Chapter 15
HARI YANG BERAT
Setelah sarapan dan bersiap-siap, pelayan memasukkan bunga dan kendi air ke dalam mobil. Tanpa sepengetahuan Maudy, beberapa koper juga dimasukkan ke bagasi dan bagian belakang mobil.
Semua orang lebih banyak diam selama perjalanan. Maudy juga demikian. Dia beberapa kali melirik wajah Marcel yang terlihat dingin bahkan tadi di meja makan. Masalahnya, keluarganya tidak terlalu ambil hati dengan sikapnya. Tinggallah dia sendiri yang berkali-kali mulai mempertanyakan keputusannya untuk menjalani pernikahan sementara ini dengan laki-laki tersebut.
'Tidak, Maud! Kamu sama sekali tidak boleh menyesal atau mempertanyakan keputusan ini,' katanya dalam hati untuk mengingatkan dirinya sendiri.
Marcel yang sadar dilirik oleh istrinya, sengaja tidak menanggapi. Ada banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya saat ini. Banyak hal yang melibatkan perasa
Chapter 16TERHANYUT"Aku akan memperjelasnya kali ini," kata Marcel tanpa menoleh. "Aku memang sempat bimbang, namun sudah kutetapkan hatiku pada tujuan semula," sambungnya.Maudy terperangah dengan topik pembahasan Marcel yang tidak jelas dari tadi. Kebingungan di wajahnya semakin jelas bagai benang yang semakin kusut dan sudah tidak bisa diluruskan."A...apa maksudmu sebenarnya?" tanya Maudy dengan ekspresi antara kesal dan bingung. "Tadi, kamu menyinggung nenekmu yang meninggal dan mengatakan beliau yang paling penting. Aku tidak tahu apa alasan kamu membahas soal itu tiba-tiba. Dan... sekarang? Kamu ingin memperjelas katamu? Memperjelas apa?"Marcel tidak menjawab perkataan wanita itu. Dia merasa itu tidak perlu lagi. karena mereka sudah sampai di rumah. Marcel mematikan mesin mobil lalu memberikan kunci kepada sopirnya yang sudah datang menghampiri.Maudy mengikuti laki-laki itu untuk masuk ke dalam ru
Chapter 17 NYAWA DIBAYAR NYAWA Pagi-pagi sekali, Maudy terbangun. Dia duduk di sudut tempat tidur dalam hening. Minimnya lampu di kamar itu menarik dirinya dalam perenungan yang dalam. Tak bergerak, dia tenggelam dalam pikirannya. Wajahnya tertunduk dan kedua lengannya memeluk lutut dengan erat. Posisi itu dia pertahankan cukup lama. Suara hujan deras terdengar mengguyur atap rumah tanpa ampun. Angin kencang juga membuat suara ribut yang menakutkan. Maudy menghela napas lalu menarik selembar selimut untuk menghindari cuaca dingin. Untunglah ini hari Minggu. Seandainya ini hari kerja, aku harus meninggalkan tempat tidur segera, pikir wanita itu. Dipandanginya Marcel yang tertidur pulas di atas tempat tidur. Laki-laki itu masih terbuai dalam mimpi. Dengan perlahan, tangannya bergerak ke wajahnya. Beberapa butir air mata yang sempat terjatuh buru-buru dihapus olehnya. Seolah-olah dia takut bahwa jika dia benar-benar menangis, dia akan menyerah dan mati s
Chapter 18 HARI YANG SIBUK Wanita itu memeriksa penampilannya sejenak. Dia juga tidak lupa memeriksa segala keperluannya. Setelah itu, dia meminum segelas susu dan mengambil setangkup roti yang baru selesai dipanggang. Sambil berjalan, dia memakan roti itu. Maudy sengaja bertingkah seolah dia sudah terlambat masuk ke kantor sehingga para pelayan yang ditinggalkan mertuanya di rumah itu enggan untuk bertanya macam-macam. "Kalau Tuan bertanya, bilang saja aku sudah berangkat ke kantor," perintahnya. Entahlah! Maudy tidak yakin laki-laki itu akan bertanya atau tidak tentang dirinya hari ini. Dia bahkan tidak tahu laki-laki itu ada di mana sekarang. Yang perlu diingatnya adalah menjaga supaya para pelayan tidak mengetahui yang sebenarnya. "Baik, Nyonya." Maudy segera keluar. Tepat saat roti itu masuk ke mulut dalam suapan terakhir, taksi online yang sudah dipesan Maudy pun tiba. Mungkin, jika ada kesempatan, aku harus les mengemudi, pikirnya. Maud
