Siang ini Austin dan Adolf baru saja pulang sekolah, dua bocah tampan itu langsung masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Azriya langsung membuka tas bekal kedua anak sambungnya tersebut, saat mendapati kotak bekal milik Austin kosong, tak ayal wanita cantik itu merasa senang. Namun, berbeda dengan Adolf, bahkan kotak makannya seperti tidak tersentuh."Apa Adolf nggak suka makanannya, ya?" gumam Azriya."Adolf bukannya nggak suka sama makanannya, tapi dia nggak suka sama kamu!" Sentak Lauren, yang tak ayal membuat Azriya berjingkat kaget, "kamu harusnya sadar diri, dong! Semakin kamu mendekati, dia akan semakin menjauh! Semuanya akan sia-sia, Riya! Kamu nggak akan mendapat simpati dari Adolf!" ujarnya lagi dengan nada yang sangat ketus.Azriya malas menanggapi, ia masih fokus mencuci kotak bekal itu. Selanjutnya wanita cantik itu menuju kulkas, tangannya membuka gagang kulkas, dan mengeluarkan beberapa buah wortel dari sana."Kamu mau apa?""Mau bikin jus wortel, Mom, biar mata sehat d
[Orangnya berada di rumah ini, Nona!] tulis Ghina pada kertas tersebut."Siapa, sih, yang dia maksud?! Kenapa tidak menuliskan yang sebenarnya saja?!" gumamnya frustasi.Azriya melipat kertas tersebut, kemudian ia menyimpannya di dalam laci meja rias. Untuk sejenak, wanita cantik itu tampak berpikir.Apa jangan-jangan Ghina juga diancam seperti Hanna?Atau bisa saja Ghina dan Hanna termasuk antek dalang itu?Lalu, saat dirinya sudah memergoki dan hendak mempertanyakan, dua orang itu langsung dibuat tidak berkutik?Berbagai pertanyaan menari-nari di dalam benak Azriya. Semuanya seperti masuk akal, dalangnya melakukan ini karena sudah tahu pergerakan Azriya, dan tentu saja dia ingin tetap aman."Berarti aku harus lebih hati-hati! Lebih baik aku juga nggak usah terlalu dekat sama Ghina, takutnya dia malah bernasib seperti Hanna," gumamnya.***Suasana di mansion Erlando cukup lenggang setelah Austin dan Adolf berangkat sekolah. Gavriel juga sudah berangkat ke kantor bersama kedua putrany
Hujan deras dan guntur yang bersahut-sahutan semakin membuat suasana malam ini mencekam. Beberapa kali bocah berumur enam tahun itu nampak gelisah lantaran tidak bisa tidur, sehingga ia memutuskan untuk menghubungi Daddy dan sang Aunty untuk menemaninya tidur malam ini.Tidak seberapa lama kemudian, Azriya sudah tiba dengan langkah tergopoh-gopoh. Ia langsung memeluk Austin yang ketakutan. Setelahnya, pintu kembali terbuka, dan ternyata Gavriel yang masuk."Loh, kamu ngapain?" tanya Azriya dengan raut terkejut lantaran Gavriel yang tiba-tiba masuk ke kamar Austin.Pasalnya saat ini wanita cantik itu hanya mengenakan piyama berbahan tipis tanpa underware. Piyama tanpa lengan dan panjang satu jengkal dari pinggulnya itu jelas saja meg-ekspose tubuh seksinya."Austin tadi telepon kalau nggak bisa tidur, jadi aku ke sini, dong."Azriya semakin terbelalak."Lebih baik kamu kembali ke atas saja! Biar aku yang temani!" ketus Azriya."Aunty ... aku juga mau sama Daddy," ujarnya yang tak ayal
