Ya. Setelah mengenalkan Joana pada sang ibu tadi, Andreas memang langsung pamit untuk ke kamar. Namun, hingga obrolan tersebut berlangsung lama, Andreas tidak juga muncul dan bergabung bersama mereka di ruang keluarga. Berbeda dengan Joana yang bersikap biasa saja karena sudah menyadari bahwa guru tampan itu memang tidak menyukainya.
"Kamu benar, Dik. Coba, kamu lihat abangmu sana. Takutnya, dia kenapa-napa," titah sang ibu kemudian, yang tidak ingin membuat Joana merasa diabaikan.
"Bang Andre capek kali, Bang Ryan," sahut Joana. "Birkan sajalah, Bang, jangan diganggu dulu. Nanti kalau mau mengantar Jo pulang, Bang Andre pasti keluar," lanjutnya yang kini ikut-ikutan memanggil Andreas dengan sebutan bang, seperti halnya Ryan.
Perkataan Joana yang penuh pengertian pada sang putra, membuat Bu Martha tersenyum. "Tulus sekali hatimu, Nak."
Ryan mengangguk membenarkan perkataan sang ibu. Sementara Joana tersenyum, tersipu malu.
"Kalau begitu, ibu mau menyiapkan makan malam dulu. Sebelum Nak Jo pulang, kita makan malam bareng." Bu Martha segera beranjak, setelah mengusap lembut lengan Joana.
Jelas terlihat bahwa Bu Martha sangat menyukai Joana. Selain karena pembawaan gadis cantik itu yang ramah sekaligus manja, ibunya Andreas juga tidak memiliki anak perempuan. Sehingga kehadiran Joana, mengobati kerinduan Bu Martha akan hadirnya anak perempuan dalam keluarga.
"Jo bantu ya, Bu."
Tanpa menunggu persetujuan, Joana langsung beranjak dan menggandeng tangan Bu Martha. Tentu saja wanita kurus itu tidak menolak. Bu Martha malah senang karena ada yang menemaninya memasak.
"Mau masak apa, Bu?" tanya Joana, ketika mereka berdua sudah berada di dapur sempit milik Bu Martha. Dapur yang hanya berukuran dua kali tiga meter, lebih luas dari kamar mandi yang ada di dalam kamar Joana di kediaman pamannya.
Bu Martha lalu membuka almari pendingin. Kosong, sudah tidak ada stok sayuran atau pun lauk yang bisa dimasak untuk makan. Hanya ada telur beberapa butir di tempat penyimpanan.
Bu Martha menggeleng pelan. "Kita makan nasi goreng saja, tidak apa-apa 'kan, Nak? Ibu akan ajari kamu menggoreng nasi kesukaan Bang Andre."
"Iya, Bu, sambut Joana, senang.
Sepanjang menemani Bu Martha memasak, Joana yang tidak pernah pergi ke dapur senantiasa memperhatikan dengan seksama setiap bumbu yang ditunjukkan oleh sang calon ibu mertua. Dia juga bertanya macam-macam perihal makanan kesukaan calon suaminya. Juga makanan yang tidak disukai pria tampan yang telah lama mencuri hati Joana.
Gadis itu menyimpan dengan baik dalam memori, setiap apa yang berhubungan dengan Andreas. Hal itu dia lakukan, tentu untuk membuat sang pujaan mau membuka hati untuknya. Dia akan terus berusaha, sampai Andreas benar-benar jatuh ke dalam pelukannya.
Sementara di dalam kamar Andreas, pria berkacamata itu nampak kesal karena kedatangan sang adik yang menggangu ketenangannya. Andreas sedang berselancar di sosial media, ketika Ryan datang ke kamarnya. Sang adik lalu mencecarnya dengan banyak pertanyaan seputar Joana.
"Bang. Kenapa, sih, wajah Abang ditekuk mulu sejak datang tadi? Apa benar, Bang Andre tidak menyukai Joana seperti yang Abang katakan kemarin? Dia cantik, loh, Bang. Baik lagi. Kalau aku, sih, mau banget sama dia," cerocos Ryan yang kemudian terkekeh dan duduk di samping sang abang, di kamar sederhana abangnya. Cowok berkulit kuning dan berwajah ganteng khas pribumi itu masih tidak mengerti dengan sikap sang abang.
