Malam ini Gavriel melakukan perjalanan bisnis setelah dihubungi oleh salah satu rekannya. Langit malam menurunkan banyak tetesan air hujan beserta guntur yang saling menyambar. Di dalam mansion tersebut, Austin sudah terlelap dengan Azriya yang masih mengusap kakinya. Sesekali penglihatan wanita cantik itu akan menyapu ke seluruh ruangan, siapa tahu ada barang Kartika yang bisa ia jadikan petunjuk.Ceklek!Azriya tersentak saat pintu tiba-tiba pintu dibuka. Wanita cantik itu sempat menoleh kepada Austin, guna memastikan tidur bocah itu tidak terganggu. Baru kemudian dirinya keluar kamar dan menghampiri sang Mommy Mertua."Ada apa, Mom? Mommy mau melihat Austin?" tanyanya saat sudah berdiri di hadapan Lauren."Nggak usah pura-pura polos, Riya. Apa yang kamu lakukan kepada Austin sangat berbanding terbalik dengan apa yang kamu lakukan kepada Adolf."Azriya terperangah kaget."Apa maksudnya, Mom? Aku melakukan apa?" tanyanya dengan raut bingung.Lauren tersenyum miring, ia melipat tanga
Gavriel langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari Azriya malam ini juga. Pria tampan itu bahkan mengesampingkan penampilannya dengan kemeja basah."Cari Dokter Andreas di rumah sakit. Mungkin Azriya pergi ke tempat Kakaknya!" ucapnya memberikan perintah kepada pengawalnya di balik telepon."Baik, Tuan.""Laporkan apapun perkembangannya. Dan ingat! Aku mau kalian bergerak cepat!""Kami akan melaksanakan semuanya sesuai keinginan Anda, Tuan."TUT!Gavriel meletakkan ponselnya di atas meja. Lelaki itu terus merutuk di dalam hatinya karena tidak ada di tempat saat kejadian itu.Perlahan Gavriel membaringkan tubuhnya di sofa panjang yang terletak di ruang kerjanya, hingga tanpa terasa kelopak mata itu terpejam lantaran rasa kantung yang menyerang.***Pagi hari.Gavriel merasakan punggungnya pegal-pegal lantaran posisi tidurnya semalam. Dengan perlahan ia menegakkan posisi tubuh dan mulai melangkah keluar ruangan."Loh, Nak! Kamu kok di sini? Katanya ada dinas ke luar kota?" tanya
"Bagaimana?!" tanya Gavriel pada anak buahnya yang berada di seberang telepon."Maaf, Tuan. Kami belum menemukan Nona Azriya, tetapi Dokter Andreas ada di rumah sakit. Apa kami perlu menanyakan tentang Nona Azriya kepadanya?" jawab pengawal tersebut."Jangan. Biar itu menjadi urusanku.""Baik, Tuan. Kami akan mengawasi Dokter Andreas dari luar."TUT!Gavriel melepaskan sambungan earphonenya dan lantas melajukan mobil menuju rumah sakit. Mungkin dirinya nanti akan terkesan seperti orang bodoh saat menanyakan keberadaan Azriya. Namun, ia tidak bisa menahan ini lebih lama.'Entah kenapa kamu benar-benar membuatku tertekan, Riya!' batinnya geram.•Mobil mewah tersebut sudah berhenti di parkiran gedung pencakar langit Oran's Hospital. Langkahnya sedikit gugup saat menginjakkan kaki di lantai rumah sakit, pasalnya ini mengingatkan pada mendiang sang istri. Namun, demi Azriya ia harus tetap melakukannya.Langkahnya dengan cepat menuju ke ruangan Andreas. Tangannya menekan handle pintu dan s
