Pagi ini Azriya sibuk membuat bubur ayam, bahkan wanita cantik itu terus berkutat di dapur sejak jam empat pagi. "Belum selesai, Baby?"Azriya mengangkat kepala dan pandangannya langsung tertuju pada Gavriel, bibirnya mengulas senyum saat sang suami melabuhkan kecupan basah pada ceruk lehernya."Tinggal menatanya saja, Gav.""Kenapa tidak minta tolong maid?" Pria itu melingkarkan tangannya di perut sang istri, sembari telapak tangannya mengelus lembut perut buncit itu."Tidak, aku mau mengerjakan semuanya sendiri. Pokoknya aku mau menyiapkan makanan yang sangat spesial untuk Mommy."Gavriel terkekeh mendengarnya, ia meletakkan dagu di bahu Azriya, dengan begini ia bisa menghirup dalam-dalam aroma harum khas tubuh istrinya."Terima kasih, ya, karena kamu sudah baik sama Mommy. Tapi sayang sekali aku nanti tidak bisa mengantar kalian.""Tidak masalah, Gav. Aku dan anak-anak bisa pergi dengan supir, nanti saat jam makan siang mungkin kami sudah sampai mansion, kok.""Benarkah?"Wanita c
Gavriel menerima telepon dari kepolisian yang mengabarkan kalau mobilnya kecelakaan. Pria itu terhenyak saat menyadari mobil yang dimaksud polisi tadi adalah mobil yang dikendarai istri dan ketiga anaknya.Tanpa membuang-buang waktu, ia langsung pergi meninggalkan kantor dan menuju rumah sakit. Sampai di sana ia langsung menuju ruang ICU untuk melihat kondisi istrinya yang tengah kritis."Azriya pendarahan, Gav. Dokter Kandungan sedang menangani di dalam sana, aku harap kamu bisa tenang," ujar Andreas berusaha menenangkan adik iparnya."Bagaimana aku bisa tenang, Kak? Istriku pendarahan. Lalu keadaan anakku bagaimana?""Apapun yang terjadi, percayalah kalau Dokter akan melakukan yang terbaik. Kamu percaya saja dan doakan agar Azriya bisa melalui semua ini."Gavriel membalik badan dan membawa tangannya menjambak rambut dengan frustasi. Pria itu mendudukkan diri di kursi tunggu saat Andreas beberapa kali melarangnya masuk ruang ICU."Apa janinnya akan selamat, Kak?""Maaf, tapi aku belu
Gavriel meneruskan langkah menuju ruang ICU, ia langsung melihat ke dalam ruangan melalui kaca kecil yang terdapat di pintu ruangan itu. Tampak di dalam sana para tim medis masih sibuk memeriksa keadaan Azriya.Akhirnya pria itu memilih duduk di kursi tunggu, lagi-lagi ia harus pasrah atas apa yang menimpa istrinya meskipun rasanya sangat menyakitkan. Tidak seberapa lama kemudian pintu terbuka dan Dokter keluar dari sana."Dokter!" Gavriel langsung bangkit dan menghampiri sang Dokter. "Bagaimana keadaan istri saya,?" tanyanya.Dokter perempuan itu tidak langsung menyahut, ia tampak berpikir sejenak dan menghela napas beberapa kali. "Mari kita berbicara di ruangan saya saja, Pak, agar lebih nyaman.""Iya, baiklah."Dokter tersebut mempersilakan Gavriel berjalan di sisinya, keduanya berjalan menuju ruangan berukuran sedang yang masih terletak di lantai yang sama. "Silakan duduk, Pak Gavriel.""Terima kasih, Dok."Dokter perempuan bernama Eva itu kembali menarik napas dalam sebelum membu