Ryan dan abangnya memang memiliki wajah yang jauh berbeda. Andreas memiliki kulit putih bersih dan bermata sipit seperti sang ibu yang merupakan keturunan China-Jawa. Sementara sang adik memiliki garis wajah yang mirip dengan ayahnya yang merupakan warga asli Jakarta.
Mereka berdua memanggil kedua orang tua ayah dan ibu. Hal itu sesuai dengan permintaan Bu Martha pada mendiang suami bahwa beliau senang dengan panggilan seperti itu. Menurut Bu Martha, panggilan ayah dan ibu terdengar sangat merdu.
"Apa, Jo buat Ryan aja, Bang," lanjut Ryan ketika sang abang tidak merespon dan raut wajahnya masih terlihat kesal.
"Ya, udah, Dik. Ambil aja! Abang enggak peduli!" balas Andreas, ketus.
"Yang benar, Bang? Ntar nyesel, loh. Susah tau, Bang, dapetin cewek kayak dia. Kalau kata Ryan, sih, dia itu paket komplit. Baik, cantik, kelihatannya cerdas, dari keluarga kaya, lagi." Ryan menatap sang abang seraya memainkan kedua alisnya, menggoda Andreas.
"Sejak kapan kamu matre, Dik? Enggak baik, tau, lihat orang dari segi materi!" Andreas melepas kacamata lalu menyorot tajam sang adik.
"Ryan bukannya matre, Bang Andre. Ryan 'kan cuma mengatakan nilai plus-nya dia aja!" sanggah Ryan.
"Ayolah, Bang. Jauh di lubuk hati Abang, Bang Andre pasti mengakui kalau Joana itu gadis yang menarik, 'kan?" desak Ryan dan dengan tegas Andreas menggeleng.
š¹š¹š¹
bersambung ...
Sejenak keheningan tercipta di kamar Andreas. Pria tampan itu mengenakan kacamata lalu kembali fokus dengan layar ponselnya. Sementara Ryan meneliti wajah sang abang seolah mencari kebenaran dari perasaan abangnya terhadap Joana."Bang Andre mau cari yang kayak gimana, sih?" tanya Ryan, mengurai keheningan."Abang sudah memiliki pekerjaan bagus. Bisa dibilang, sudah mapan, lah. Usia juga sudah pantas untuk menikah. Apa, karena Abang masih memiliki tanggungan untuk membiayai kuliah Ryan dan juga membiayai kami? Makanya, Abang berusaha untuk menutup diri dari Joana?"Andreas menggeleng. "Bukan karena itu, Dik. Abang juga tidak merasa terbebani sama sekali. Hanya saja, untuk saat ini abang memang belum memikirkan untuk menikah. Apalagi, menikah dengan gadis kecil seperti dia.""Siapa gadis kecil?" Pertanyaan Joana yang tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar Andreas, mengalihkan perhatian abang dan adik tersebut."Kamu. Siapa lagi, memang?" balas Andre
Hari begitu cepat berganti dirasakan oleh Andreas. Hal itu dia rasakan karena sebenarnya Andreas memang belum siap untuk menikah. Dia terpaksa harus menikahi Joana karena jebakan dari siswinya yang terkenal centil di sekolah.Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Joana. Bagi gadis belia itu, menunggu hari ini di mana pernikahannya akan dilangsungkan, terasa sangat lama. Tidak sabar rasanya, dia menunggu hari berganti petang dan pernikahan mereka berdua segera dilaksanakan.Sedari pagi, Joana telah memersiapkan diri dengan serangkaian perawatan untuk menyambut malam pertamanya. Malam panjang yang akan dia lewatkan dengan pria pujaan. Seorang guru muda yang menjadi idola di sekolahnya.Kini, Joana sedang dirias oleh mamanya sendiri yang memang pandai merias. Riasan tipis yang membuat Joana semakin terlihat anggun dan sedikit lebih dewasa dari usianya. Gadis belia itu menatap senang melihat hasil riasan sang mama."Bagus banget, Cik. Natural dan elegan," pu
