Azriya menghentikan laju mobil saat sampai di depan gerbang Mansion Robertson. Wanita itu turun dan berlari menuju penjaga yang juga terkejut melihatnya."Bawa mobil ini pergi dari sini! Pokoknya kalian harus membawanya ke tempat jauh, terserah mau ke mana!""Ba-Baik, Nyonya," sahut pengawal itu dengan gugup."Buka pagarnya! Aku mau masuk!" Pagar megah itu dibuka oleh dua orang penjaga dan Azriya langsung masuk setelahnya. Wanita cantik itu terus meneteskan air mata bahagia saat berhasil kabur, tetapi ini belum berakhir, ia yakin pasti Xavier akan mencarinya.Azriya langsung menelepon nomor Gavriel menggunakan telepon rumah. Wanita itu menanti dengan sabar sampai akhirnya sambungan telepon terhubung."Halo," sapa Gavriel di seberang telepon."Gav! Ini aku ... Azriya. Aku di Mansion Robertson sekarang!" pekiknya diselingi dengan isak tangis."Az-Azriya?"Wanita cantik itu mengangguk meskipun tahu Gavriel tidak dapat melihatnya. Bibirnya tidak mampu mengeluarkan suara, hanya ada isakan
"A-apa maksudmu, Steve?"Steve langsung memalingkan wajahnya kepada Xavier, dari sorot matanya sudah terlihat jelas kalau pria itu menahan amarah."Kau pasti masih ingat aku pernah menceritakan tentang Matthew Robertson, orang yang membantu perusahaanku di saat terpuruk dulu."Xavier tampak menimbang-nimbang, tetapi sejurus kemudian ia mengangguk. "Aku ingat," jawabnya dengan suara lirih."Dia mati ditangan Gavriel, padahal saat itu aku dan Matthew ingin merayakan ulang tahunnya yang ke tiga puluh lima tahun. Aku sakit hati Matthew dibunuh dengan sadis di apartemennya sendiri, Xav," jelasnya panjang lebar."Baiklah. Kalau begitu, kapan kita akan bergerak?" tanya Xavier yang membuat Steve menyunggingkan senyuman miring."Besok malam. Hari ini aku akan mengumpulkan pasukan dan membagi tugas."Xavier mangut-mangut, pria itu langsung bangkit dari sofa. Kemudian ia mengeluarkan beberapa kartu dari kantongnya, sekitar ada lima kartu yang lantas ia serahkan kepada Steve."Gunakan untuk keper
Gavriel baru saja membelokkan mobilnya memasuki gerbang Mansion Robertson, ia meninggalkan mansionnya sendiri setelah beberapa saat lalu menghimbau pengawalnya untuk bersiap kalau saja ada penyerangan dadakan dari musuh.Meskipun Gavriel yakin Steve tidak akan menyerang di saat hari masih terang, tetapi tetap saja harus mempersiapkan pengawalnya, dan Zhask lah yang mengemban tanggung jawab itu.Pria itu bukannya lepas tanggung jawab, tetapi ia mempunyai kewajiban untuk mengamankan anak dan istrinya terlebih dahulu. Baru nanti malam ia akan kembali lagi ke Mansion Erlando."Kalian langsung masuk saja ke dalam dan temui Mommy, Daddy harus menelepon Uncle Zhask dulu.""Baik, Dad," sahut ketiga bocah itu dengan kompak, setelahnya mereka langsung keluar mobil dan berjalan beriringan memasuki mansion.Di dalam mobilnya, Gavriel langsung mengambil ponsel dan menyambungkan panggilan dengan nomor Zhask. Hingga tidak seberapa lama kemudian sambungan telepon itu terhubung."Halo, Tuan." Terdenga