Setelah Naresh pamit dari rumah sakit, Gavriel juga ikut keluar dari kamar rawat putranya. Pria itu meneruskan langkah menuju kamar Aurell dan Austin.Sampai di sana, ternyata dua anak itu sudah membuka mata. Gavriel lantas menuju ranjang dan mengecup kening keduanya secara bergantian. "Masih terasa nyeri, Nak?""Tidak, Dad. Dokter baru saja menyuntikkan obat pereda nyeri. Tadi saat kami baru bangun memang rasanya nyeri sekali, tapi Kakak Aurell segera memencet tombol dan tidak seberapa lama setelahnya Dokter masuk," sahut Austin.Pria itu mangut-mangut mendengar jawaban putranya, ia mengalihkan pandangan pada kaki kanan Austin yang dibalut perban. Rasa dendam kembali menjalari rongga dada Gavriel, apalagi saat melihat Aurell dan mendapati tangan kiri gadis kecil itu turut di perban. Bukan hanya tangan dan kaki, tetapi bagian tubuh lain juga dibalut perban. Gavriel menarik napas dalam guna memenuhi paru-parunya yang sesak. Rasanya ngilu sekali melihat anak-anaknya seperti ini."Dad
[Don, Beston dan Alex sudah tertangkap, Tuan. Saat ini saya sedang membawa mereka ke markas. Kalau Steve masih dalam pengejaran Tuan Naresh dan Delon.] Sebuah pesan dari Zhask yang sontak mengundang senyuman di bibir Gavriel.Pria itu melangkah keluar ruangan, ia melihat Andreas dan Elana masih duduk di kursi tunggu. Gavriel tadi memang meminta dua Kakak Iparnya itu untuk datang, ia berniat menitipkan Azriya dan ketiga anaknya kepada mereka selama dirinya pergi."Kak, aku akan pergi ke markas. Zhask sudah berhasil menemukan Don, Beston dan Alex," ujarnya yang langsung mendapatkan anggukan dari Andreas."Yeah, pergilah. Biar aku yang akan menjaga Azriya dan keponakan-keponakanku.""Terima kasih, Kak. Maaf kalau harus merepotkan mu," ujar Gavriel dengan perasaan sungkan. Entah ini sudah yang ke berapa kalinya ia harus menitipkan ketiga anaknya kepada Andreas, pikir Gavriel."Tidak masalah, lagi pula kami tidak ada jadwal jaga malam," sahut Andreas."Baiklah, kalau begitu aku pamit dulu,
Gavriel berjalan masuk semakin dalam ke markas itu. Sayup-sayup telinganya mulai mendengar suara cambuk dan erangan terdengar bersahut-sahutan. Ujung bibirnya menyunggingkan seringai senyum mengerikan saat tangannya mulai menekan engsel pintu."Selamat datang, Tuan," sambut Zhask yang sontak menghentikan gerakan para pengawal menyiksa tiga orang itu.Gavriel hanya mengangguk, sorot matanya menghunus lurus pada tiga pria berbadan gempal tanpa busana dan hanya mengenakan celana dalam tersebut. Sangat mudah membedakan ketiganya, dimulai dari Don yang mempunyai potongan rambut paling rapi. Kemudian Beston si kepala plontos, lalu yang terakhir Alex sang pemilik rambut gondrong. Melihat sekali saja Gavriel langsung hafal."Kenapa berhenti? Lanjutkan saja penyiksaannya. Aku suka mendengar rintihan mereka," ucap Gavriel.Zhask langsung meminta para pengawal kembali mencambuk tiga orang itu. Tidak peduli kulit mereka sudah memerah bahkan mengeluarkan darah, para pengawal tetap menghantamkan ca
Gavriel pulang lebih dulu setelah meminta pengawalnya membereskan markas, pria itu langsung menuju rumah sakit untuk melihat kondisi istri dan ketiga anaknya."Sudah selesai?" tanya Andreas saat melihat adik iparnya sudah kembali."Sudah, Kak. Aku sudah membereskan tiga orang penyusup itu."Andreas mangut-mangut. "Kau sudah sarapan?" tanyanya lagi."Belum. Tapi nanti aku akan makan di kantin setelah melihat Azriya dan anak-anak.""Baiklah. Oh, iya, kata Dokter kondisi Adolf sudah membaik. Alat-alatnya akan dilepas dan ia sudah boleh istirahat di rumah."Gavriel mengulas senyum lebar, matanya berbinar senang mendengar kondisi putra bungsunya. "Benar, Kak?""Yeah. Keadaan Adolf yang paling ringan dari semuanya, jadi ia juga paling cepat untuk sembuh. Kau bisa menemuinya di ruangannya sekarang, tadi aku meninggalkannya karena harus piket pagi.""Baik, Kak. Terima kasih banyak karena sudah mau menjaga anak-anakku."Andreas mengangguk, setelahnya ia beranjak pergi meninggalkan Gavriel yang