Makan malam kali ini terasa berbeda lantaran tidak ada Gavriel di tengah-tengah mereka. Pria tampan itu masih lembur dan entah akan pulang jam berapa."Sebaiknya malam ini kalian langsung tidur," ujar Lauren setelah menyelesaikan makannya.Austin dan Adolf tampak mengangguk, sedangkan Azriya hanya mampu menghela napas lirih. "Grandma juga akan langsung tidur. Kalian tidak lupa 'kan kalau besok kita akan ke mansion Aunty Silvana pagi-pagi sekali? Grandma nggak mau ada yang terlambat."Lauren kembali membuka suaranya."Iya, Grandma. Aku nanti akan langsung tidur, biar besok nggak ngantuk," sambar Austin."Aku juga akan langsung tidur, Grandma," timpal Adolf dengan suara yang terdengar dingin.Lauren mengangguk dan lantas bangkit dari duduknya, sebelum melangkahkan kaki, wanita paruh baya itu sempat menatap kepada Azriya yang masih duduk di kursi makan."Tidurlah lebih cepat malam ini, Riya," ujarnya dengan seringai senyuman penuh arti.Azriya hanya bisa diam tanpa menimpali apapun. Wan
"Mommy terpaksa mengirim Ghina ke kampung halamannya. Dia mengatakan rindu dengan keluarga, apa lagi keadaannya sakit, jadi Mommy putuskan untuk mengirim Ghina ke sana," ujar Lauren.Wanita paruh baya itu beberapa kali membenarkan letak duduknya, seolah ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman."Kapan Ghina mengatakannya, Mom? Aku kemarin tanya maid lain, katanya Ghina kehilangan suara. Apa kemarin tenggorokannya sudah sembuh?" tanya Azriya.Ujung netranya melirik pada sang Mommy Mertua yang tampak menggeram lirih. Namun, ia sama sekali tidak peduli."Ah, eum ... yeah! D-Dia sudah sembuh.""Secepat itu sembuhnya?" gumam Azriya."Kenapa memangnya?! Ghina memang sudah sembuh, kok. Apa kamu nggak suka kalau tenggorokannya sembuh secepat itu?!" tanya Lauren dengan mata melotot ke arah menantunya."Aku hanya bertanya, Mom. Maaf kalau pertanyaanku salah," sahut Azriya.Gavriel menghela napas kasar."Tapi kenapa Mommy melakukannya diam-diam, apa lagi malam hari saat aku nggak ada di mansion
Gavriel berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, mata elang itu menyorot tajam ke dalam ruang ICU. Di sana, Adolf sedang ditangani oleh sekelompok Dokter dan perawat."Duduklah, Gav. Sebentar lagi pasti Dokter akan keluar," ujar Silvana seraya menggamit lengan adiknya.Gavriel menggeleng."Aku akan menunggunya di sini, Kak," jawabnya."Jangan egois, Gav. Nanti kamu malah sakit, sudah hampir satu jam kamu berdiri. Kamu harus percayakan semuanya sama Dokter."Gavriel masih tidak bergeming."Kamu nggak kasihan sama Austin? Dari tadi dia diam terus, Mommy juga sama. Kami semua juga bersedih." Silvana kembali membuka suara.Sejurus kemudian Gavriel menoleh ke arah putra sulungnya, beberapa kali pria tampan itu menahan napas melihat Austin yang begitu murung dengan air mata yang terus menetes.Gavriel mengambil tempat duduk tepat di samping Austin, tangannya merengkuh bahu putra sulungnya tersebut. Hingga membuat bocah tampan itu mendongakkan kepala."Dad ....""Tenanglah,
"Boleh aku masuk?" tanya pria tampan dengan tubuh atletis dan postur tinggi menjulang tersebut.Azriya masih termenung memandang mata biru yang membuatnya terpaku, sorot teduh yang langsung membuat jantungnya berhenti berdetak. Azriya bahkan dapat merasakan detak nadinya terus berdenyut sampai ke ubun-ubun."Hey! Kamu ... baik-baik saja 'kan?" Pria dengan hidung mancung itu kembali membuka suara saat Azriya tidak juga bergeming."Ah, i-iya. Kamu mau cari Kak Andreas?"Pria tampan dengan balutan kemeja formal itu mengulas senyum manis. Sungguh! Saat ini Azriya hampir menangis kala melihat lagi senyum itu. Senyum yang beberapa tahun lalu mampu membuatnya bangkit dari keterpurukan lantaran ditinggal kedua orang tuanya, hingga menjadikannya bangkit sampai di titik ini."Iya, aku ke sini mau ketemu Andreas. Tapi dia baru saja kirim pesan kalau masih ada operasi," ucapnya."Oh, gitu ...."Hening! Keduanya sama-sama diam di depan pintu. Pandangan laki-laki itu sama sekali tidak terlepas dari
