Usai mengambil raport, Joana menyempatkan mampir terlebih dahulu ke kediaman sang paman. Sebab, tadi pamannya berpesan agar dia datang ke rumah. Ada hal penting yang akan dibicarakan oleh paman dan bibinya, yaitu mengenai hubungan Ricky dan sang sahabat.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sang paman, Joana bertanya-tanya dalam hati. Ada hal serius apakah hingga paman dan bibinya memanggil Joana. Mungkinkah Ricky dan Melanie sudah berbuat yang terlalu jauh?
"Tidak-tidak! Tidak mungkin! Aku tahu siapa Ricky. Dia pasti akan menjaga orang yang disayang. Ricky tidak akan menyakiti Melanie." Joana menggeleng kuat, mengusir pikiran buruk yang sempat singgah di benaknya.
Wanita belia itu meminta pada sopir taksi yang membawanya agar menambah laju kendaraan. Rasanya, dia sudah tidak sabar ingin segera sampai di kediaman sang paman, dan mengetahui apa yang telah terjadi.
Selain itu, Joana juga ingin segera samp
Setelah berbincang sebentar dengan Ricky dari hati ke hati, Joana pamit untuk kembali ke rumah sakit. Atas perintah sang bibi, Joana lalu diantarkan oleh saudara sepupunya yang sedang galau tersebut. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Ricky nampak tidak bersemangat karena mimpinya untuk bisa menikah dengan sang kekasih dalam waktu dekat, belum mendapatkan lampu hijau dari orang tua."Apa yang dikatakan paman dan bibi benar, Rick. Pikirkan dulu matang-matang. Jangan sampai kamu menyesal nantinya," kata Joana, mengurai keheningan yang sedari keluar dari gerbang kediaman sang paman, tercipta."Seperti aku, Rick. Awalnya, aku ngebayangin yang indah-indah jika sudah menikah dengan pria yang aku cinta, tapi nyatanya apa?""Kisah kita beda, Jo! Kami saling cinta," sergah Ricky."Benar, Rick, memang beda. Tapi maksudku, jika sudah menikah itu beda sama yang masih pacaran. Kalau masih pacaran kayak kali
Hari ini Andreas sudah diperbolehkan pulang. Guru muda itu mengajak sang istri untuk pulang ke unit miliknya, meski sang ibu sudah menawarkan agar Andreas dan Joana pulang ke rumah saja. Tujuan Bu Martha, supaya beliau dapat ikut membantu sang menantu merawat Andreas yang masih dalam masa pemulihan. Pak Bernardus juga sudah menawarkan, bagaimana jika mereka berdua pulang ke kediamannya. Di sana, banyak yang bisa membantu Joana. Selain beliau sendiri dan sang istri, Ricky dan kedua adik perempuannya, kepala sekolah itu juga memiliki beberapa asisten rumah tangga yang bisa membantu sang keponakan. Namun, baik Joana maupun Andreas menolak sehingga mau tak mau, Bu Martha maupun Pak Bernardus membiarkan saja keinginan mereka berdua. Ricky, lah, yang sore ini mendapat perintah dari sang papa untuk mengantar Joana dan Andreas pulang. Sebelum berangkat dari rumah sakit, kepala sekolah itu terus mewanti-wanti pada sang putra agar segera pulang, d
Joana mulai membiasakan diri, hidup berdua di bawah satu atap bersama suaminya. Meski canggung, tapi dia berusaha untuk bersikap biasa. Dia mulai menjalankan peran kembali sebagai seorang istri, istri dalam artian yang sesungguhnya. Tidak seperti beberapa bulan lalu, yaitu istri yang tak pernah dianggap oleh suaminya.Selama lebih dari seminggu ini, setiap gerik Joana, senantiasa mendapatkan perhatian dari Andreas. Hal itu bukannya membuat Joana nyaman, tapi malah semakin sungkan. Andai Andreas melakukannya ketika di awal mereka menikah, Joana pasti akan sangat senang.Kini, semuanya telah berbeda. Getaran itu mungkin masih ada, tapi hanya sedikit yang tersisa. Bahkan, rasa engganlah yang sekarang merajai hati Joana.'Bang Andre kenapa, sih. Lihatin mulu dari tadi,' gerutu Joana dalam hati ketika dia sedang membersihkan wajah, sebelum tidur."Jo udah ngantuk, Bang. Jo mau tidur," kata Joana, setelah