DOR!DOR!Gavriel tidak memberikan kesempatan Xavier untuk membela diri, ia paling malas dengan orang yang membuat masalah dan ingin orang itu segera selesai. Dua timah panas mendarat sempurna di kepala Xavier, meskipun ini bukan balasan yang setimpal karena pria itu sudah menculik istrinya, tetapi setidaknya Gavriel lega sudah mencabut nyawanya.Gavriel memutari mobil dan membuka pintu di sisi sebelah, ia menarik tubuh tanpa nyawa Xavier untuk keluar. Ia sama sekali tidak memperdulikan tangannya yang bersimbah darah."Berhenti kalian semua!" teriaknya.Para pengawal yang sedang bertarung langsung menghentikan aksi mereka, saat itu juga semua mata membelalak lebar tatkala mendapati Gavriel mencengkram baju bagian belakang Xavier yang sudah penuh dengan darah."Pertarungan malam ini sudah selesai bahkan saat waktu belum berjalan sepuluh menit. Kalian lihat?! Tuan kalian sudah mati di tanganku!"Para pengawal itu masih tidak bergeming, tetapi satu persatu dari anak buah Steve mulai menu
Gavriel sampai di Mansion Robertson dan langsung disambut oleh istrinya, pria itu mengecup kening Azriya dan lantas mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu."Anak-anak nggak bangun 'kan?" "Tidak, Gav. Tadi Adolf sempat susah tidur, firasatku dia mikirin kamu meskipun anak itu tidak bilang apa-apa.""Oh, iya?" Azriya mengangguk. "Aku sempat bertanya, tapi dia tidak mau berbagi. Ya sudah, aku juga tidak memaksanya berbicara.""Besok saja mungkin dia mau bicara, Baby.""Yeah, semoga saja. Aku sebenarnya ingin menjadi teman bicara untuk Adolf, aku takut dia memendam semuanya sendirian, Gav. Mau bagaimanapun kalau kita berbagi, semuanya akan terasa ringan. Tapi aku juga memahami kalau Adolf berbeda dengan Austin yang periang, dia seperti Kartika yang tidak suka membagi kesedihannya. Anak itu selalu memikirkan jalan keluarnya sendiri, tanpa mau merepotkan orang lain."Gavriel mengangguk, pria itu setuju dengan ucapan istrinya. Setiap anak mempunyai karakter dan sifatnya masing-masing, tida
Gavriel berjalan menuju ruang Dokter bersama Azriya, sedangkan ketiga anaknya asyik bermain bersama Lauren."Silakan duduk, Pak Gavriel. Sudah lama Anda tidak berkunjung ke sini," sapa Dokter Sam — pria paruh baya yang selama ini menangani Lauren."Ah, iya, Dokter. Akhir-akhir ini banyak sekali masalah, terutama perusahaan saya. Apa saya sudah melewatkan banyak hal tentang Mommy?"Dokter Sam mengulas senyum di wajah keriputnya. "Bukan masalah serius sebenarnya, Pak. Ibu Lauren mengonsumsi banyak obat-obatan setelah kejadian terkahir Anda ke mari itu. Sebenarnya kami terpaksa memberi banyak obat, karena Ibu Lauren diam-diam melukai dirinya sendiri sehingga kami memutuskan menggunakan obat dengan dosis yang lebih tinggi," ujar Dokter tersebut."Mommy melukai dirinya?" tanya Gavriel."Benar, Tuan. Ibu Lauren memang tidak mengamuk, beliau hanya diam seharian dan kadang-kadang menggumamkan nama Silvana, seperti yang saya infokan beberapa minggu lalu melalui telepon. Namun, dibalik itu Ibu
Gavriel membelokkan mobilnya memasuki gerbang Mansion Robertson tepat saat jam makan siang, ia belum menghuni Mansion Erlando karena memang sengaja ingin mengosongkan mansion itu terlebih dahulu."Mobil siapa itu?" tanya Azriya saat melihat sebuah mobil terparkir di halaman mansion."Sepertinya punya Zhask, Baby."Wanita cantik itu menganggukkan kepala. Setelah mobil terparkir, mereka semua turun dan langsung berjalan memasuki mansion. "Anak-anak, kalian masuk ke dalam dulu, ya. Mom sama Dad mau menemui Uncle Zhask dulu," ujar Azriya dengan suara lembutnya."Iya, Mom," sahut Austin yang lantas diangguki oleh kedua saudaranya.Azriya menatap punggung ketiga bocah itu yang sudah berjalan masuk, sementara ia dan Gavriel langsung menuju ruang tamu untuk menemui Zhask. Sampai di sana pasangan itu mendapati Zhask tidak sendirian, melainkan bersama Naina."Sudah lama, Zhask?" sapa Gavriel yang lantas membuat pria muda itu bangun dari duduknya.Keduanya berjabat tangan, begitu pula dengan A