Menyaksikan sang putra bergeming, wanita paruh baya itu lalu menuntun Joana dan Andreas masuk ke dalam gereja. Di sana keluarga besar dan Imam gereja sudah menyambut kedatangan calon mempelai berdua. Seremonial pemberkatan pernikahan pun segera dilangsungkan, sesuai permintaan pihak keluarga. Satu per satu acara berjalan dengan lancar. Setelah pendeta membacakan doa, Andreas lalu membuka veil yang menutupi wajah cantik Joana yang sekarang telah sah menjadi istrinya. Andreas nampak ragu, ketika hendak melakukan wedding kiss. Pria muda itu sejenak memejamkan mata lalu menghela napas panjang. Desakan dari para orang tua melalui sorot mata mereka yang menatap tajam pada Andreas, memaksanya mendekatkan wajah. Joana memejamkan mata ketika Andreas menempelkan bibir dan istri Andreas itu tersenyum dalam hati, seraya berharap banyak. Cukup lama Joana menanti, tetapi tidak ada tindakan apa-apa yang dilakukan oleh Andreas kepadanya. Pemuda itu hanya menempelkan bibir da
Suara petugas hotel yang mengantarkan mereka berdua, mengurai lamunan mesum Joana. Gadis belia itu kemudian merapatkan pejaman matanya."Silakan, Mas. Ini kamar untuk Mas Andre dan Nona Jo, seperti yang telah dipesan oleh Nyonya Anggie." Setelah membuka pintu kamar dengan lebar, seorang wanita cantik berseragam petugas hotel segera mempersilahkan Andreas untuk masuk ke dalam kamar luas tersebut."Saya permisi dulu, Mas Andre. Kalau butuh sesuatu, Mas Andre bisa telepon layanan customer," pamit petugas hotel tersebut, setelah menyimpan acses card ke tempat penyimpanan di samping pintu.Andreas hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Pria itu lalu merebahkan tubuh Joana di atas ranjang empuk yang bertabur mawar merah. Andreas berdiri di samping ranjang sambil geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan takdir hidup yang harus dia jalani sekarang.Pria muda itu lalu melipat kedua tangan di dada. Tatapannya lurus tertuju ke arah Joana. 'Dia masih sanga
Joana cemberut mendengar Andreas memanggilnya bocah. "Jo bukan bocah Bang. Kalau enggak percaya, Jo akan buktikan pada Bang Andre kalau Jo sudah bisa bikin bocah. Ayo, kita mulai!" tantang Joana yang kemudian berdiri.Andreas mendengkus kesal. "Jangan mimpi, Jo!'" Kenapa, sih, bicaranya masih ketus aja," rajuk Joana yang kemudian kembali mendudukkan diri di sofa.Sejenak keheningan tercipta di kamar hotel mewah tersebut. Andreas masih berdiri mematung di tempatnya dengan tatapan yang terlihat kesal ke arah Joana. Sementara gadis belia yang baru saja dinikahi oleh sang guru matematika itu pura-pura tidak melihat ekspresi suaminya."Jo laper, Bang. Kita 'kan, belum makan malam." Suara Joana mengurai keheningan.Wanita belia nan seksi itu berbicara dengan bibir mengerucut, membuat bibir tipisnya yang diwarnai kemerahan nampak menggairahkan. Namun, sepertinya pria bertampang dingin di hadapan, sama sekali tidak tergoda untuk menikmati benda kenyal yan
Joana lalu segera mengejar dan menarik lengan suaminya. Tenaga Joana yang kuat meskipun tangannya kecil dan seperti tidak bertenaga, membuat mereka berdua kini saling berhadapan di ambang pintu kamar. Joana kembali menjalankan misinya dengan mengeluarkan air mata buaya."Maafkan Jo, Bang. Jo bingung, bagaimana cara mendapatkan perhatian dari Bang Andre?"Andreas menghela napas panjang. "Dari awal, aku sudah mengatakan kepadamu, Jo, kalau aku tidak menyukaimu!" tegasnya.Joana mengangguk, mengerti. "Jo tahu itu, Bang. Tapi, tidak ada salahnya 'kan, kalau Jo berjuang?" Joana menatap sang suami penuh harap dan dengan netra yang masih berkaca-kaca."Silakan, tapi jangan pernah menyesal jika ternyata perjuangan kamu akan sia-sia dan kamu hanya membuang-buang waktu saja!""Terima kasih, Bang. Jo tidak akan pernah menyesal. Kalaupun gagal, setidaknya Jo sudah berusaha dengan maksimal." Joana kembali tersenyum ceria, seolah tidak pernah terjadi apa-apa seb