Setelah kepulangan Xavier, Andreas lantas mengetuk kamar adiknya. Ia yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan kedatangan Azriya ke penthousenya kali ini.Tok! Tok! Tok!Ceklek!"Kak ...."Andreas mengulas senyum melihat wajah sembab sang adik, "Kakak boleh masuk?" tanyanya.Azriya mengangguk, ia lantas menggeser tubuh guna memberikan jalan untuk Kakaknya lewat. Pria tampan itu belum mengganti baju, ia benar-benar khawatir dengan keadaan Azriya.Setelah mendudukkan diri di ranjang, Andreas juga meminta sang adik yang masih berdiri di ambang pintu untuk mendekat."Duduklah, kamu nggak capek berdiri terus?" tanyanya yang hanya ditimpali gelengan kepala oleh Azriya."Mau makan sesuatu? Mumpung masih jam segini, masih banyak cafe buka.""Aku nggak lapar, Kak.""Memangnya kamu tadi makan apa? Jangan-jangan kamu hanya ngemil?"Azriya menggeleng, "aku sudah jarang ngemil, Kak," sahutnya.Andreas membawa sebelah tangan Azriya ke dalam genggamannya. Beberapa kali Dokter tampan itu menghe
Azriya membawa tubuh Aurell masuk ke dalam pelukannya, wanita cantik itu mengusap lembut rambut hitam putri kecilnya. Pedih.Yeah! Aurell hanya gadis kecil yang sudah kehilangan orang tuanya dan sekarang harus kehilangan sang Grandma, ditambah ia baru tahu fakta ini."Kenapa Grandma menyiapkan ini semua untukku, Mom? Aku tidak mau. Apa itu semua bisa ditukar agar Grandma bisa kembali lagi?" tanyanya di sela-sela isak tangis."Grandma menyerahkan itu kepada kamu, karena Grandma percaya kamu bisa menjaganya, Nak. Jangan berpikir seperti itu, ya. Nanti Grandma sedih. Aurell tidak mau 'kan Grandma sedih di sana?" Gadis cantik itu menggelengkan kepala, meskipun hatinya masih perih dengan kejadian ini, tetapi ia harus kuat demi Grandma nya. Azriya menyugar pelukan, menghapus titik air mata yang masih mengalir deras dari pelupuk netra Aurell. Sementara Gavriel sudah memalingkan pandangan, tidak kuasa melihat pemandangan haru ini."Sekarang kamu buka kotak ini. Setelah ini kotak dan isinya
"Tuan, Nyonya," sapa Ghina seraya membungkukkan badan.Wanita paruh baya dengan setelah serba hitam itu mengulas senyum tipis, di tangannya memegangi goodie bag berwarna hitam yang entah berisi apa."Kamu ... datang sendirian?" tanya Azriya."Iya, Nyonya. Tadi saya naik taksi ke sini," sahut Ghina dengan kepala yang masih menunduk."Ayo masuk saja." Ajak Gavriel yang melangkah lebih dulu ke dalam Mansion.Pria itu mendudukkan dirinya di atas sofa diikuti oleh Azriya, sementara ketiga anak itu langsung menuju kamar masing-masing tanpa harus diperintah lagi."Silakan duduk Ghina, tidak usah sungkan. Kamu di sini adalah tamu," ucap Azriya yang lantas diangguki oleh Ghina.Wanita itu duduk dengan kikuk, goodie bag ia letakkan di atas sofa kemudian kedua tangannya ditumpuk di atas paha."Kedatangan saya malam ini karena mendengar kabar Nyonya Lauren meninggal, saya mengucapkan berduka cita yang sedalam-dalamnya." Ghina menjeda ucapannya barang sesaat. "Saya juga ingin mengembalikan barang