Pagi ini Azriya sibuk membuat bubur ayam, bahkan wanita cantik itu terus berkutat di dapur sejak jam empat pagi. "Belum selesai, Baby?"Azriya mengangkat kepala dan pandangannya langsung tertuju pada Gavriel, bibirnya mengulas senyum saat sang suami melabuhkan kecupan basah pada ceruk lehernya."Tinggal menatanya saja, Gav.""Kenapa tidak minta tolong maid?" Pria itu melingkarkan tangannya di perut sang istri, sembari telapak tangannya mengelus lembut perut buncit itu."Tidak, aku mau mengerjakan semuanya sendiri. Pokoknya aku mau menyiapkan makanan yang sangat spesial untuk Mommy."Gavriel terkekeh mendengarnya, ia meletakkan dagu di bahu Azriya, dengan begini ia bisa menghirup dalam-dalam aroma harum khas tubuh istrinya."Terima kasih, ya, karena kamu sudah baik sama Mommy. Tapi sayang sekali aku nanti tidak bisa mengantar kalian.""Tidak masalah, Gav. Aku dan anak-anak bisa pergi dengan supir, nanti saat jam makan siang mungkin kami sudah sampai mansion, kok.""Benarkah?"Wanita c
Azriya membawa tubuh Aurell masuk ke dalam pelukannya, wanita cantik itu mengusap lembut rambut hitam putri kecilnya. Pedih.Yeah! Aurell hanya gadis kecil yang sudah kehilangan orang tuanya dan sekarang harus kehilangan sang Grandma, ditambah ia baru tahu fakta ini."Kenapa Grandma menyiapkan ini semua untukku, Mom? Aku tidak mau. Apa itu semua bisa ditukar agar Grandma bisa kembali lagi?" tanyanya di sela-sela isak tangis."Grandma menyerahkan itu kepada kamu, karena Grandma percaya kamu bisa menjaganya, Nak. Jangan berpikir seperti itu, ya. Nanti Grandma sedih. Aurell tidak mau 'kan Grandma sedih di sana?" Gadis cantik itu menggelengkan kepala, meskipun hatinya masih perih dengan kejadian ini, tetapi ia harus kuat demi Grandma nya. Azriya menyugar pelukan, menghapus titik air mata yang masih mengalir deras dari pelupuk netra Aurell. Sementara Gavriel sudah memalingkan pandangan, tidak kuasa melihat pemandangan haru ini."Sekarang kamu buka kotak ini. Setelah ini kotak dan isinya
"Tuan, Nyonya," sapa Ghina seraya membungkukkan badan.Wanita paruh baya dengan setelah serba hitam itu mengulas senyum tipis, di tangannya memegangi goodie bag berwarna hitam yang entah berisi apa."Kamu ... datang sendirian?" tanya Azriya."Iya, Nyonya. Tadi saya naik taksi ke sini," sahut Ghina dengan kepala yang masih menunduk."Ayo masuk saja." Ajak Gavriel yang melangkah lebih dulu ke dalam Mansion.Pria itu mendudukkan dirinya di atas sofa diikuti oleh Azriya, sementara ketiga anak itu langsung menuju kamar masing-masing tanpa harus diperintah lagi."Silakan duduk Ghina, tidak usah sungkan. Kamu di sini adalah tamu," ucap Azriya yang lantas diangguki oleh Ghina.Wanita itu duduk dengan kikuk, goodie bag ia letakkan di atas sofa kemudian kedua tangannya ditumpuk di atas paha."Kedatangan saya malam ini karena mendengar kabar Nyonya Lauren meninggal, saya mengucapkan berduka cita yang sedalam-dalamnya." Ghina menjeda ucapannya barang sesaat. "Saya juga ingin mengembalikan barang