Andreas yang hendak langsung merebahkan tubuh, mengurungkan niat lalu mengambil selimut dan bermaksud menutupi tubuh Joana. Ketika kembali ke sofa, Andreas mencoba membangunkan gadis belia yang kini sudah sah menjadi istrinya. Namun, wanita belia itu bergeming dan sama sekali tidak meresponnya. Andreas lalu menepuk pelan lengan Joana yang terbuka."Astaga. Dingin sekali kulit Joana," gumam Andreas ketika telapak tangannya menyentuh kulit Joana. Pria muda itu terlihat mulai khawatir. Bagaimana tidak khawatir? Dia saja yang mengenakan pakaian lengkap kedinginan, apalagi istrinya itu mengenakan gaun terbuka?Dia amati wajah wanita belia itu yang ternyata sangat pucat. Andreas lalu memegang tangan Joana dan memastikan denyut nadinya, lemah. Hal itu membuat Andreas menjadi semakin panik.Dia mencoba menepuk pelan pipi Joana, tetapi wanita yang hanya mengenakan gaun tipis itu tidak memberikan respon. "Jangan-jangan, dia pingsan?" Pikiran buruk mulai menyelimuti hati A
Andreas hanya berdecak dan kemudian segera menuju sofa tanpa kata. Melihat jam masih menunjukkan pukul empat dini hari, Andreas bermaksud melanjutkan tidurnya. Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara dengkuran halus yang menandakan bahwa pria muda itu telah kembali terlelap ke alam mimpinya.Di atas ranjang, Joana masih senyum-senyum tidak jelas. Masih dapat dia rasakan kehangatan tubuh kekar Andreas yang tadi memeluknya erat. Beruntung dia sudah terbangun cukup lama dan dapat menikmati kehangatan tubuh Andreas."Andai dia sedikit saja memiliki perasaan terhadapku, aku yakin dia pasti tergoda untuk melakukan lebih padaku," gumam Joana sambil membuka selimut dan melihat tubuhnya yang polos tanpa busana."Dasar, laki-laki aneh! Yang gurih dan halal sudah di depan mata, malah dianggurin!" gerutu Joana yang kemudian kembali menarik selimut dan merebahkan diri dengan benar. Dia pun ingin melanjutkan tidurnya karena tidak mau terjaga sendirian.Andreas terb
Wanita bertubuh kurus yang ada di dalam mobil taksi itu terus mengamati rumah Andreas. Dia nampak menimbang-nimbang. Entah apa yang dipikirkan."Maaf, Bu. Sampai kapan kita akan tetap di sini?" tanya sopir taksi tersebut, mengurai lamunan penumpangnya."Iya, tunggu sebentar, ya, Pak."Setelah berkata demikian pada sopir taksi, wanita tinggi semampai itu segera turun lalu berjalan perlahan memasuki gerbang kediaman Andreas yang memang tidak ditutup karena ada beberapa saudara Joana yang belum datang. Tanpa ragu, dia terus melangkah perlahan lalu menaiki teras rumah yang cukup tinggi dengan sangat hati-hati. Seolah, dia takut jika kaki jenjangnya akan tersandung, dan bisa menyebabkan tubuh ringkih itu terjatuh."Permisi." Terdengar sopan, wanita itu menyapa penghuni rumah.Tak perlu menunggu lama, sosok Andreas segera muncul lalu menghampiri tamunya. Andreas mengerutkan dahi kala m
Andreas kini dapat bernapas dengan lega, setelah sang istri tersadar. Tak henti, pria tampan itu mengecupi wajah istrinya yang sudah berangsur cerah dan tak sepucat tadi. Joana bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan, setelah dipastikan bahwa kondisinya sudah membaik.Di ruang perawatan pun, Andreas tak mau jauh-jauh dari sang istri tercinta. Dia bahkan tadi hanya menggendong anak-anaknya sebentar karena setelah itu, kedua bayi mungil itu sudah menjadi rebutan. Saat ini, bayi laki-laki berada di pangkuan Mama Anggie, sementara bayi perempuan berada di pangkuan Bibi Liana.Ya, Bibi Liana sebenarnya menginginkan cucu perempuan karena dia hanya memiliki anak laki-laki. Namun sayang, anak yang dilahirkan sang menantu, Melanie, malah laki-laki. Meski begitu, istri Pak Bernardus itu tetap menyayangi sang cucu."Kakak Ipar. Ryan belum kebagian gendong keponakan, nih. Bikin lagi, ya. Satu aja," pinta Ryan yang tiba-tiba
