Zira hanya menurut tanpa bertanya dan tidak membantah sedikitpun. Meski sebenarnya dalam hatinya begitu banyak pertanyaan dan keinginan menolak.
"Kak Zira," panggil Cherry yang menghentikan langkah Zira dan menoleh kearahnya. "Pakailah ini, aku sengaja memilihkannya untuk hadiah pernikahan kakak," ucap Cherry sambil menyodorkan sebuah paper bag.
"Terimakasih Cherry, beruntungnya aku punya adik sebaik dan secantik kamu," ucap Zira membuat Cherry tersenyum malu. Zira menerima paper bag yang di berikan adik iparnya.
Hampir satu jam akhirnya Zira selesai di makeover, ia keluar dengan dandanan yang sempurna, sesuai dengan parasnya, ia mengenakan dress biru yang membentuk tubuhnya dengan bahu indah yang sedikit terlihat, rambut yang bergelombang terurai dengan indahnya, Zira
Zira kembali masuk kedalam kamarnya dan langsung menarik selimut untuk melindungi tubuhnya dari kejahilan Steve, setelah itu ia pun melanjutkan kembali langkahnya menuju kamar Steve.Tok, tok tok!Zira mencoba mengetuk pintu untuk mengambil pakaiannya, setelah berulang kali ia mengetuk namun tak ada jawaban akhirnya Zira memberanikan diri membuka pintu. Ia melihat Steve sudah terlelap dalam tidurnya, "Apa aku masuk saja? tidak mungkin juga kan aku tidur hanya menggunakan handuk seperti ini."Tanpa membuat suara Zira masuk secara perlahan, ia membuka lemari dan mengambil sepasang piyama. Langkahnya terhenti saat melihat Steve yang tak memakai selimut dan tidur dalam ruangan yang dingin.Zira mengingat kejadian di hot
"Aku tidak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan.""Lupakan saja." Pria tersebut menyeringai dan meninggalkan Zira."Tunggu," ucap Zira mencoba memanggil pria tersebut yang tak menghentikan langkahnya. "Zira!" Terdengar suara Mia memanggilnya.Zira menoleh ke arah Mia dan tersenyum manis pada sahabat yang tengah berjalan menghampirinya."Maaf aku terlambat," ucap Mia yang langsung memeluk Zira."Tidak apa-apa, aku juga baru sampai.""Setelah menjadi istri konglomerat sekarang kamu terlihat semakin cantik saja deh.""Diamlah Mia, itu tida
"Rahasia apa yang harus aku sembunyikan darimu Zira?" jawab Mia berusaha tersenyum. Zira ikut tersenyum, namun di balik senyumnya sebentar Zira masih merasakan kebingungan dan banyak pertanyaan. Mereka melanjutkan menyantap makanan dan setelah itu Zira pun pulang karena harus menyiapkan makan malam untuk Steve. "Aku akan merindukanmu," ucap Mia saat Zira turun dari mobil. "Aku juga akan merindukanmu Mia. Salam balik buat kak Rian ya." "Beres." Zira dan Mia saling melambaikan tangan, mobil Mia kini sudah hilang di keramaian jalan, Zira melangkahkan kakinya masuk kedalam apartemen. "Ehm,
Melihat Han mengernyitkan dahinya membuat Zira sadar, jawabannya bisa membuat Han curiga dan sandiwaranya bisa terbongkar. Ia pun akhirnya berpikir agar Han tidak curiga dengan semua itu. "Emm maksudku, aku mana mungkin kuat menggendong Steve masuk ke kamarnya, sedangkan ukuran tubuhku jauh lebih kecil darinya.""Oh, kalo begitu saya akan membantu anda membawa tuan Steve ke kamar nona."Mendengar jawaban Han, Zira hanya bisa sedikit tersenyum. "Kenapa tidak sekalian kamu saja yang menggantikan bajunya," ucap Zira."Nona Zira, itu adalah tugas anda sebagai istrinya. Mana mungkin saya berani mengambil alih tugas itu dari anda.""Bagaimana jika aku mengizinkannya?" ucap Zira kembali sambil tersenyum.&nbs
Entah dapat tenaga dari mana kali ini Zira mampu mendorong tubuh Steve dengan kuat membuat Steve tersungkur disampingnya.Zira langsung berlari keluar kamar Steve, ia meninggalkan Steve yang masih mengigau untuk berusaha bisa menyentuhnya. Zora berlari menuju kamar di mana ia tidur, dengan air mata yang mengalir ia terduduk di pintu kamar.Isakannya tak terhenti, ia menjambak rambutnya sendiri, ia merasa ada sesuatu yang lebih menakutkan daripada apa yang baru Steve lakukan, sebuah bayangan yang tak jelas namun terasa mengerikan.***Steve membuka matanya, kepalanya masih terasa sedikit pusing, mungkin karena sisa minuman keras semalam. Ia membersihkannya badannya lalu keluar kamar setelah berpakaian rapi dan langsu
"Di tambah ini, masakanku akan sedikit nikmat, ini tidak akan membunuhmu tapi hanya akan membuatnya sedikit berolahraga, hehehehe!" gumam Zira kembali sambil menaruh bubuk cabe pada masakannya.Zira menyelesaikan pekerjaan masaknya, membereskan dapur lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya, tidak lupa ia mengambilnya baju ganti terlebih dahulu.Di bawah guyuran air hangat yang jatuh dari shower di atas kepalanya, Zira menikmati kesegaran setelah beraktivitas di dapur yang membuatnya gerah.Setelah badannya terasa segar Zira duduk di ranjang menunggu Steve pulang, selang beberapa jam perutnya pun terasa perih. "Hmmm sudah hampir jam sepuluh tapi kenapa serigala itu belum pulang juga?" ucap Zira sambil memeluk perutnya yang ternyata sudah terasa lapar, ia enggan
Braaagg, Braaaag!Steve menggedor kamar Zira dengan kuat, "Gadis bodoh cepat keluar!" Steve berteriak memanggil Zira, namun tidak ada jawaban sedangkan pintu kamar masih terkunci."Apa kamu akan menentangku, buka pintunya sekarang atau aku akan masuk dan memaksamu untuk melayaniku!" Teriakan Steve tetap tidak mendapat jawaban juga, itu benar-benar membuatnya semakin murka."Dasar gadis sialan," ucap Steve sembari berjalan menuju sebuah laci meja, ia membuka laci tersebut dan mengambilnya kunci cadangan kamar tamu.Ckleeeeek!Pintu kamar terbuka, namun kamar itu tampaknya gelap mungkin karena Zira tak menyalakan lampu, Steve menyalakan lampu kamar ters
"Han bawa dokter bermulut bebek ini pergi, kupingku sudah mulai terasa panas," potong Steve. Doni hanya menggelengkan kepalanya sedangkan Han terkekeh melihat mereka berdua.Mereka melangkah hendak keluar, tapi Doni Tiba-tiba menoleh kembali ke arah Steve."Steve jangan...,""Aku akan transfer langsung."Doni mengacungkan jempolnya mendengar jawaban Steve, meski sebenarnya entah apa yang ingin ia katakan pada Steve tapi ia lebih memilih menyudahi percakapan karena Steve pun terlihat enggan berbicara banyak.Pintu lift tertutup Doni menoleh ke arah Han dan berbicara padanya, "Han apa kamu tau padahal tadi aku hanya ingin bilang padanya, agar jangan ter
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.