"Baby, kamu masih lama?" suara bariton itu sontak membuat Azriya tersentak."Gav, aku menemukan ini," ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Gavriel barusan."Apa itu?" Pria itu melangkah masuk ke dalam kamar, meraih sebuah buku kecil yang ditunjukkan istrinya."Apa ini, Baby?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan."Aku tidak tahu, sepertinya itu buku diary Mom. Yeah, meskipun awalnya aku tidak percaya Mom masih menulis di diary, tetapi setelah aku membaca lembar pertama, aku yakin kalau buku itu memang buku diary," jelas Azriya yang membuat Gavriel mengernyit bingung.Selama hidup ia tidak pernah tahu kalau Mommy-nya menyimpan buku ini, ia semakin terkejut saat melihat sekilas isi lembar buku itu yang kebanyakan berisi isi hati Mommy-nya untuk mendiang sang Kakak — Silvana."Aku menemukannya di tumpukan kain batik, Gav," ucap Azriya yang langsung diangguki oleh Gavriel."Baiklah, kita akan melihat nanti saja. Sekarang kita ke depan, pemuka agama sudah menunggu kainnya." Gavriel memasukka
Gavriel luruh ke lantai saat Azriya melipat kembali surat tersebut. Dadanya sakit, seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya.Gavriel adalah seorang pria, ia sudah membunuh banyak musuh dengan tangannya. Menghadapi segala rintangan dan tantangan dalam hidup. Pahit manis kehidupan dan tipu daya musuh sudah pernah ia rasakan.Namun, kenapa sekarang ia menangis? Kenapa menjadi lemah?Oh, sungguh! Mau sejahat apapun Mommy-nya, Gavriel tetap tidak sanggup kalau harus kehilangan. Lauren adalah seluruh cintanya, baginya posisi wanita paruh baya itu setara dengan posisi Azriya di hatinya."Sayang?" Azriya mengambil posisi jongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan sang suami. "Jangan seperti ini, Mom pasti sedih melihat kamu begini," ucapnya lagi."Memangnya apa yang lebih sedih dari ini? Mom sudah mendapatkan ingatannya tiga bulan lalu, tapi Mom berlagak tidak ingat dan tidak mau bicara denganku. Hanya momen saat di taman tadi yang menjadi kebersamaan manis kita, Baby. Bagaimana
Gavriel ingin tidak percaya, tetapi Dokter sendiri yang mengatakannya. Pria itu akhirnya menuju rumah sakit dengan memacu mobilnya secepat mungkin, hingga tidak seberapa lama kemudian mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran gedung rumah sakit.Ia turun dan lantas berlari memasuki rumah sakit dengan Azriya yang mengekor dari belakang, langkahnya menuju ke kamar rawat Lauren. Sampai di sana ia melihat kamar itu sudah penuh dikerubungi tim medis."Dokter!" pekiknya yang sontak membuat semua orang menoleh. "Kenapa bisa seperti ini? Saya tadi meninggalkan Mom, Mom masih baik-baik saja. Bahkan hari ini Mom mau keluar ke taman, bukankah itu suatu perkembangan bagus? Lalu kenapa sekarang bisa seperti ini?" tanyanya lagi."Pak, tolong dengarkan saya dulu." Dokter paruh baya itu menarik napas dalam, kemudian ia mulai berkata," saat suster mengantarkan makan siang untuk pasien, suster mendapati kalau pasien sedang tidur, Pak. Suster berusaha membangunkan, tetapi pasien sama sekali tidak meres
Hari-hari berlalu, setiap ada kesempatan selalu digunakkan Gavriel untuk mengunjungi Lauren. Pria itu mengajak sang Mommy berbincang, ia juga menceritakan banyak hal. Meskipun tidak ada jawaban dari wanita paruh baya itu, tetapi Gavriel tidak menyerah.Sampai akhirnya hari ini Lauren meminta ditemani berjemur di taman. Gavriel sangat bahagia, ia dengan semangat membantu Mommy-nya untuk turun dari ranjang dan naik kursi roda.Yeah! Terlalu banyak mendapatkan suntikan berefek pada kondisi Lauren yang semakin lemas, bahkan terkadang kakinya mati rasa. "Matahari pagi ini bagus banget, Mom. Udaranya juga segar," ucap Gavriel. "Mommy suka?" Pria itu kembali melontarkan pertanyaan.Lauren hanya mengangguk, bibirnya mengulas senyum memandang langit biru. Meskipun ia hanya menyebut nama Silvana dan Kartika, tetapi Lauren sama sekali tidak membenci Gavriel. Wanita paruh baya itu juga menurut saat beberapa kali Azriya menyuapinya.Ah, entahlah. Lauren tidak membenci, atau ingatannya belum puli