Andreas yang ikut menemani sang istri di dalam ruang persalinan, sebenarnya sangat tegang. Namun, pria itu mencoba untuk menutupi ketegangannya dengan menciumi puncak kepala Joana. Andreas terus memberikan semangat kepada istrinya."Kamu pasti bisa, Yang. Kamu wanita yang hebat. Aku mencintaimu, Yang," bisik Andreas, terus menerus. Memberikan kebahagiaan semangat, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang terdalam.Di tengah rasa sakit yang mendera, Joana mencoba untuk tersenyum. Meski wanita cantik itu tak dapat berkata-kata, tetapi melalui tatapan matanya, Joana mengungkapkan rasa syukur karena memiliki suami seperti Andreas. Dia eratkan genggaman tangan, kala kontraksi kembali datang.Ya, Joana memilih proses persalinan normal untuk melahirkan kedua bayinya. Dokter yang menangani Joana jauh-jauh hari pun setuju karena baik kondisi ibu maupun kedua janin, sama-sama sehat. Meski awalnya Andreas menyarankan untuk operasi cesar saja karena pria itu tak sanggup melihat sang istri kesakit
Joana benar-benar ikut pulang dengan kedua orang tua, beserta kakaknya, Sandy. Segala bujuk rayu Andreas, tak dia hiraukan karena wanita hamil itu ingin selalu berdekatan dengan sang mama. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bandara, Joana terus bergelayut manja dengan mamanya dan mengabaikan sang suami yang ikut mengantar.Andreas sengaja ikut mengantar ke bandara karena berharap, sang istri akan berubah pikiran. Suami Joana itu masih berharap, sang istri mengurungkan niatnya. Sebab, Andreas tidak dapat membayangkan bagaimana hari-harinya nanti tanpa sang istri."Abang kalau kangen 'kan, bisa nyusul Jo ke sana," jawab Joana dengan santai ketika sang suami masih berusaha membujuknya."Yaelah, Jo. Kamu pikir, Jakarta Bandung. Bisa nyusul sewaktu-waktu." Ricky yang juga ikut mengantar ke bandara, menyahut."Demi cinta, pasti jarak bukan halangan. Benar begitu 'kan, Bang?" Joana m
Semua orang dibuat panik karena Joana yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba ambruk, dan tak sadarkan diri. Andreas langsung membopong tubuh ramping istrinya dan membawanya berlari menuju mobil. Sandi yang baru saja datang, berteriak menyuruh sang adik ipar agar membawa Joana ke mobilnya.Sandi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sang mama yang duduk di samping kemudi, sampai harus mengingatkan sang putra sulung agar berhati-hati. Sementara di bangku belakang, Andreas yang memangku kepala sang istri, nampak sangat khawatir."Bangun, dong, Sayang. Kamu kenapa, sih?" Andreas menepuk lembut pipi Joana yang matanya terus terpejam.Sementara di belakang mobil Sandy, nampak tiga mobil lain mengiringi. Mobil yang dikendarai papanya Joana, berada tepat di belakang mobil Sandy. Diikuti mobil Ricky dan terakhir mobil Ryan.Tak berapa lama, iring-iringan mobil itu memasuki kawasan rumah sakit. Setelah berh