Waktu terus berlalu. Libur sekolah pun telah usai dan mereka berdua harus kembali beraktifitas seperti biasa. Andreas pun sudah sehat meski belum seratus persen dan guru matematika itu bersikukuh hendak mulai berangkat ke sekolah untuk mengajar.Hubungan mereka berdua pun terlihat semakin dekat. Apalagi setelah momen ciuman pertama kala itu, Andreas semakin berani mendekat, dan lebih intim pada istrinya. Meskipun keintiman itu hanya sebatas pelukan dan penyatuan bibir saja. Namun, hal itu sudah sangat membuat Andreas bahagia.Kesabaran dan kesungguhan Andreas, lama-lama membuat Joana mulai merasa nyaman dengan kebersamaan mereka berdua. Wanita belia itu mulai enjoy dan tidak lagi terlihat canggung. Ya, meskipun senyum yang ditampilkan Joana belum kembali sepenuhnya seperti dahulu. Setidaknya, usaha Andreas tidaklah sia-sia."Kita sarapan sepiring berdua aja, ya, Sayang, untuk menghemat waktu," kata Andreas setelah meliha
"Ya, Tuhan. Tolonglah hamba-Mu ini!"Andreas meraup wajah dengan kedua tangan. Pria muda itu terlihat frustrasi karena tidak mungkin dia melakukan hubungan bersama sang istri saat ini, tapi Joana terus saja mencoba menggoyahkan pendiriannya.Ya. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Joana terus saja menggoda suaminya. Tangan Joana yang melingkar di lengan kiri sang suami dan dengan sengaja menempelkan dada montoknya, semakin membuat Andreas tidak dapat berkonsentrasi dengan kemudi."Sayang. Aku lagi nyetir, nih. Jangan nakal, dong!" protes Andreas seraya mencubit dengan gemas pipi istrinya."Baiklah, Bang. Tapi jam istirahat nanti, Jo boleh 'kan ke ruangan Abang?""Tentu boleh, Sayang. Apa, sih, yang enggak buat kamu. Pintu ruanganku selalu terbuka untukmu, Sayang." Andreas sekali lagi mencubit sang istri, kali ini bagian dadanya.Hal itu membuat Joana c
Tanpa berpamitan pada sang sahabat, Joana segera berlari keluar dari kelas. Dia juga tidak peduli dan tidak menyapa, ketika berpapasan dengan guru yang akan mengajar di kelasnya. Fokus Joana kini, hanya pada suaminya."Ya, Tuhan. Tolong, selamatkan Bang Andre. Jangan sampai dia kenapa-napa," gumam Joana, sambil terus berlari.Pesan dari sang suami, kembali melintas di benaknya.[Cepatlah kemari, Sayang. Aku butuh kamu. Aku sudah tidak tahan]Begitu tiba di depan ruangan Andreas, Joana langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Betapa terkejut Joana ketika mendapati sang suami sudah membuka kemeja bagian atas dengan wajah kepanasan bak kepiting rebus. Suaminya itu nampak mondar-mandir dengan gelisah dan sesekali mengibas-ibaskan tangan di depan wajah."Abang kenapa?" Joana menghambur, meneliti keadaan suaminya.Melihat sang istri dat