Gavriel meminta izin kepada Azriya untuk menemui Naresh di gedung apartemen, wanita itu langsung setuju apalagi saat suaminya mengatakan ia akan menyelesaikan urusan dengan Steve."Aku titip istri dan anakku padamu, Zhask. Jaga mereka selama aku pergi menyelesaikan urusan ini, segera laporkan kalau ada apa-apa," titahnya.Beberapa saat lalu ia menelepon Zhask untuk datang ke rumah sakit, beruntung pria itu sedang berada di restoran tidak jauh dari rumah sakit ini."Baik, Tuan.""Aku pergi dulu kalau begitu.""Iya, Tuan. Hati-hati dan selalu jaga keselamatan Anda," ucap Zhask yang langsung diangguki oleh Gavriel.Tanpa berlama-lama lagi, Gavriel langsung memacu mobilnya ke lokasi yang telah dikirimkan oleh Naresh. Dua puluh menit kemudian, mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran gedung apartemen megah di tengah kota.Seorang pengawal meyambutnya, ia memperkenalkan diri sebagai orang suruhan Naresh yang akan mengantarnya naik ke atas. Gavriel menurut, ia mengekor di belakang pengawal
Azriya membawa tubuh Aurell masuk ke dalam pelukannya, wanita cantik itu mengusap lembut rambut hitam putri kecilnya. Pedih.Yeah! Aurell hanya gadis kecil yang sudah kehilangan orang tuanya dan sekarang harus kehilangan sang Grandma, ditambah ia baru tahu fakta ini."Kenapa Grandma menyiapkan ini semua untukku, Mom? Aku tidak mau. Apa itu semua bisa ditukar agar Grandma bisa kembali lagi?" tanyanya di sela-sela isak tangis."Grandma menyerahkan itu kepada kamu, karena Grandma percaya kamu bisa menjaganya, Nak. Jangan berpikir seperti itu, ya. Nanti Grandma sedih. Aurell tidak mau 'kan Grandma sedih di sana?" Gadis cantik itu menggelengkan kepala, meskipun hatinya masih perih dengan kejadian ini, tetapi ia harus kuat demi Grandma nya. Azriya menyugar pelukan, menghapus titik air mata yang masih mengalir deras dari pelupuk netra Aurell. Sementara Gavriel sudah memalingkan pandangan, tidak kuasa melihat pemandangan haru ini."Sekarang kamu buka kotak ini. Setelah ini kotak dan isinya
"Tuan, Nyonya," sapa Ghina seraya membungkukkan badan.Wanita paruh baya dengan setelah serba hitam itu mengulas senyum tipis, di tangannya memegangi goodie bag berwarna hitam yang entah berisi apa."Kamu ... datang sendirian?" tanya Azriya."Iya, Nyonya. Tadi saya naik taksi ke sini," sahut Ghina dengan kepala yang masih menunduk."Ayo masuk saja." Ajak Gavriel yang melangkah lebih dulu ke dalam Mansion.Pria itu mendudukkan dirinya di atas sofa diikuti oleh Azriya, sementara ketiga anak itu langsung menuju kamar masing-masing tanpa harus diperintah lagi."Silakan duduk Ghina, tidak usah sungkan. Kamu di sini adalah tamu," ucap Azriya yang lantas diangguki oleh Ghina.Wanita itu duduk dengan kikuk, goodie bag ia letakkan di atas sofa kemudian kedua tangannya ditumpuk di atas paha."Kedatangan saya malam ini karena mendengar kabar Nyonya Lauren meninggal, saya mengucapkan berduka cita yang sedalam-dalamnya." Ghina menjeda ucapannya barang sesaat. "Saya juga ingin mengembalikan barang
