***
“Saya sepakat kita tetap di rencana semula. Pemotretan bisa dilakukan dua minggu lagi. Ann, jangan lupa konfirmasi ulang jadwal Chef Renata minggu depan. Saya tidak mentolerir keterlambatan jadwal seperti minggu ini.” Celine Artha duduk dengan tegak sambil mengaitkan sepuluh jarinya di atas notebook.
“Oke, saya akhiri rapat untuk siang ini.”
Bawahannya terlihat puas dengan ide-ide yang disampaikan Celine sebagai Managing Food Editor di Majalah TASTE dan baru menjabat dua minggu terakhir. Bahkan saking sibuknya melakukan perombakan divisi, Celine belum sempat membereskan isi rumah sejak kepindahannya kembali ke ibu kota.
Lima tahun terakhir, Celine memilih kabur dan menerima pekerjaan sebagai food journalist salah satu majalah traveling ternama. Menjadi kontributor paruh waktu membuatnya mengelilingi hampir setengah isi dunia untuk meliput semua jenis makanan dan gaya hidup masyarakat global. Ketika salah satu kolega kembali menawarkan pekerjaan impiannya di tanah air, Celine tidak pikir panjang untuk mengepak ransel dan kembali pulang.
***
Celine memutuskan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan di ruang meeting. Tanpa sadar, waktu sudah menunjukkan menuju jam sembilan malam. Saat keluar dari ruang rapat, Celine dihadapkan dengan suasana kantor yang cukup temaram. Langkahnya melewati dua jajaran kubikel tanpa tergesa. Celine terbiasa bekerja sendiri. Kondisi temaram di kantor baru bukanlah hal menakutkan untuknya.
Tangan kirinya mendekap laptop dan beberapa laporan singkat hasil kerja anak buah. Jari kanan Celine meraih cuping telinga yang dirasakan gatal.
Plop! Tidak sengaja anting berliannya terjatuh menggelinding. Celine berjongkok untuk meraih antingnya. Dalam keremangan, ia harus meraba kemana benda berharganya terjatuh.
Sial! Itu bukan anting sembarangan karena mendiang suaminya yang menghadiahkan perhiasan mahal itu ketika Alaric melamarnya dalam makan malam romantis. Celine meletakkan bawaannya di lantai. Kepalanya menunduk sambil melirik kiri dan kanan, pipi mulusnya hampir saja menempel karpet kantor.
Sepasang matanya kemudian tertuju pada benda mini yang berkilau tepat dua setengah meter di ujung hidungnya. Kedua tangan Celine mengepal tanda kemenangan. Berlian itu berada di ambang pintu salah satu ruang asisten redakturnya, Ann.
Dengan hela nafas lega, Celine menuju ruangan Ann yang memang sudah gelap gulita. Tepat saat ia hendak menunduk dan mencapai berlian kesayangannya, Celine mendengar suara perempuan riuh mengaduh dari balik pintu yang tidak tertutup rapat.
Masing-masing asisten redaktur memang menempati ruang kerja yang lebih kecil dari miliknya. Untuk menjawab keingintahuannya, Celine berdiri mematung tepat di ambang pintu dengan masih mendekap laptop ke dada.
“Argh! Harder, Baby! Aku sudah tidak kuat. Argh!” Celine dapat mendengar rintihan Ann mengaduh. Keriuhan di hadapannya bahkan membuat Celine lupa tujuan awal ia mencapai ambang pintu ruangan Ann.
Plak! Terdengar tamparan pelan dari baliknya. Celine sudah tidak mempedulikan aktivitas panas didalam dan segera berjongkok untuk mencapai antingnya di bawah sepatu.
“Do you want more, Baby! Be my pleasure. Argh!” Geram lelaki itu membahana di dalam ruang kerja Ann.
Celine mendengar suara sepasang lelaki dan perempuan yang sedang mencapai nikmat dunia dengan suara yang dinilainya cukup familiar. Rasanya aku mengenal suara lelaki itu!