Setelah perdebatan panjang tersebut, Azriya akhirnya luluh saat Gavriel mengatakan Austin terus memanggil namanya. Ditambah dengan saat wanita cantik itu melakukan panggilan video dengan Austin, semakin membuat hatinya terenyuh.Mungkin, inilah yang dinamakan ikatan batin. Azriya memang bukan Ibu kandung Austin, tetapi ia telah memenangkan hati bocah berusia enam tahun tersebut.•Mansion Erlando."Kamu mau langsung ke kamar Austin?" tanya Gavriel saat baru saja menghentikan mobilnya pada parkiran mansion tersebut."Iya," jawab Azriya, singkat."Baiklah, nanti kita akan bicara dengan Mommy setelah makan siang.""Mengenai apa?" "Tentang sikapnya yang sudah salah paham sama kamu," tutur Gavriel.Azriya menghela napas panjang. "Nggak usah. Kalau kamu bicara, malah akan semakin memperkeruh keadaan. Mommy bisa semakin benci sama aku.""Tapi, Riy—""Terserah kamu saja," sahut Azriya dengan cepat.Azriya langsung keluar dari mobil setelahnya, wanita dengan setelan santai itu melangkahkan k
Beberapa menit kemudian...Azriya mulai bisa menormalkan deru jantungnya. Perlahan kakinya melangkah ke ranjang, lalu mulai mengakses CCTV yang telah dikirimkan oleh Gavriel. Azriya mulai memeriksanya dari rekaman tiga hari sebelum kejadian. Pasalnya menurut cerita dari Gavriel, saat itulah Kartika mengalami perubahan."Kok nggak ada yang aneh, ya? Mommy juga nggak terlalu sibuk di sini, Gavriel juga. Malah cuma ada maid," gumamnya dengan pandangan awas menatap layar ponsel.Rekaman tersebut terus berjalan, hingga di menit ke lima belas, Azriya menangkap pergerakan seorang maid yang sangat mencurigakan. Maid tersebut seperti tengah memasukkan sesuatu ke dalam makanan.Azriya semakin memperbesar layar ponselnya, sejurus kemudian matanya membola lebar saat menyadari itu adalah maid yang tadi berbicara dengan Lauren."Ba-Bagaimana bisa?!" pekiknya dengan suara tertahan.Belum selesai keterkejutannya, Azriya menyadari bahwa makanan di piring itu adalah bubur ayam kesukaan sahabatnya, bahk
Tidak banyak orang yang datang di pemakaman Hanna, keluarga inti hanya ada Azriya dan Lauren. Sedangkan Gavriel saat ini sedang mengurus jaminan kehidupan untuk keluarga Hanna. Azriya sengaja mengikuti sampai pemakaman karena penasaran dengan Lauren. Keyakinannya masih sama, ia masih percaya dengan hatinya bahwa sang Mommy Mertua dalang di balik tindakan Hanna."Ke mana Mommy? Kok dia nggak naik mobil mansion?" gumamnya saat melihat Lauren menyetop taksi di pinggir jalan."Mommy ...!"Lauren menoleh dengan bibir mencebik sebal."Mau ke mana, Mom?" tanyanya."Aku mau ke mana saja bukan urusanmu! Lebih baik kamu pulang saja ke mansion, Riya! Apa urusanmu di sini?!" jawabnya ketus."Aku cuma khawatir kalau Mommy pergi sendirian. Kenapa nggak naik mobil mansion saja? Kan ada supir.""Aku mau ke rumah Silvana! Sedangkan mobil mansion cuma ada satu. Jadi aku ngalah sama kamu!" ujarnya memberikan alasan.Raut wajah wanita paruh baya itu masih tidak bersahabat, tetapi Azriya sama sekali tida
"Eugh ...."Azriya melenguh seiring dengan kelopak matanya yang mengerjap seakan berusaha menormalkan cahaya yang masuk. Perlahan, kelopak mata itu terbuka sempurna, hingga ia bisa melihat Silvana duduk di sisi ranjangnya."Sayang ... ada yang sakit?" tanyanya lembut.Azriya menggeleng."Sebentar, Kakak ambilkan minum dulu."Silvana bangkit dan meraih segelas air putih yang tersedia sedari tadi di atas nakas, kemudian wanita cantik itu dengan perlahan membantu Azriya untuk minum."Makasih, Kak ""Masih pusing nggak?"Azriya mengangguk sembari memegangi pelipisnya yang masih terasa berdenyut."Tadi air apa yang diberikan Aurell, Kak? Kenapa kayak ada bau sesuatu yang aneh?" tanyanya berterus-terang.Silvana sama sekali tidak terkejut, bahkan ia juga tidak merespon berlebihan. Wanita itu membawa tangannya mengusap lembut bahu adik iparnya tersebut."Itu hanya sirup biasa, Sayang. Mungkin karena masuk kulkas, jadi tercampur bau sesuatu yang lain. Sudah ... jangan kamu pikirkan. Lebih bai