Chapter 19PERTENGKARAN YANG TIADA HENTISuasana di dapur begitu sibuk dan pelayan terlihat kelelahan di mata Maudy. Dia bertanya-tanya mengapa tidak diizinkan untuk ikut menyiapkan makan malam atau mengerjakan pekerjaan lain. Dia juga ingin melakukan sesuatu."Maaf, Nyonya. Kalau Nyonya terlihat terlalu capek, maka segera kami akan menjadi pengangguran karena dipecat."Maudy mengerutkan kening dan mengangkat alis. "Apakah tuan mengancam kalian?""Hanya mengingatkan, Nyonya. Nyonya jangan melakukan apa pun. Biar kami saja."Saat mendengar jawaban para pelayan, Maudy untuk pertama kalinya merasa seperti nyonya besar seperti kisah yang ditontonnya dalam drama Korea yang dibagikan Lira padanya. Apakah sekarang dia harus bangga?Wanita itu hampir tertawa karena membayangkan hidup dalam drama Korea dan memanggil Marcel dengan sebutan "Oppa". Namun, bukankah
Chapter 20MALAM PANASAngin berembus dingin dari sela-sela tirai jendela. Astaga! Sejak kapan udara menjadi sedingin ini? Tadinya Maudy membuka jendela karena udara terasa gerah. Namun, kini dia mulai menutup badannya dengan selimut tipis.Maudy benar-benar berkonsentrasi pada pekerjaan di hadapannya supaya nantinya dia punya banyak waktu untuk mengunjungi adiknya. Akibatnya, dia sama sekali tidak tahu bahwa seseorang yang berbaring di belakangnya mengamatinya sejak tadi.Hanya menyuruh dia berhenti bekerja dan beristirahat, apa susahnya sih? pikir Marcel kesal pada dirinya sendiri.Dia merasa tidak nyaman melihat ada yang masih bekerja di tengah malam begini. Apalagi seseorang tersebut terlihat menahan rasa dingin dengan selimut yang tidak mungkin bisa menghangatkan badan jika jendela tidak ditutup."Apa kamu tidak bisa membedakan siang atau malam?" tanya Mar
Chapter 21PERHATIANNYA SUAMIKUMaudy berdiri beberapa saat di depan barisan pakaian. Seluruh pakaian yang disediakan atas perintah Marcel memenuhi ruangan itu. Dia melongo melihat begitu banyak pakaian yang tersedia meskipun belum bisa dibandingkan dengan barisan pakaian, sepatu, dan jam tangan Marcel.Dengan hati masih takjub dan rasa tidak percaya, Maudy mengamati kembali seluruh isi ruangan itu. Ruangan yang luas itu sudah seperti butik besar.Kemarin, sepertinya para pelayan menggunakan cukup banyak waktu untuk mengerjakan semua ini."Mengapa tidak segera keluar? Aku mau mengganti pakaian."Marcel sudah muncul dari pintu dengan tubuh bagian bawah terlilit handuk sementara tubuh bagian atas terbuka begitu saja."Ini...," kata Maudy ragu-ragu."Mengapa? Kamu ingin ruangan pakaian yang terpisah? Aku rasa memang seharu
Chapter 22Kunjungan Sang CEO'Mengapa akhir-akhir ini aku begitu salah tingkah berada di dekatnya?' pikir Maudy bingung.Dia tidak menduga bahwa dirinya akan begitu mudah terpikat pesona palsu pria berdarah dingin itu. Berkali-kali Maudy mengingatkan dirinya bahwa laki-laki itu hanya ingin memanfaatkan dan membalas dendam padanya, tetapi berkali-kali juga hatinya yang lemah berusaha membela pria itu.Wajah Maudy memerah mengingat kecupan mesra Marcel di keningnya."Mengapa pikiranku malah dipenuhi hal itu, sih?" gerutu Maudy.Tanpa sadar Maudy mencoret kertas yang ada di hadapannya."Ya, ampun. Sepertinya, aku harus ulang lagi dari awal," sesal wanita itu sembari menukar kertas di hadapannya dengan yang baru."Mau berapa kali kamu membuang kertas? Pemborosan itu," goda Poly dengan alis terangkat.&nb
Chapter 23KASTAMaudy sudah selesai presentasi. Meskipun penampilannya sangat bagus, eksekutif yang hadir tidak memberikan respon apa-apa. Mereka menatap Marcel yang berekspresi datar. Kiara duduk dengan tenang di sebelahnya.Marcel sengaja memberikan beberapa pertanyaan yang dapat dijawab Maudy dengan baik.'Ugh! Apakah Marcel sedang berusaha mempersulitku?' Maudy merasa keringat dingin mengalir di tengkuknya.Sesungguhnya, kegiatan ini termasuk kegiatan yang jauh dari bayangan orang-orang. Kejadian yang tidak biasa. Bagaimana mungkin CEO grup Ferrore bisa tiba-tiba hadir di sini?Awalnya pihak perusahaan yang ditempati Maudy saat ini mengira pihak perwakilan atau salah satu eksekutif saja yang akan datang. Tentu saja sambutan tidak akan seperti yang diharapkan. Pimpinan perusahaan ini saja sedang tidak berada di tempat.