"Baby, kamu masih lama?" suara bariton itu sontak membuat Azriya tersentak."Gav, aku menemukan ini," ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Gavriel barusan."Apa itu?" Pria itu melangkah masuk ke dalam kamar, meraih sebuah buku kecil yang ditunjukkan istrinya."Apa ini, Baby?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan."Aku tidak tahu, sepertinya itu buku diary Mom. Yeah, meskipun awalnya aku tidak percaya Mom masih menulis di diary, tetapi setelah aku membaca lembar pertama, aku yakin kalau buku itu memang buku diary," jelas Azriya yang membuat Gavriel mengernyit bingung.Selama hidup ia tidak pernah tahu kalau Mommy-nya menyimpan buku ini, ia semakin terkejut saat melihat sekilas isi lembar buku itu yang kebanyakan berisi isi hati Mommy-nya untuk mendiang sang Kakak — Silvana."Aku menemukannya di tumpukan kain batik, Gav," ucap Azriya yang langsung diangguki oleh Gavriel."Baiklah, kita akan melihat nanti saja. Sekarang kita ke depan, pemuka agama sudah menunggu kainnya." Gavriel memasukka
Gavriel luruh ke lantai saat Azriya melipat kembali surat tersebut. Dadanya sakit, seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya.Gavriel adalah seorang pria, ia sudah membunuh banyak musuh dengan tangannya. Menghadapi segala rintangan dan tantangan dalam hidup. Pahit manis kehidupan dan tipu daya musuh sudah pernah ia rasakan.Namun, kenapa sekarang ia menangis? Kenapa menjadi lemah?Oh, sungguh! Mau sejahat apapun Mommy-nya, Gavriel tetap tidak sanggup kalau harus kehilangan. Lauren adalah seluruh cintanya, baginya posisi wanita paruh baya itu setara dengan posisi Azriya di hatinya."Sayang?" Azriya mengambil posisi jongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan sang suami. "Jangan seperti ini, Mom pasti sedih melihat kamu begini," ucapnya lagi."Memangnya apa yang lebih sedih dari ini? Mom sudah mendapatkan ingatannya tiga bulan lalu, tapi Mom berlagak tidak ingat dan tidak mau bicara denganku. Hanya momen saat di taman tadi yang menjadi kebersamaan manis kita, Baby. Bagaimana
Gavriel ingin tidak percaya, tetapi Dokter sendiri yang mengatakannya. Pria itu akhirnya menuju rumah sakit dengan memacu mobilnya secepat mungkin, hingga tidak seberapa lama kemudian mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran gedung rumah sakit.Ia turun dan lantas berlari memasuki rumah sakit dengan Azriya yang mengekor dari belakang, langkahnya menuju ke kamar rawat Lauren. Sampai di sana ia melihat kamar itu sudah penuh dikerubungi tim medis."Dokter!" pekiknya yang sontak membuat semua orang menoleh. "Kenapa bisa seperti ini? Saya tadi meninggalkan Mom, Mom masih baik-baik saja. Bahkan hari ini Mom mau keluar ke taman, bukankah itu suatu perkembangan bagus? Lalu kenapa sekarang bisa seperti ini?" tanyanya lagi."Pak, tolong dengarkan saya dulu." Dokter paruh baya itu menarik napas dalam, kemudian ia mulai berkata," saat suster mengantarkan makan siang untuk pasien, suster mendapati kalau pasien sedang tidur, Pak. Suster berusaha membangunkan, tetapi pasien sama sekali tidak meres
Hari-hari berlalu, setiap ada kesempatan selalu digunakkan Gavriel untuk mengunjungi Lauren. Pria itu mengajak sang Mommy berbincang, ia juga menceritakan banyak hal. Meskipun tidak ada jawaban dari wanita paruh baya itu, tetapi Gavriel tidak menyerah.Sampai akhirnya hari ini Lauren meminta ditemani berjemur di taman. Gavriel sangat bahagia, ia dengan semangat membantu Mommy-nya untuk turun dari ranjang dan naik kursi roda.Yeah! Terlalu banyak mendapatkan suntikan berefek pada kondisi Lauren yang semakin lemas, bahkan terkadang kakinya mati rasa. "Matahari pagi ini bagus banget, Mom. Udaranya juga segar," ucap Gavriel. "Mommy suka?" Pria itu kembali melontarkan pertanyaan.Lauren hanya mengangguk, bibirnya mengulas senyum memandang langit biru. Meskipun ia hanya menyebut nama Silvana dan Kartika, tetapi Lauren sama sekali tidak membenci Gavriel. Wanita paruh baya itu juga menurut saat beberapa kali Azriya menyuapinya.Ah, entahlah. Lauren tidak membenci, atau ingatannya belum puli