Setelah menciumi seluruh wajah sang istri sambil membisikkan kata-kata maaf berulang kali, Andreas yang kelelahan tertidur di kursi kerjanya. Sementara Joana masih tergolek lemas di atas meja kerja sang suami dengan kondisi tubuh yang terasa remuk redam. Setelah beberapa saat terdiam, Joana menghela napas berat lalu perlahan beranjak.Wanita belia itu sejenak tertegun, melihat kondisi tubuhnya yang penuh dengan tanda cinta dari suaminya. Peluh, bercampur dengan air kenikmatan, serta bercak darah yang masih agak basah, terlihat menempel di sekitar area intinya. Joana tersenyum kemudian."Bukan malam pertama yang indah, tapi hari pertama yang bersejarah," gumamnya lalu menggeleng-gelengkan kepal, mengingat betapa brutalnya sang suami.Joana lalu mengambil tisu dan membersihkan sekitar area intinya. Dia juga membersihkan junior sang suami yang sudah kembali jinak. Perlahan, Joana menutupi bagian bawah tubuh suaminya dengan
Jannet begitu terkejut mendengar perkataan Pak Bernardus. Jantungnya serasa melompat dan lepas dari tempatnya. Tatapannya yang nyalang, langsung tertuju pada Joana.Jordy pun sebenarnya sangat terkejut, tapi guru olahraga itu lebih bijak dalam menyikapi berita yang baru saja dia dengar. Rasa cinta Jordy pada Joana meski sangat besar, bukan berarti dia harus menolak kenyataan jika Joana sudah menjadi milik rekan kerjanya. Jordy sudah merelakan semenjak dia mendengar kabar bahwa Joana dan Andreas sudah bertunangan."Saya tidak percaya itu!" tegas Jannet."Sayangnya, saya tidak peduli apakah Bu Jannet percaya atau tidak." Joana tersenyum sinis."Yang saya tidak habis pikir, di mana otak Bu Jannet? Bisa-bisanya Bu Jannet mencampur obat perangsang ke dalam minuman Pak Andre dan Bu Jannet juga sangat bernafsu untuk menolong Pak Andre, membebaskan dia dari rasa sakit akibat pengaruh obat tersebut! Bukankah
Wanita bertubuh kurus yang ada di dalam mobil taksi itu terus mengamati rumah Andreas. Dia nampak menimbang-nimbang. Entah apa yang dipikirkan."Maaf, Bu. Sampai kapan kita akan tetap di sini?" tanya sopir taksi tersebut, mengurai lamunan penumpangnya."Iya, tunggu sebentar, ya, Pak."Setelah berkata demikian pada sopir taksi, wanita tinggi semampai itu segera turun lalu berjalan perlahan memasuki gerbang kediaman Andreas yang memang tidak ditutup karena ada beberapa saudara Joana yang belum datang. Tanpa ragu, dia terus melangkah perlahan lalu menaiki teras rumah yang cukup tinggi dengan sangat hati-hati. Seolah, dia takut jika kaki jenjangnya akan tersandung, dan bisa menyebabkan tubuh ringkih itu terjatuh."Permisi." Terdengar sopan, wanita itu menyapa penghuni rumah.Tak perlu menunggu lama, sosok Andreas segera muncul lalu menghampiri tamunya. Andreas mengerutkan dahi kala m
Andreas kini dapat bernapas dengan lega, setelah sang istri tersadar. Tak henti, pria tampan itu mengecupi wajah istrinya yang sudah berangsur cerah dan tak sepucat tadi. Joana bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan, setelah dipastikan bahwa kondisinya sudah membaik.Di ruang perawatan pun, Andreas tak mau jauh-jauh dari sang istri tercinta. Dia bahkan tadi hanya menggendong anak-anaknya sebentar karena setelah itu, kedua bayi mungil itu sudah menjadi rebutan. Saat ini, bayi laki-laki berada di pangkuan Mama Anggie, sementara bayi perempuan berada di pangkuan Bibi Liana.Ya, Bibi Liana sebenarnya menginginkan cucu perempuan karena dia hanya memiliki anak laki-laki. Namun sayang, anak yang dilahirkan sang menantu, Melanie, malah laki-laki. Meski begitu, istri Pak Bernardus itu tetap menyayangi sang cucu."Kakak Ipar. Ryan belum kebagian gendong keponakan, nih. Bikin lagi, ya. Satu aja," pinta Ryan yang tiba-tiba