Chapter 39RAHASIA TERBONGKAR"Maksud Mama apa? Saya tidak paham," kata Maudy. "Marcel sudah menceritakan semuanya. Kamu tidak bisa mengelak lagi. Benar-benar penipu, kamu," maki Kirana. Tangan Maudy gemetar. Ponselnya hampir terjatuh. "Ma-Marcel mengatakan apa pada Mama?""Semuanya. Kalian benar menikah pura-pura, bukan? Dan kamu mau menikah dengan Marcel karena menginginkan uang dua puluh miliar. Wanita macam apa kamu? Selama ini kami sudah sangat percaya kepada kamu dan mau menerimamu apa adanya tanpa melihat latar belakangmu," kata Kirana, menyerang Maudy tiada habisnya.Hati Maudy terasa sakit seolah tertusuk pisau. Begitu teganya Marcel melakukan ini semua padanya. Baru saja dia ingin mempercayai laki-laki itu, tetapi pengkhianatan yang didapatnya kini. Air mata jatuh di wajah Maudy. Dia sungguh sedih dan terluka."Bisakah aku bicara dengannya, Ma? Setelah itu, aku akan menjelaskan semuanya," pinta Maudy. Sekuat mungkin dia menekan nada gemetar dalam suaranya. "Tidak perlu
Chapter 38DONOR UNTUK ALYSAMaudy tidak di sini. Kenyataan itu membuat Marcel tidak puas. Mulutnya menghela napas berkali-kali.Sejak tadi, dia sudah membayangkan pelukan hangat wanita itu sat dia menjemputnya ke bandara, tetapi hal itu tidak akan terjadi hari ini.Marcel menatap jauh keluar jendela. Bayangan malam beradu dengan kelap-kelip lampu perkotaan. Di bawah sana, bayangan pohon-pohon hias meninggalkan area-area gelap nan misterius. Setelah mendengar Maudy tidak akan jadi datang malam hari ini, Marcel sudah memutuskan menikmati malam ini sendirian. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua hal terasa tidak menarik. Dalam pikiran hanya ada Maudy dan rindu yang menyesakkan dalam dadanya. Melihat semua hal yang berada di dalam kamar ini juga hanya mengingatkan dirinya saat Maudy membalas pelukannya. Dia ingin merengkuh wanita itu erat--erat, di sini, saat ini juga!"Argh! Aku bisa gila," kata Marcel, memutar badan tiba-tiba. Beberapa lembar file yang dipegangnya s
Chapter 37ADA PENYUSUP LAIN"Kakek!"Marcel yang baru saja membuka pintu kamar segera berlari memeluk Hartono, kakeknya itu, yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil membaca koran."Kamu baru tiba?" tanya Hartono gembira. Rambutnya yang memutih terlihat jauh lebih panjang daripada saat meninggalkan Indonesia."Tidak. Aku baru menyelesaikan pertemuan bisnis barulah datang ke sini," jawab Marcel.Kakek menatap Marcel penuh rasa rindu. Dia sungguh bangga karena cucunya ternyata mandiri meskipun tiba-tiba dijadikan CEO sementara."Untunglah Kakek sudah sembuh," kata Marcel. Ditariknya koran itu dari tangan kakeknya. "Kakek seharusnya istirahat dengan benar. Kakek masih dalam tahap pemulihan, bukan?"Kakek terkekeh."Iya. Kakek baru pegang koran ini. Kakek hanya melihat-lihat judulnya saja."