Belum juga ada tanda-tanda kehamilan meski sudah lebih dari satu bulan Joana dan Andreas pulang dari berbulan madu ke negara matahari terbit kala itu, membuat Joana kembali murung. Wanita cantik itu bahkan tak bersemangat, menyambut wisudanya minggu depan. Joana akhir-akhir ini juga sering mengurung diri di dalam kamar.Tentu saja sikap istrinya tersebut membuat Andreas khawatir. Pria muda itu dibuat bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal, dia sudah seringkali mengatakan pada sang istri bahwa tidak kunjung hamilnya Joana, tak masalah bagi Andreas."Sudah, dong, Yang. Jangan begini terus!" Andreas mencoba membujuk sang istri. "Kita makan malam di luar, yuk. Sekalian nonton film," lanjutnya menawarkan karena ingin membuat mood sang istri kembali membaik.Joana menggeleng. "Jo lagi enggak pengin ke mana-mana, Bang."Andreas menghela napas panjang. "Yang. Jangan terlalu dipikirkan
Joana benar-benar merasa kesepian kini karena sang sahabat sudah memiliki kehidupan baru sekarang. Melanie juga mulai disibukkan dengan mengikuti kursus parenting, di sela-sela dia bekerja, dan rencananya Melanie juga akan mengikuti kelas senam untuk ibu hamil karena kehamilannya sudah mulai membesar. Praktis, Melanie tak lagi memiliki waktu untuk Joana.Hanya Bu Rifah yang masih setia berkunjung, meski Joana tak lagi memperbantukan istri Om Jun itu di unitnya. Joana memberhentikan Bu Rifah sebagai asisten rumah tangga, sejak mengetahui kehamilan ibunya Dino dan Dini. Joana tak ingin sesuatu terjadi pada kandungan istrinya Om Jun, seperti yang terjadi pada Joana kala itu."Kapan, ya, Bu, Jo bisa hamil lagi?"Wajah Joana terlihat murung, padahal di depannya ada Dina, yang biasanya membuat Joana antusias untuk menggoda gadis kecil yang montok itu. Dina sekarang sudah pandai berjalan dan tingkahnya sungguh menggemaska
Joana dan Andreas tak percaya ketika melihat Ryan menggandeng mesra tangan Dini, menghampiri mereka. Begitu pula dengan Ricky yang sedang menanti sang istri, yang tengah dirias oleh MUA. Mereka semua sampai melongo, menatap ke arah Ryan yang tersenyum lebar, sementara Dini tersipu malu."Bang, Kakak Ipar. Ini kekasihku, calon istriku. Ryan akan menikahinya, begitu dia lulus nanti," kata Ryan, sambil menggenggam erat tangan kekasih belianya. Ryan dapat merasakan tangan Dini yang gemetaran, juga berkeringat."Santai aja, Dek. Mereka pasti setuju, kok. Percayalah pada Abang," bisik Ryan, meyakinkan dan Dini mengangguk.Sebenarnya, Dini tidak mengkhawatirkan hal tersebut. Dia tahu betul, seperti apa Joana, juga Andreas. Mereka tidak akan mempermasalahkan status sosial seseorang yang dekat dengan salah satu anggota keluarganya. Terbukti, Joana sendiri menikah dengan Andreas. Hari ini, Ricky juga menikahi Melanie y
Ricky dan Melanie memberanikan diri untuk berterus terang kepada orang tua mereka berdua. Tentu saja para orang tua itu murka, meski mereka juga sudah mengetahui sejauh apa hubungan anak-anaknya itu. Pihak orang tua pun akhirnya menyetujui pernikahan Ricky dan Melanie dan mereka juga mempersiapkannya dengan sangat cepat karena tak ingin orang-orang di luar sana tahu kecelakaan yang telah terjadi.Semua orang dibuat sibuk, termasuk Joana, dan Andreas. Joana sempat terkejut mendengar kabar kehamilan sang sahabat. Dia menjadi sedih karena justru Melanie yang notabene belum menginginkan hadirnya anak, justru diberikan amanah untuk mengandung benih Ricky. Sementara dirinya yang sudah sangat siap dan menginginkan agar bisa segera hamil, malah tak kunjung diberikan kepercayaan pasca keguguran tiga tahun silam.Joana pun membantu persiapan pernikahan sang sepupu dan sahabatnya itu dengan raut wajah yang dipenuhi mendung kelabu. Dia terus