Celine menjatuhkan laptop dan sejumlah laporan dari dekapannya dan tidak sengaja mendorong pintu terbuka lebih lebar. Riuh gaduh yang ditimbulkan memecah keheningan di sepanjang lorong. Sudut matanya menangkap sosok tubuh polos Ann dengan rambut coklatnya yang sedang duduk diatas pangkuan seorang lelaki di hadapannya.
Mata Celine tidak sengaja beradu dengan milik Ann yang kini bertumpu pada ambang pintu tempatnya berdiri. Biarpun dengan pencahayaan secukupnya, ia kadung yakin pipinya sudah bersemu merah. Celine cukup tahu diri untuk tidak kepo lebih jauh untuk mengedar pandang dengan sosok lelaki itu. Meski ia penasaran setengah mati dengan pemilik suara yang menurutnya akrab.
“Ibu Celine.” Ann memecah kecanggungan antara mereka. Ia sudah berdiri dan menutup setengah dada dengan blouse hitam miliknya.
“Maaf. Maaf.” Celine otomatis meminta maaf dengan kikuk. Situasi memalukan ini baru pertama kali dihadapi dalam sejarah hidupnya. Jari Celine segera membereskan bawaan serupa maling yang sedang tertangkap tangan.
Terdengar bunyi gesekan Ann yang segera beranjak dari posisi duduknya semula. Dengan sigap mengenakan baju dan merapikan diri. Dalam hitungan detik, Ann sudah berada di sisi Celine dan menyerahkan sisa kertas laporan yang berhamburan di lantai. Keduanya menolak bertatap dalam situasi canggung.
“Thanks.” Celine sudah berdiri dan dengan sisa harga diri segera berbalik dan ingin kabur dari hadapan dua sejoli itu. Mungkin saja, Ann dan kekasihnya memang memiliki fantasi liar mengenai kegiatan ekstrakurikuler di bawah temaramnya lampu kantor.
Entahlah! Celine bahkan melupakan alasan utama untuk mengambil anting berliannya yang terjatuh. Mukanya sebagai atasan harus segera diselamatkan dari situasi kikuk tadi. Sebelum pulang ia sudah berpesan pada office boy agar mengambilkan antingnya yang terjatuh di sekitaran pintu ruangan Ann. Celine sudah menjanjikan bonus menggiurkan bila OB berhasil menyimpan sisa antingnya.
Celine menuju ruang kerjanya. Mematikan monitor komputer dan membereskan berkas yang sudah diselesaikannya sepanjang minggu. Ia memutuskan untuk fokus membenahi perabot dan membongkar dus pindahan yang belum sempat dibukanya sama sekali. Minggu ini, Celine akan pergi ke pusat perbelanjaan dan membeli beberapa perlengkapan untuk rumah barunya.***
IG: TabiCarra10
***Mengingat kejadian semalam. Kegiatan berasyik-masyuknya digagalkan oleh kehadiran atasan Ann. Barra gagal mengeksekusi Ann si gadis bahenol. Sial! Barra merutuk dalam hati. Jumat malamnya kacau sudah. Padahal, ia sudah berpuasa syahwat hampir sebulan ini karena aktivitas perusahaan yang sibuknya bukan main menerima pesanan konsumen.Bagaimana sabtu-minggu ini? Sabtu paginya harus diisi dengan jadwal meeting dadakan dengan calon klien yang berprospek besar. Mana bisa dibatalkan! Belum lagi kesialannya berhenti, ketika akan menuju garasi mendadak pengasuh Lola mengejarnya dengan panik sambil menggendong Lola, putri semata wayangnya. Pengasuh paruh baya itu memohon ijin pulang karena suaminya mengalami kecelakaan dan kini berada di rumah sakit.
*** Celine sudah menyelesaikan pembayaran perlengkapan dan furniture untuk rumah barunya. Sebetulnya, tidak bisa dianggap rumah baru juga. Town House yang kini ditempatinya merupakan salah satu warisan mendiang suami yang diwariskan untuknya. Alaric Kusuma adalah anak tengah yang datang dari keluarga berada. Semua warisan atas nama Celine merupakan hasil jerih payahnya sendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga Kusuma. Ia memutuskan untuk menikmati secangkir kopi sebelum pulang. Matanya tertuju pada cafe yang berada di pintu muka pusat perbelanjaan. Dekorasi cafe yang menarik karena mengusung konsep Green House dengan sejumlah tanaman hias dan bunga beragam warna.