Andreas yang ikut menemani sang istri di dalam ruang persalinan, sebenarnya sangat tegang. Namun, pria itu mencoba untuk menutupi ketegangannya dengan menciumi puncak kepala Joana. Andreas terus memberikan semangat kepada istrinya."Kamu pasti bisa, Yang. Kamu wanita yang hebat. Aku mencintaimu, Yang," bisik Andreas, terus menerus. Memberikan kebahagiaan semangat, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang terdalam.Di tengah rasa sakit yang mendera, Joana mencoba untuk tersenyum. Meski wanita cantik itu tak dapat berkata-kata, tetapi melalui tatapan matanya, Joana mengungkapkan rasa syukur karena memiliki suami seperti Andreas. Dia eratkan genggaman tangan, kala kontraksi kembali datang.Ya, Joana memilih proses persalinan normal untuk melahirkan kedua bayinya. Dokter yang menangani Joana jauh-jauh hari pun setuju karena baik kondisi ibu maupun kedua janin, sama-sama sehat. Meski awalnya Andreas menyarankan untuk operasi cesar saja karena pria itu tak sanggup melihat sang istri kesakit
Joana benar-benar ikut pulang dengan kedua orang tua, beserta kakaknya, Sandy. Segala bujuk rayu Andreas, tak dia hiraukan karena wanita hamil itu ingin selalu berdekatan dengan sang mama. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bandara, Joana terus bergelayut manja dengan mamanya dan mengabaikan sang suami yang ikut mengantar.Andreas sengaja ikut mengantar ke bandara karena berharap, sang istri akan berubah pikiran. Suami Joana itu masih berharap, sang istri mengurungkan niatnya. Sebab, Andreas tidak dapat membayangkan bagaimana hari-harinya nanti tanpa sang istri."Abang kalau kangen 'kan, bisa nyusul Jo ke sana," jawab Joana dengan santai ketika sang suami masih berusaha membujuknya."Yaelah, Jo. Kamu pikir, Jakarta Bandung. Bisa nyusul sewaktu-waktu." Ricky yang juga ikut mengantar ke bandara, menyahut."Demi cinta, pasti jarak bukan halangan. Benar begitu 'kan, Bang?" Joana m
Semua orang dibuat panik karena Joana yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba ambruk, dan tak sadarkan diri. Andreas langsung membopong tubuh ramping istrinya dan membawanya berlari menuju mobil. Sandi yang baru saja datang, berteriak menyuruh sang adik ipar agar membawa Joana ke mobilnya.Sandi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sang mama yang duduk di samping kemudi, sampai harus mengingatkan sang putra sulung agar berhati-hati. Sementara di bangku belakang, Andreas yang memangku kepala sang istri, nampak sangat khawatir."Bangun, dong, Sayang. Kamu kenapa, sih?" Andreas menepuk lembut pipi Joana yang matanya terus terpejam.Sementara di belakang mobil Sandy, nampak tiga mobil lain mengiringi. Mobil yang dikendarai papanya Joana, berada tepat di belakang mobil Sandy. Diikuti mobil Ricky dan terakhir mobil Ryan.Tak berapa lama, iring-iringan mobil itu memasuki kawasan rumah sakit. Setelah berh