"Baby, kamu masih lama?" suara bariton itu sontak membuat Azriya tersentak."Gav, aku menemukan ini," ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Gavriel barusan."Apa itu?" Pria itu melangkah masuk ke dalam kamar, meraih sebuah buku kecil yang ditunjukkan istrinya."Apa ini, Baby?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan."Aku tidak tahu, sepertinya itu buku diary Mom. Yeah, meskipun awalnya aku tidak percaya Mom masih menulis di diary, tetapi setelah aku membaca lembar pertama, aku yakin kalau buku itu memang buku diary," jelas Azriya yang membuat Gavriel mengernyit bingung.Selama hidup ia tidak pernah tahu kalau Mommy-nya menyimpan buku ini, ia semakin terkejut saat melihat sekilas isi lembar buku itu yang kebanyakan berisi isi hati Mommy-nya untuk mendiang sang Kakak — Silvana."Aku menemukannya di tumpukan kain batik, Gav," ucap Azriya yang langsung diangguki oleh Gavriel."Baiklah, kita akan melihat nanti saja. Sekarang kita ke depan, pemuka agama sudah menunggu kainnya." Gavriel memasukka
Gavriel luruh ke lantai saat Azriya melipat kembali surat tersebut. Dadanya sakit, seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya.Gavriel adalah seorang pria, ia sudah membunuh banyak musuh dengan tangannya. Menghadapi segala rintangan dan tantangan dalam hidup. Pahit manis kehidupan dan tipu daya musuh sudah pernah ia rasakan.Namun, kenapa sekarang ia menangis? Kenapa menjadi lemah?Oh, sungguh! Mau sejahat apapun Mommy-nya, Gavriel tetap tidak sanggup kalau harus kehilangan. Lauren adalah seluruh cintanya, baginya posisi wanita paruh baya itu setara dengan posisi Azriya di hatinya."Sayang?" Azriya mengambil posisi jongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan sang suami. "Jangan seperti ini, Mom pasti sedih melihat kamu begini," ucapnya lagi."Memangnya apa yang lebih sedih dari ini? Mom sudah mendapatkan ingatannya tiga bulan lalu, tapi Mom berlagak tidak ingat dan tidak mau bicara denganku. Hanya momen saat di taman tadi yang menjadi kebersamaan manis kita, Baby. Bagaimana
Gavriel ingin tidak percaya, tetapi Dokter sendiri yang mengatakannya. Pria itu akhirnya menuju rumah sakit dengan memacu mobilnya secepat mungkin, hingga tidak seberapa lama kemudian mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran gedung rumah sakit.Ia turun dan lantas berlari memasuki rumah sakit dengan Azriya yang mengekor dari belakang, langkahnya menuju ke kamar rawat Lauren. Sampai di sana ia melihat kamar itu sudah penuh dikerubungi tim medis."Dokter!" pekiknya yang sontak membuat semua orang menoleh. "Kenapa bisa seperti ini? Saya tadi meninggalkan Mom, Mom masih baik-baik saja. Bahkan hari ini Mom mau keluar ke taman, bukankah itu suatu perkembangan bagus? Lalu kenapa sekarang bisa seperti ini?" tanyanya lagi."Pak, tolong dengarkan saya dulu." Dokter paruh baya itu menarik napas dalam, kemudian ia mulai berkata," saat suster mengantarkan makan siang untuk pasien, suster mendapati kalau pasien sedang tidur, Pak. Suster berusaha membangunkan, tetapi pasien sama sekali tidak meres
Hari-hari berlalu, setiap ada kesempatan selalu digunakkan Gavriel untuk mengunjungi Lauren. Pria itu mengajak sang Mommy berbincang, ia juga menceritakan banyak hal. Meskipun tidak ada jawaban dari wanita paruh baya itu, tetapi Gavriel tidak menyerah.Sampai akhirnya hari ini Lauren meminta ditemani berjemur di taman. Gavriel sangat bahagia, ia dengan semangat membantu Mommy-nya untuk turun dari ranjang dan naik kursi roda.Yeah! Terlalu banyak mendapatkan suntikan berefek pada kondisi Lauren yang semakin lemas, bahkan terkadang kakinya mati rasa. "Matahari pagi ini bagus banget, Mom. Udaranya juga segar," ucap Gavriel. "Mommy suka?" Pria itu kembali melontarkan pertanyaan.Lauren hanya mengangguk, bibirnya mengulas senyum memandang langit biru. Meskipun ia hanya menyebut nama Silvana dan Kartika, tetapi Lauren sama sekali tidak membenci Gavriel. Wanita paruh baya itu juga menurut saat beberapa kali Azriya menyuapinya.Ah, entahlah. Lauren tidak membenci, atau ingatannya belum puli