***Satu jam setengah berlalu dengan cepat. Barra mencapai meja Lola dan menemukan gadis kecilnya tidak berada di tempat semula. Salah satu pelayan dengan sigap menunjukkan dimana putri kecil dan istrinya berada.Hah, apa? Istri? Sejak kapan aku memiliki Istri? Barra protes dalam hati. Wajahnya merah padam menahan amarah dan rasa khawatir mengenai keberadaan putrinya.Apa mantan istrinya sudah kembali dan akan merebut Lola darinya? Tapi, Aimee tidak mungkin mengenal wajah Lola. Sejak kepergiannya, Barra tidak pernah berniat mencari Aimee atau menghubunginya.Barra akhirnya menangkap sosok putrinya yang sedang dipangku seorang wanita. Ia hanya bisa menangkap sosok feminin dari balik punggungnya. Keduanya sedan
***Setelah pertemuan pertama mereka yang dramatis di sudut cafe, Celine berhasil membujuk Barra untuk menikmati makan siang bersama. Sejak pemakaman Alaric, Celine pergi dari tanah air dan hampir memutus semua kontak komunikasi dengan semua orang, termasuk Barra.“Jadi, sekarang kau meneruskan bisnis keluarga Hutama di bidang pertambangan?” Keduanya sudah duduk berhadapan. Lola sedang menikmati suapan terakhir makanan kesukaannya dan tidak terlalu mengikuti perbincangan dua orang dewasa di hadapannya.“Salah satu tebakanmu tentang aku betul tapi rasanya kurang tepat, Celine. Aku memang melanjutkan bisnis ayah di bawah perusahaan Hutama, tapi aku membuat anak perusahaan baru yang khusus bergerak di bidang pembaharuan lingkungan. Sebutlah untuk menebus rasa bersalah keluargaku pada tanah dan bumi ak
***“Ayah.” Lola berkata pelan sambil menyandarkan punggungnya di car seat bangku penumpang.“Uhm.” Barra menjawabnya dengan ogah-ogahan. Isi kepalanya masih sibuk bersama bayangan Celine tadi di cafe.“Ayah, terima kasih sudah mengajak Lola jalan-jalan hari ini. Bertemu Queen.”“Queen?” Barra kini terlihat antusias dengan hal yang baru disampaikan Lola.“Iya, Queen Celine. Ayah tahu tidak, Tante itu Putri juga loh.”“Oh ya?” Barra bertanya balik pada putri semata wayangnya.&ldq
***Brakk! Dengan tergesa Barra mendorong pintu apartemen dengan Hannah tidak sabar. Sedangkan, perempuan muda berusia setengah dari Barra itu sudah menggeliat tidak sabar di gendongannya. Sepasang tangan Hannah mengalung pada leher Barra yang kekar. Ia sibuk memberi penanda pada ceruk leher Barra.“Apa kau yakin teman sekamarmu sedang tidak ada di rumah?”Perempuan muda itu menjawab dengan erangan karena terlalu sibuk.Barra tidak menahan diri lagi. Ia segera menghimpit punggung Hannah ke dinding terdekat. Dengan cekatan, ia sudah membuka resleting dress bodycon Hannah dan meloloskannya melewati kepala. Hanya tersisa
***Gaun merahnya tertiup pelan disambut langit sore. Kalau bukan bertugas menjadi salah satu pengiring pengantin wanita, ia tidak akan mungkin mau mengenakan gaun berani seperti ini. Jelas sudah tipe gaun yang cukup mengekspos lekuk tubuhnya, bukan bagian dari kepribadiannya. Tapi, karena Ethel adalah sepupunya, ia tidak bisa menolak permintaannya.Celine sempat bertukar kabar dengan beberapa kawan sekolahnya dulu. Bagaimanapun juga, bagi lingkungan terbatas seperti mereka ruang lingkup pertemanan biasanya juga akan sama. Mungkin kasus berbeda untuknya yang selama lima tahun terakhir memilih pergi dan mengasingkan diri.Tidak disangka ia harus memasang tampang ramah sepanjang hari, ketika hampir semua kawannya menanyakan kondisin
***Klik! Sejak kapan Maa bersikap panik menghadapi Lola yang sedang demam? Diberi ibuprofen dan membiarkan anak itu istirahat adalah obat mujarab.