"Ghina! Sudah selesai?" Azriya sontak menoleh ke sumber suara, sepersekian detik kemudian wanita cantik itu mendengus kesal saat mendapati Lauren tengah berdiri di ambang pintu dapur. 'Padahal sebentar lagi aku akan tahu siapa pelakunya. Huh ... Mommy ini selalu datang di saat yang tidak tepat,' batinnya."Sudah, Nyonya," sahut Ghina."Kalau sudah selesai cepat bawa ke meja makan, putra dan cucuku sudah menunggu di sana," ucapnya dan lantas mengalihkan pandangan kepada Azriya, "kamu juga kembalilah ke depan, Riya. Ngapain di dapur lama-lama? Buang-buang waktu saja!" ketusnya kepada Azriya.Lauren meninggalkan dapur setelah mengatakan hal barusan. Azriya ingin kembali bertanya kepada Ghina, tetapi urung saat melihat maid senior itu sibuk mengantar makanan ke meja makan.•Setelah memastikan kedua anaknya berangkat, Azriya kembali masuk ke dalam guna mencari Ghina. Namun, entah ke mana perginya maid tersebut, bahkan ia sudah berkeliling mansion, tetapi sama sekali tidak menemukan kebe
Azriya membawa tubuh Aurell masuk ke dalam pelukannya, wanita cantik itu mengusap lembut rambut hitam putri kecilnya. Pedih.Yeah! Aurell hanya gadis kecil yang sudah kehilangan orang tuanya dan sekarang harus kehilangan sang Grandma, ditambah ia baru tahu fakta ini."Kenapa Grandma menyiapkan ini semua untukku, Mom? Aku tidak mau. Apa itu semua bisa ditukar agar Grandma bisa kembali lagi?" tanyanya di sela-sela isak tangis."Grandma menyerahkan itu kepada kamu, karena Grandma percaya kamu bisa menjaganya, Nak. Jangan berpikir seperti itu, ya. Nanti Grandma sedih. Aurell tidak mau 'kan Grandma sedih di sana?" Gadis cantik itu menggelengkan kepala, meskipun hatinya masih perih dengan kejadian ini, tetapi ia harus kuat demi Grandma nya. Azriya menyugar pelukan, menghapus titik air mata yang masih mengalir deras dari pelupuk netra Aurell. Sementara Gavriel sudah memalingkan pandangan, tidak kuasa melihat pemandangan haru ini."Sekarang kamu buka kotak ini. Setelah ini kotak dan isinya
"Tuan, Nyonya," sapa Ghina seraya membungkukkan badan.Wanita paruh baya dengan setelah serba hitam itu mengulas senyum tipis, di tangannya memegangi goodie bag berwarna hitam yang entah berisi apa."Kamu ... datang sendirian?" tanya Azriya."Iya, Nyonya. Tadi saya naik taksi ke sini," sahut Ghina dengan kepala yang masih menunduk."Ayo masuk saja." Ajak Gavriel yang melangkah lebih dulu ke dalam Mansion.Pria itu mendudukkan dirinya di atas sofa diikuti oleh Azriya, sementara ketiga anak itu langsung menuju kamar masing-masing tanpa harus diperintah lagi."Silakan duduk Ghina, tidak usah sungkan. Kamu di sini adalah tamu," ucap Azriya yang lantas diangguki oleh Ghina.Wanita itu duduk dengan kikuk, goodie bag ia letakkan di atas sofa kemudian kedua tangannya ditumpuk di atas paha."Kedatangan saya malam ini karena mendengar kabar Nyonya Lauren meninggal, saya mengucapkan berduka cita yang sedalam-dalamnya." Ghina menjeda ucapannya barang sesaat. "Saya juga ingin mengembalikan barang
