panas. "Tiga orang bersenjata di depan, enam puluh meter. Mereka berjaga.""Itu pasti markas Sebastian," bisik Evan.Mereka berbelok ke gang kecil, berhenti di balik dinding batu berlumut."Kita harus hati-hati," ujar Noah. "Begitu kita masuk, tidak ada jalan mundur."Jasmine menarik napas dalam-dalam, merasakan detak jantungnya berdentum keras di dadanya."Aku siap," katanya.Kiara mengirimkan sinyal disruptor untuk menjatuhkan kamera pengawas sementara. Evan bergerak cepat membobol kunci pintu dengan alat digital.Saat pintu terbuka sedikit, suara langkah tergesa terdengar dari dalam."Dia tahu kita datang!" seru Evan.Tanpa pikir panjang, Jasmine dan Noah menyerbu masuk. Suara benturan kayu dan desakan sepatu memenuhi udara.Di lantai atas, Sebastian Warde berusaha kabur lewat jendela, namun Noah lebih cepat. Ia menarik pria itu jatuh ke lantai deng
Malam itu di hotel, Jasmine dan timnya menelaah data dengan tegang.Nama-nama besar bermunculan: politisi, CEO, pejabat tinggi. Beberapa nama mengejutkan mereka."Ini tidak mungkin..." bisik Kiara, matanya membelalak.Di antara daftar itu, muncul nama seorang mentor lama keluarga Jorse, seseorang yang selama ini mereka kira sekutu setia."Dia...?" Evan bergumam, suara tercekat.Jasmine mengepalkan tinjunya. Dunia yang ia kenal mulai runtuh, pengkhianatan terasa lebih pahit dari yang pernah ia bayangkan.Namun satu hal pasti: Arenia bukan hanya menjadi tempat pertemuan masa lalu dan masa depan.Arenia akan menjadi medan pertarungan terakhir.Di luar jendela, Château De Lune bersinar megah di tengah kegelapan, seolah menjadi saksi bisu perjalanan panjang mereka.Dan di dalam hatinya, Jasmine tahu, apa pun yang terjadi... ia tidak akan mundur.Karena kali ini, bukan hanya masa depan yang ia pertaruhkan.Tapi seluruh kebenaran tentang siapa dirinya sebenarnya.Pagi di Arenia datang perlah
Dalam waktu kurang dari 24 jam, tim kecil dibentuk. Jasmine, Noah, Kiara, dan dua penyelidik andalan Project Axis bersiap menuju Morvenia. Di dalam koper mereka bukan hanya dokumen dan peralatan, tapi juga kekuatan moral dari seluruh dunia yang menanti jawaban.Sebelum keberangkatan, Jasmine berdiri di depan jendela besar yang menghadap kota Avenhurst. Cahaya lampu malam tampak seperti bintang-bintang yang mendekat ke bumi.Noah menghampirinya, memeluknya dari belakang.“Kalau ini benar-benar jebakan, apakah kamu siap?”Jasmine menoleh. “Kalau ini membawaku ke kebenaran yang Ayah dan Ibu pertaruhkan nyawa mereka untuk... maka aku akan datang, walau hanya satu langkah dari jurang.”Dan mereka berangkat. Ke negeri tanpa nama, tempat di mana hukum telah lama dijual, dan kebenaran harus dicuri kembali dari balik kegelapan."Senja perlahan turun di atas langit Valmora," gumam Noah sambil menatap ke luar jendela pesawat pribadi yang meluncur stabil di udara. Di dalam kabin, Jasmine duduk di
Sore harinya, sebuah konferensi pers dilakukan oleh Jasmine secara langsung dari kantor pusat Project Axis. Disiarkan secara global, jutaan orang menyaksikan saat Jasmine berdiri dengan latar belakang simbol Jorse dan Project Axis bersatu.“Beberapa orang bilang kami nekat. Bahwa kami bermain dengan kekuatan yang terlalu besar. Tapi hari ini, kami katakan: dunia tidak lagi milik mereka yang menyembunyikan kekuatan dalam bayangan.”Ia mengangkat dokumen resmi dari Mahkamah Internasional.“Surat penahanan Leonhart Vasmer telah disahkan. Dan kami, Project Axis, akan bekerja sama dengan semua negara yang berani berkata ‘cukup.’ Ini adalah awal baru.”Media berebut bertanya. Jasmine menjawab satu per satu dengan ketenangan dan presisi. Namun satu pertanyaan dari wartawan Eresia membuatnya diam sejenak:“Apakah Anda siap menghadapi ancaman terakhir dari jaringan yang kini terpojok?”Jasmine menatap l