“Apa kita perlu melanjutkan kegiatan kita tadi di atas sofa nyaman itu, Sayang?”Terdengar suara perempuan bersama Barra.“Uhm.” Barra menjawab dengan decakan nikmat. Bibirnya sibuk mengecupi leher polos perempuan yang kini melekat pada dada lelaki itu.Rasa ingin tahu Celine membuatnya mendongakkan kepala sedikit. Mungkin inilah definisi mengintip sesungguhnya. Sepasang matanya kembali dikejutkan dengan Barra yang sedang melumat bibir gadis muda di hadapannya.Aduhhh, bagaimana ini kala
***Celine tidak pernah membayangkan bahwa hari ini akan datang. Setelah kejadian buruk menimpa keluarga mereka terus menerus dan kini Celine bisa berdiri tegak menatap langit.Ya, di bawah langit cerah dengan lautan biru menghampar di sebuah kapal yacht berukuran sedang milik mertuanya. Celine dan Barra kembali mengikat janji suci secara agama menurut kepercayaan mereka untuk disaksikan keluarga terkasih.Gaun putih Celine yang bertema vintage berkibar pelan ditiup sepoian angin laut. Bahan yang ringan membuat gaunnya semakin terlihat estetik. Apalagi dengan tubuh sintal semampai milik Celine. Tidak yakin Barra bisa menahan diri untuk tidak menerkam istrinya di depan umum.
***Untuk pertama kalinya dalam enam bulan, semalam Barra bisa tidur dengan nyenyak dalam pelukan istrinya. Setelah kejadian di dalam mobil dimana Celine begitu keras untuk mendobrak pintu hatinya yang membeku bersamaan saat ia menerima abu milik ibunya. Semua hal di dunia dan sekitarnya menjadi tidak penting, pikir Barra.Barra menggeliat dan meregangkan tubuhnya saat Celine sedang bergerilya menyusuri bagian tubuh bawahnya yang sensitif. Barra dapat merasakan kulit istrinya yang polos dan mulus sedang bergerak di balik selimut.Ia tahu Celine sedang mengulum sesuatu sebagai sarapan paginya. bergerak dari atas lalu ke bawah dan begitu seterusnya dengan gerakan memutar.
***“Dengan ini menyatakan bahwa Barra Hutama dinilai lalai dalam tindak pidana pasar modal dan/atau penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana pencucian uang. Meski barang bukti yang diperlihatkan oleh Det. Zane menunjukkan ketidakterkaitan Barra dengan kegiatan kasus money laundering yang melibatkan sejumlah oknum petinggi partai dan sejumlah perantara atau makelar kasus.Pihak ketiga yang dimaksud bertugas menjembatani beberapa perusahaan asing yang tidak beroperasional di tanah air dan/atau memiliki keterkaitan khusus dengan warga negara di tanah air. Dalam persidangan terpisah juga ditemukan sejumlah perusahaan fiktif lain yang bertugas menyalurkan uang-uang yang terpecah dalam tahap placement dan/atau layering. Penjelasan lengkap sudah terlampir.