Gavriel memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan raya dengan perasaan was-was dan pandangan mata ke mana-mana seakan bingung."Tenang, Sayang. Semua akan baik-baik saja," ucap Azriya seraya mengelus lembut lengan suaminya.Pria itu hanya mengangguk, ia tidak menyahut karena terlalu fokus dengan kemudinya. Sementara Austin yang duduk di kursi belakang hanya bisa diam karena takut salah bicara dan membuat Daddy-nya semakin pusing.Setelah menempuh perjalanan tidak terlalu lama, mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran rumah sakit. Gavriel turun dan berlari masuk untuk menemui Dokter, sementara Azriya menggandeng tangan Austin dan berjalan cepat menyusul Gavriel.Azriya mendapati suaminya tengah berbincang serius dengan Dokter, tubuh atletis itu tiba-tiba lemas dan terduduk luruh ke kursi. Azriya segera menghampiri, khawatir dengan wajah suaminya yang sudah memucat."Ada apa, Dok?" tanya Azriya."Ibu Lauren mengingat kenangan masa lalunya, Bu. Setiap hari beliau melihat a
Keesokan harinya.Aurell dan Austin sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, hari ini Adolf juga tinggal di Mansion Erlando selama satu hari, tentunya bersama si cantik Vessia."Di sini menyenangkan, ya. Banyak makanan," celetuk Vessia yang langsung mendapat senggolan dari Clara."Kenapa, Mah?" Vessia menoleh menatap Mamanya, sejurus kemudian gadis kecil itu menunduk saat melihat Mamamya mendelikkan mata.Azriya yang melihat interaksi ibu dan anak itu hanya mampu mengulas senyum. "Tidak apa-apa, Cla. Namanya juga anak kecil, toh kami menyiapkan ini juga untuk anak-anak," ujar wanita itu."Aku malu, Riy. Anakku seperti tidak pernah makan saja, padahal dia juga setiap hari makan jajan saat di rumah," sahut Clara dengan berbisik, supaya Vessia tidak mendengar dan tidak malu.Azriya terkikik geli. "Sudah, biarkan saja. Lebih baik kita ngopi-ngopi cantik, yuk, di halaman belakang."Clara mengangguk antusias, tetapi sebelum beranjak ia menyempatkan diri mengecup lembut pipi gembul putrinya.
Hari-hari berganti minggu, tanpa terasa sudah menginjak bulan dan ini tepat enam bulan pasca kecelakaan nahas itu. Dokter mengatakan hari ini Aurell dan Austin akan menjalani operasi pelepasan pen, tentu saja kabar itu membawa kebahagiaan untuk semua orang.Saat ini semua orang sedang duduk di kursi tunggu yang terletak di depan ruang operasi, ada keluarga Erlando dan keluarga Mahendra di sana. Tiga puluh menit kemudian...Pintu ruang operasi terbuka, Dokter keluar bersama perawat dengan mendorong dua brankar yang masing-masing berisi Aurell dan Austin, mereka dibawa ke ruang pemulihan dan seluruh keluarga turut mengikuti ke sana.•"Bagaimana keadaan anak-anak saya, Dok? Semuanya normal 'kan?" tanya Gavriel, saat ini dirinya sedang berada di dalam ruang Dokter setelah beberapa saat lalu Dokter memanggilnya."Syukurlah operasinya berjalan lancar, juga membawa hasil baik, Pak. Setelah ini Aurell dan Austin cukup menjalani latihan di rumah, dan datang ke rumah sakit untuk kontrol dua b