Gavriel memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan raya dengan perasaan was-was dan pandangan mata ke mana-mana seakan bingung."Tenang, Sayang. Semua akan baik-baik saja," ucap Azriya seraya mengelus lembut lengan suaminya.Pria itu hanya mengangguk, ia tidak menyahut karena terlalu fokus dengan kemudinya. Sementara Austin yang duduk di kursi belakang hanya bisa diam karena takut salah bicara dan membuat Daddy-nya semakin pusing.Setelah menempuh perjalanan tidak terlalu lama, mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran rumah sakit. Gavriel turun dan berlari masuk untuk menemui Dokter, sementara Azriya menggandeng tangan Austin dan berjalan cepat menyusul Gavriel.Azriya mendapati suaminya tengah berbincang serius dengan Dokter, tubuh atletis itu tiba-tiba lemas dan terduduk luruh ke kursi. Azriya segera menghampiri, khawatir dengan wajah suaminya yang sudah memucat."Ada apa, Dok?" tanya Azriya."Ibu Lauren mengingat kenangan masa lalunya, Bu. Setiap hari beliau melihat a
Keesokan harinya.Aurell dan Austin sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, hari ini Adolf juga tinggal di Mansion Erlando selama satu hari, tentunya bersama si cantik Vessia."Di sini menyenangkan, ya. Banyak makanan," celetuk Vessia yang langsung mendapat senggolan dari Clara."Kenapa, Mah?" Vessia menoleh menatap Mamanya, sejurus kemudian gadis kecil itu menunduk saat melihat Mamamya mendelikkan mata.Azriya yang melihat interaksi ibu dan anak itu hanya mampu mengulas senyum. "Tidak apa-apa, Cla. Namanya juga anak kecil, toh kami menyiapkan ini juga untuk anak-anak," ujar wanita itu."Aku malu, Riy. Anakku seperti tidak pernah makan saja, padahal dia juga setiap hari makan jajan saat di rumah," sahut Clara dengan berbisik, supaya Vessia tidak mendengar dan tidak malu.Azriya terkikik geli. "Sudah, biarkan saja. Lebih baik kita ngopi-ngopi cantik, yuk, di halaman belakang."Clara mengangguk antusias, tetapi sebelum beranjak ia menyempatkan diri mengecup lembut pipi gembul putrinya.
Hari-hari berganti minggu, tanpa terasa sudah menginjak bulan dan ini tepat enam bulan pasca kecelakaan nahas itu. Dokter mengatakan hari ini Aurell dan Austin akan menjalani operasi pelepasan pen, tentu saja kabar itu membawa kebahagiaan untuk semua orang.Saat ini semua orang sedang duduk di kursi tunggu yang terletak di depan ruang operasi, ada keluarga Erlando dan keluarga Mahendra di sana. Tiga puluh menit kemudian...Pintu ruang operasi terbuka, Dokter keluar bersama perawat dengan mendorong dua brankar yang masing-masing berisi Aurell dan Austin, mereka dibawa ke ruang pemulihan dan seluruh keluarga turut mengikuti ke sana.•"Bagaimana keadaan anak-anak saya, Dok? Semuanya normal 'kan?" tanya Gavriel, saat ini dirinya sedang berada di dalam ruang Dokter setelah beberapa saat lalu Dokter memanggilnya."Syukurlah operasinya berjalan lancar, juga membawa hasil baik, Pak. Setelah ini Aurell dan Austin cukup menjalani latihan di rumah, dan datang ke rumah sakit untuk kontrol dua b