"Baby, kamu masih lama?" suara bariton itu sontak membuat Azriya tersentak."Gav, aku menemukan ini," ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Gavriel barusan."Apa itu?" Pria itu melangkah masuk ke dalam kamar, meraih sebuah buku kecil yang ditunjukkan istrinya."Apa ini, Baby?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan."Aku tidak tahu, sepertinya itu buku diary Mom. Yeah, meskipun awalnya aku tidak percaya Mom masih menulis di diary, tetapi setelah aku membaca lembar pertama, aku yakin kalau buku itu memang buku diary," jelas Azriya yang membuat Gavriel mengernyit bingung.Selama hidup ia tidak pernah tahu kalau Mommy-nya menyimpan buku ini, ia semakin terkejut saat melihat sekilas isi lembar buku itu yang kebanyakan berisi isi hati Mommy-nya untuk mendiang sang Kakak — Silvana."Aku menemukannya di tumpukan kain batik, Gav," ucap Azriya yang langsung diangguki oleh Gavriel."Baiklah, kita akan melihat nanti saja. Sekarang kita ke depan, pemuka agama sudah menunggu kainnya." Gavriel memasukka
Gavriel luruh ke lantai saat Azriya melipat kembali surat tersebut. Dadanya sakit, seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya.Gavriel adalah seorang pria, ia sudah membunuh banyak musuh dengan tangannya. Menghadapi segala rintangan dan tantangan dalam hidup. Pahit manis kehidupan dan tipu daya musuh sudah pernah ia rasakan.Namun, kenapa sekarang ia menangis? Kenapa menjadi lemah?Oh, sungguh! Mau sejahat apapun Mommy-nya, Gavriel tetap tidak sanggup kalau harus kehilangan. Lauren adalah seluruh cintanya, baginya posisi wanita paruh baya itu setara dengan posisi Azriya di hatinya."Sayang?" Azriya mengambil posisi jongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan sang suami. "Jangan seperti ini, Mom pasti sedih melihat kamu begini," ucapnya lagi."Memangnya apa yang lebih sedih dari ini? Mom sudah mendapatkan ingatannya tiga bulan lalu, tapi Mom berlagak tidak ingat dan tidak mau bicara denganku. Hanya momen saat di taman tadi yang menjadi kebersamaan manis kita, Baby. Bagaimana
Gavriel ingin tidak percaya, tetapi Dokter sendiri yang mengatakannya. Pria itu akhirnya menuju rumah sakit dengan memacu mobilnya secepat mungkin, hingga tidak seberapa lama kemudian mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran gedung rumah sakit.Ia turun dan lantas berlari memasuki rumah sakit dengan Azriya yang mengekor dari belakang, langkahnya menuju ke kamar rawat Lauren. Sampai di sana ia melihat kamar itu sudah penuh dikerubungi tim medis."Dokter!" pekiknya yang sontak membuat semua orang menoleh. "Kenapa bisa seperti ini? Saya tadi meninggalkan Mom, Mom masih baik-baik saja. Bahkan hari ini Mom mau keluar ke taman, bukankah itu suatu perkembangan bagus? Lalu kenapa sekarang bisa seperti ini?" tanyanya lagi."Pak, tolong dengarkan saya dulu." Dokter paruh baya itu menarik napas dalam, kemudian ia mulai berkata," saat suster mengantarkan makan siang untuk pasien, suster mendapati kalau pasien sedang tidur, Pak. Suster berusaha membangunkan, tetapi pasien sama sekali tidak meres
Hari-hari berlalu, setiap ada kesempatan selalu digunakkan Gavriel untuk mengunjungi Lauren. Pria itu mengajak sang Mommy berbincang, ia juga menceritakan banyak hal. Meskipun tidak ada jawaban dari wanita paruh baya itu, tetapi Gavriel tidak menyerah.Sampai akhirnya hari ini Lauren meminta ditemani berjemur di taman. Gavriel sangat bahagia, ia dengan semangat membantu Mommy-nya untuk turun dari ranjang dan naik kursi roda.Yeah! Terlalu banyak mendapatkan suntikan berefek pada kondisi Lauren yang semakin lemas, bahkan terkadang kakinya mati rasa. "Matahari pagi ini bagus banget, Mom. Udaranya juga segar," ucap Gavriel. "Mommy suka?" Pria itu kembali melontarkan pertanyaan.Lauren hanya mengangguk, bibirnya mengulas senyum memandang langit biru. Meskipun ia hanya menyebut nama Silvana dan Kartika, tetapi Lauren sama sekali tidak membenci Gavriel. Wanita paruh baya itu juga menurut saat beberapa kali Azriya menyuapinya.Ah, entahlah. Lauren tidak membenci, atau ingatannya belum puli