Gavriel memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan raya dengan perasaan was-was dan pandangan mata ke mana-mana seakan bingung."Tenang, Sayang. Semua akan baik-baik saja," ucap Azriya seraya mengelus lembut lengan suaminya.Pria itu hanya mengangguk, ia tidak menyahut karena terlalu fokus dengan kemudinya. Sementara Austin yang duduk di kursi belakang hanya bisa diam karena takut salah bicara dan membuat Daddy-nya semakin pusing.Setelah menempuh perjalanan tidak terlalu lama, mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran rumah sakit. Gavriel turun dan berlari masuk untuk menemui Dokter, sementara Azriya menggandeng tangan Austin dan berjalan cepat menyusul Gavriel.Azriya mendapati suaminya tengah berbincang serius dengan Dokter, tubuh atletis itu tiba-tiba lemas dan terduduk luruh ke kursi. Azriya segera menghampiri, khawatir dengan wajah suaminya yang sudah memucat."Ada apa, Dok?" tanya Azriya."Ibu Lauren mengingat kenangan masa lalunya, Bu. Setiap hari beliau melihat a
Keesokan harinya.Aurell dan Austin sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, hari ini Adolf juga tinggal di Mansion Erlando selama satu hari, tentunya bersama si cantik Vessia."Di sini menyenangkan, ya. Banyak makanan," celetuk Vessia yang langsung mendapat senggolan dari Clara."Kenapa, Mah?" Vessia menoleh menatap Mamanya, sejurus kemudian gadis kecil itu menunduk saat melihat Mamamya mendelikkan mata.Azriya yang melihat interaksi ibu dan anak itu hanya mampu mengulas senyum. "Tidak apa-apa, Cla. Namanya juga anak kecil, toh kami menyiapkan ini juga untuk anak-anak," ujar wanita itu."Aku malu, Riy. Anakku seperti tidak pernah makan saja, padahal dia juga setiap hari makan jajan saat di rumah," sahut Clara dengan berbisik, supaya Vessia tidak mendengar dan tidak malu.Azriya terkikik geli. "Sudah, biarkan saja. Lebih baik kita ngopi-ngopi cantik, yuk, di halaman belakang."Clara mengangguk antusias, tetapi sebelum beranjak ia menyempatkan diri mengecup lembut pipi gembul putrinya.
Hari-hari berganti minggu, tanpa terasa sudah menginjak bulan dan ini tepat enam bulan pasca kecelakaan nahas itu. Dokter mengatakan hari ini Aurell dan Austin akan menjalani operasi pelepasan pen, tentu saja kabar itu membawa kebahagiaan untuk semua orang.Saat ini semua orang sedang duduk di kursi tunggu yang terletak di depan ruang operasi, ada keluarga Erlando dan keluarga Mahendra di sana. Tiga puluh menit kemudian...Pintu ruang operasi terbuka, Dokter keluar bersama perawat dengan mendorong dua brankar yang masing-masing berisi Aurell dan Austin, mereka dibawa ke ruang pemulihan dan seluruh keluarga turut mengikuti ke sana.•"Bagaimana keadaan anak-anak saya, Dok? Semuanya normal 'kan?" tanya Gavriel, saat ini dirinya sedang berada di dalam ruang Dokter setelah beberapa saat lalu Dokter memanggilnya."Syukurlah operasinya berjalan lancar, juga membawa hasil baik, Pak. Setelah ini Aurell dan Austin cukup menjalani latihan di rumah, dan datang ke rumah sakit untuk kontrol dua b