*** Menunggu agenda persidangan selanjutnya bagi Barra bukanlah hal mudah. Meski Celine sudah mendapatkan barang bukti dari tangan Eldar dan membuat berita acara penyerahan barang bukti pada Det. Zane. Tapi tetap saja perasaannya masih belum tenang. “Sayang, hari ini jadi berangkat ke Sinar Kusuma Group?” Barra menghampiri Celine yang sedang memeluk Lola. Pagi ini Celine sedang meminta izin tidak mengantar Lola berangkat ke sekolah. “Iya, Sayang. Ella mengabari bahwa berkas dari kantor hukum yang ditunjuk Sinar Kusuma Group sudah selesai. Hari ini aku akan menandatangani dokumen terkait surat wasiat Alaric yang diwariskan untuk Lola.” Barra mengangguk. Padahal sebelum mereka sepakat bahwa Celine dapat mewa
***Tanpa bertanya pada Barra, Celine sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan kemenangan besar yang dikatakan Zoraya Kusuma padanya tadi. Celine mengantar Lola pulang lalu kembali pergi. Ia ada urusan di kantor Hope Foundation, Rona mendadak menghubunginya dan mengatakan ada hal penting yang ingin disampaikan.Tidak terlalu curiga dengan kabar Rona, kepala rumah tangga di yayasan tersebut. Celine berangkat sendiri tanpa mengabari suaminya lebih dulu. Ia tahu Barra saat ini sedang terpukul dengan kenyataan bahwa Zoraya berhasil masuk dalam dewan direksi PT. Hijau Hutama.Celine memarkir mobilnya seperti biasa. Kondisi yayasan juga cukup sepi. Mobil yang kini terparkir hanya mobil operasional milik yayasan dan miliknya. Ia mengunci pintu mobil dan memasuki gedung.&ldquo
***Setelah melewati malam penuh huru hara bersama istrinya, Barra yang tidak bisa tidur sepanjang malam memutuskan menyalurkan setengah sisa energinya untuk lari pagi. Meski udara pagi itu sebetulnya tidak bersahabat karena mendung, ia tetap memaksakan diri. Barra butuh sesuatu yang bersifat fisik untuk mengalihkan perhatiannya.Semalam istrinya marah besar saat Barra memberinya ide untuk pergi menyusul orang tua Barra dan tinggal sementara di sana. “Sayang, bagaimana jika kau dan Lola untuk sementara waktu menyusul orang tuaku?” Kalimat pembuka Barra pada istrinya selepas ia membersihkan badan.Celine yang sedang mengoleskan body butter tipis-tipis di sepanjang
***Celine sedang mematut diri di depan cermin. Ia merapikan dress berwarna cream selutut yang dikenakannya hari ini. Seminggu berlalu setelah kejadian Barra menemukan keberadaan Zoraya di sekolah Lola. Hari ini adalah sidang pembuktian untuk kasus yang menimpa suaminya.Semalam Celine meminta agar diperbolehkan hadir dalam persidangan Barra. Hal ini dilakukannya sebagai bukti dukungan pada suaminya.“Sayang, kau tidak perlu hadir. Doa dan kepercayaanmu terhadapku sudah lebih dari cukup,” ujar Barra sambil memeluk istrinya dari belakang.“Jangan mencoba mengubah keputusanku. P
*** Barra boleh bernafas lega karena Celine memberi mandat dan kepercayaan seutuhnya. Ide yang dipikirnya akan ditolak Celine atau istrinya akan beranggapan negatif. Hidup memang taman bermain. Saat kita membutuhkan sesuatu dan kita mengejarnya mati-matian ternyata hal yang kita cari ada di depan mata. “Jim, Pak Jhon sudah memberi kabar?” Barra menatap asistennya dari balik meja kerja. Jim menggeleng, “Saya sudah tanyakan pada Sekretaris Pak Jhon. Pesannya Bapak nanti yang akan menghubungi Pak Barra.” Barra mengusap janggutnya yang belum dicukur halus. Celine lebih menyukai jika jenggotnya sedikit kasar. Istrinya akan memekik kegirangan saat Barra mengusap janggut pada garis leher Celine.
***“Apa ada hal khusus yang kau bicarakan dengan Ella beberapa hari lalu?” Celine menatap suaminya dengan pandangan curiga.“Bahas persidangan. Bahas kemungkinan Dewan Direksi akan dikuasai Zoraya karena kini tiga puluh persen anggota direksi sudah berada di sisi perempuan iblis itu. Bahas tentang polosnya dirimu,” celoteh Barra dengan enteng.“Kau membahas kepolosan istrimu dengan sahabat sang istri?” Celine mendorong Barra ke atas ranjang mereka karena kebetulan suaminya sedang bersiap mengenakan kemeja.“Sayang, aku bukannya menolak ide liar yang akan kau praktekkan padaku sekarang,” protes Barra, “Tapi sebentar lagi aku harus menemui janji penting di bawah.&