Sore harinya, Jasmine dan tim hukum membuka sistem cadangan itu. Dengan bantuan ahli digital forensik, dana sebesar 1,7 miliar dolar muncul dalam 13 akun berbeda di bawah nama entitas tak dikenal.“Ini cukup untuk membiayai Project Axis selama dua dekade penuh,” ujar Evan dengan nada kagum.Jasmine menatap layar dengan tenang. “Ayah tidak hanya meninggalkan warisan. Dia meninggalkan senjata terakhir.”Kiara menambahkan, “Dengan ini, kita bisa memperkuat keamanan digital, memberi perlindungan untuk saksi, dan memperluas koalisi.”“Dan kita lakukan itu malam ini,” ucap Jasmine.Sementara itu, di Zurich, Leonhart mendapat kabar bahwa seluruh asetnya telah dibekukan. Lebih buruk lagi, satu per satu mitra bisnis lamanya mulai menawarkan kerja sama kepada Project Axis.“Ini pengkhianatan,” geram Leonhart sambil meremukkan gelas di tangannya.Klemens menjawab datar. “Ini... kelangsungan hidup.”Leonhart bangkit dari kursi. “Kalau begitu, aku harus mencari jalan keluar sebelum semuanya hilang
“Aku tidak menyangka mereka akan bergerak secepat ini,” kata Evan, melihat daftar partisipan yang terus bertambah.Jasmine menjawab, “Dunia sudah lelah dijajah oleh sistem yang tak terlihat. Kita hanya menyalakan lentera. Mereka yang lain... membawa obor.”Tapi seperti angin sebelum badai, keheningan tidak bertahan lama. Di sore yang dingin, sebuah ledakan kecil terjadi di salah satu gudang data Project Axis di pinggiran Lioren. Tidak ada korban, tapi jelas... ini bukan kecelakaan.“Pesan dari jaringan lama,” ujar Kiara sambil menunjukkan hasil investigasi awal. “Mereka mulai menargetkan infrastruktur. Mereka tidak bisa menghentikanmu secara hukum, jadi mereka serang fondasinya.”Jasmine menatap puing-puing digital dari rekaman drone. Wajahnya tak bergeming.“Kalau begitu... kita pindahkan data ke server awan global, dengan backup di enam negara berbeda. Kita jangan beri mereka kesempatan kedua.”Noah masuk dengan wajah serius. “Dan aku baru dapat laporan. Ada tiga pria tak dikenal ya
Fajar menyingsing perlahan di langit Avenhurst, tapi hari itu bukan awal biasa. Di ruang tengah kediaman perlindungan tinggi tempat Jasmine ditampung, belasan layar digital menyala serempak. Wajah-wajah dari berbagai penjuru dunia muncul melalui jaringan video terenkripsi—pengacara HAM internasional, jaksa dari Eresia dan Valmora, perwakilan Interpol, serta penasihat hukum dari Mahkamah Internasional.Jasmine duduk di kursi utama. Ia mengenakan setelan hitam dengan rambut dikuncir rapi. Di sampingnya, Kiara dan Evan menatap layar dengan mata yang tak berkedip.“Langkah ini tidak hanya historis,” ujar Kiara, “tapi juga berisiko tinggi. Begitu nama Leonhart diajukan ke Mahkamah Internasional, ia akan diperlakukan sebagai penjahat kelas berat. Dan itu bisa memicu tindakan terakhir dari jaringannya.”Jasmine mengangguk. “Aku tahu. Tapi kita tidak lagi bicara tentang pencucian uang atau sabotase korporat. Kita bicara tentang konspirasi pembunuhan, pelanggaran HAM, dan ancaman terhadap stab