Belum juga ada tanda-tanda kehamilan meski sudah lebih dari satu bulan Joana dan Andreas pulang dari berbulan madu ke negara matahari terbit kala itu, membuat Joana kembali murung. Wanita cantik itu bahkan tak bersemangat, menyambut wisudanya minggu depan. Joana akhir-akhir ini juga sering mengurung diri di dalam kamar.Tentu saja sikap istrinya tersebut membuat Andreas khawatir. Pria muda itu dibuat bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal, dia sudah seringkali mengatakan pada sang istri bahwa tidak kunjung hamilnya Joana, tak masalah bagi Andreas."Sudah, dong, Yang. Jangan begini terus!" Andreas mencoba membujuk sang istri. "Kita makan malam di luar, yuk. Sekalian nonton film," lanjutnya menawarkan karena ingin membuat mood sang istri kembali membaik.Joana menggeleng. "Jo lagi enggak pengin ke mana-mana, Bang."Andreas menghela napas panjang. "Yang. Jangan terlalu dipikirkan
Joana benar-benar merasa kesepian kini karena sang sahabat sudah memiliki kehidupan baru sekarang. Melanie juga mulai disibukkan dengan mengikuti kursus parenting, di sela-sela dia bekerja, dan rencananya Melanie juga akan mengikuti kelas senam untuk ibu hamil karena kehamilannya sudah mulai membesar. Praktis, Melanie tak lagi memiliki waktu untuk Joana.Hanya Bu Rifah yang masih setia berkunjung, meski Joana tak lagi memperbantukan istri Om Jun itu di unitnya. Joana memberhentikan Bu Rifah sebagai asisten rumah tangga, sejak mengetahui kehamilan ibunya Dino dan Dini. Joana tak ingin sesuatu terjadi pada kandungan istrinya Om Jun, seperti yang terjadi pada Joana kala itu."Kapan, ya, Bu, Jo bisa hamil lagi?"Wajah Joana terlihat murung, padahal di depannya ada Dina, yang biasanya membuat Joana antusias untuk menggoda gadis kecil yang montok itu. Dina sekarang sudah pandai berjalan dan tingkahnya sungguh menggemaska
Joana dan Andreas tak percaya ketika melihat Ryan menggandeng mesra tangan Dini, menghampiri mereka. Begitu pula dengan Ricky yang sedang menanti sang istri, yang tengah dirias oleh MUA. Mereka semua sampai melongo, menatap ke arah Ryan yang tersenyum lebar, sementara Dini tersipu malu."Bang, Kakak Ipar. Ini kekasihku, calon istriku. Ryan akan menikahinya, begitu dia lulus nanti," kata Ryan, sambil menggenggam erat tangan kekasih belianya. Ryan dapat merasakan tangan Dini yang gemetaran, juga berkeringat."Santai aja, Dek. Mereka pasti setuju, kok. Percayalah pada Abang," bisik Ryan, meyakinkan dan Dini mengangguk.Sebenarnya, Dini tidak mengkhawatirkan hal tersebut. Dia tahu betul, seperti apa Joana, juga Andreas. Mereka tidak akan mempermasalahkan status sosial seseorang yang dekat dengan salah satu anggota keluarganya. Terbukti, Joana sendiri menikah dengan Andreas. Hari ini, Ricky juga menikahi Melanie y
Ricky dan Melanie memberanikan diri untuk berterus terang kepada orang tua mereka berdua. Tentu saja para orang tua itu murka, meski mereka juga sudah mengetahui sejauh apa hubungan anak-anaknya itu. Pihak orang tua pun akhirnya menyetujui pernikahan Ricky dan Melanie dan mereka juga mempersiapkannya dengan sangat cepat karena tak ingin orang-orang di luar sana tahu kecelakaan yang telah terjadi.Semua orang dibuat sibuk, termasuk Joana, dan Andreas. Joana sempat terkejut mendengar kabar kehamilan sang sahabat. Dia menjadi sedih karena justru Melanie yang notabene belum menginginkan hadirnya anak, justru diberikan amanah untuk mengandung benih Ricky. Sementara dirinya yang sudah sangat siap dan menginginkan agar bisa segera hamil, malah tak kunjung diberikan kepercayaan pasca keguguran tiga tahun silam.Joana pun membantu persiapan pernikahan sang sepupu dan sahabatnya itu dengan raut wajah yang dipenuhi mendung kelabu. Dia terus