Gavriel memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan raya dengan perasaan was-was dan pandangan mata ke mana-mana seakan bingung."Tenang, Sayang. Semua akan baik-baik saja," ucap Azriya seraya mengelus lembut lengan suaminya.Pria itu hanya mengangguk, ia tidak menyahut karena terlalu fokus dengan kemudinya. Sementara Austin yang duduk di kursi belakang hanya bisa diam karena takut salah bicara dan membuat Daddy-nya semakin pusing.Setelah menempuh perjalanan tidak terlalu lama, mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran rumah sakit. Gavriel turun dan berlari masuk untuk menemui Dokter, sementara Azriya menggandeng tangan Austin dan berjalan cepat menyusul Gavriel.Azriya mendapati suaminya tengah berbincang serius dengan Dokter, tubuh atletis itu tiba-tiba lemas dan terduduk luruh ke kursi. Azriya segera menghampiri, khawatir dengan wajah suaminya yang sudah memucat."Ada apa, Dok?" tanya Azriya."Ibu Lauren mengingat kenangan masa lalunya, Bu. Setiap hari beliau melihat a
Keesokan harinya.Aurell dan Austin sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, hari ini Adolf juga tinggal di Mansion Erlando selama satu hari, tentunya bersama si cantik Vessia."Di sini menyenangkan, ya. Banyak makanan," celetuk Vessia yang langsung mendapat senggolan dari Clara."Kenapa, Mah?" Vessia menoleh menatap Mamanya, sejurus kemudian gadis kecil itu menunduk saat melihat Mamamya mendelikkan mata.Azriya yang melihat interaksi ibu dan anak itu hanya mampu mengulas senyum. "Tidak apa-apa, Cla. Namanya juga anak kecil, toh kami menyiapkan ini juga untuk anak-anak," ujar wanita itu."Aku malu, Riy. Anakku seperti tidak pernah makan saja, padahal dia juga setiap hari makan jajan saat di rumah," sahut Clara dengan berbisik, supaya Vessia tidak mendengar dan tidak malu.Azriya terkikik geli. "Sudah, biarkan saja. Lebih baik kita ngopi-ngopi cantik, yuk, di halaman belakang."Clara mengangguk antusias, tetapi sebelum beranjak ia menyempatkan diri mengecup lembut pipi gembul putrinya.
Hari-hari berganti minggu, tanpa terasa sudah menginjak bulan dan ini tepat enam bulan pasca kecelakaan nahas itu. Dokter mengatakan hari ini Aurell dan Austin akan menjalani operasi pelepasan pen, tentu saja kabar itu membawa kebahagiaan untuk semua orang.Saat ini semua orang sedang duduk di kursi tunggu yang terletak di depan ruang operasi, ada keluarga Erlando dan keluarga Mahendra di sana. Tiga puluh menit kemudian...Pintu ruang operasi terbuka, Dokter keluar bersama perawat dengan mendorong dua brankar yang masing-masing berisi Aurell dan Austin, mereka dibawa ke ruang pemulihan dan seluruh keluarga turut mengikuti ke sana.•"Bagaimana keadaan anak-anak saya, Dok? Semuanya normal 'kan?" tanya Gavriel, saat ini dirinya sedang berada di dalam ruang Dokter setelah beberapa saat lalu Dokter memanggilnya."Syukurlah operasinya berjalan lancar, juga membawa hasil baik, Pak. Setelah ini Aurell dan Austin cukup menjalani latihan di rumah, dan datang ke rumah sakit untuk kontrol dua b