Chapter 36SENI MEMBUNUHBety Nioma terduduk dalam ruangan tanpa cahaya sedikit pun. Matanya juga tertutup oleh seutas kain hitam tebal. Kedua tangannya terikat ke belakang, tersambung dengan sandaran kursi kayu yang didudukinya sejak tadi malam.Mulutnya terkunci rapat. Dia sudah lelah berteriak minta tolong dan berusaha melepaskan diri hingga kehilangan seluruh tenaganya.Awalnya, dia mengira bahwa semua ini hanyalah salah satu cara bercanda para senior padanya. Dia sempat tertidur. Setelah terbangun dan menyadari bahaya sebenarnya, barulah dia berteriak dan berusaha memberontak. Sayangnya, itu semua hal yang sia-sia.Kini dia sadar telah diculik dan orang yang menculiknya tidak berniat melepaskan dirinya begitu saja. Apa yang harus dia lakukan?Kali ini, dia ingin sekali ke kamar mandi. Dia terlihat gelisah dan terus menggerakkan tubuhnya. 
Chapter 35PENYUSUP"Apa tidak masalah bos pergi tanpa memberitahu apa-apa, pada Nyonya? Bukankah bos sedang berusaha memperbaiki hubungan dengannya?" tanya Kevin."Hubungan kami bisa dikatakan semakin membaik," jawab Marcel semringah.Kevin menatap Marcel dengan curiga."Oh, ada sesuatu yang terjadi rupanya kemarin? Berarti laporanku yang sudah melebihi tebal skripsi itu sudah berhasil menunjukkan manfaatnyakah?!" ucap Kevin."Aku mau mengucapkan terima kasih soal itu. Ada juga manfaat kemampuan detektifmu," kata Marcel sambil mengedipkan matanya."Apa-apaan itu? Aku masih normal," kata Kevin dengan menampilkan ekspresi jijik. "Jangan lupa janjimu. Bonus dan asisten...," kata Kevin."Asisten memangnya perlu asisten? Masa jeruk minum jeruk?" goda Marcel kepada sahabatnya sejak kecil itu.
Chapter 34HATI DI ATAS RANJANG 2"Itu... Aku hanya mencoba untuk bersikap romantis," kata Marcel dengan malu-malu.'Ternyata Marcel bisa bersikap malu-malu juga,' pikir Maudy.Maudy menahan dirinya atas banyak pertanyaan yang timbul di benaknya dan mengizinkan Marcel memberikan perhatian yang diinginkan. Dia ingin menikmati saja makan malam ini dengan baik. Dia merasa lapar seharian ini. Dia bahkan tidak ingat untuk makan siang karena kasus di kantor tadi."Tambah lagi, ya. Aku memasak banyak," kata Marcel menawarkan.Sejujurnya, Maudy masih kurang yakin Marcel yang memasak makanan seenak ini. Namun, bagaimana pun ini semua tetaplah usahanya. Maudy tidak ingin menghancurkannya.Maudy mengambil sedikit makanan lagi ke piringnya lalu memakannya dengan lahap. Dia tidak berpikir untuk bersikap malu-malu karena itu bukan gayanya. Dia termasuk o
Chapter 33HATI DI ATAS RANJANG"Kamu sudah datang, Sayang," sambut Marcel di depan pintu.Maudy tidak bisa sembarangan bertindak di sini karena para pelayan sedang mengawasi. Inikah tujuan laki-laki ini meminta sopir menjemput Maudy untuk kembali ke rumah utama? Apakah supaya Maudy menuruti keinginannya?"Jangan sentuh. Aku kotor baru dari luar. Pasti banyak debu di pakaianku," kata Maudy untuk mengelak dari sentuhan Marcel.Maudy terpaksa memberikan seulas senyum di bibirnya."Tidak apa-apa. Aku juga belum mandi, Sayang. Aku hanya merindukanmu," kata Marcel yang tiba-tiba menarik tubuh Maudy ke dalam pelukannya.Mau tidak mau, Maudy terpaksa membalas pelukan itu. Sementara pelayan berbisik senang. Bagaimana tidak, mereka baru saja bersandiwara mengatakan baru pulang tadi pagi dari liburan bersama, tetapi sore hari ini sudah langsung
Chapter 32RAHASIA SANG CEOKayla baru saja meninggalkan ruangan karena ada hal penting yang harus dibicarakan dengan departemen lain. Semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing ketika Lira mendadak membuat keributan."Gila," teriak Lira tiba-tiba.Suara teriakan Lira membuat semua orang terkejut. Mereka ingin tahu apa yang membuatnya seribut itu."Buka ponsel kalian. Dah banyak keluar berita dan videonya. Di televisi juga," katanya. "Tentang CEO Ferrore Grup.""Ada apa?"Maudy membuka ponselnya dan mengetikkan kata kunci. Puluhan postingan tentang Marcel langsung muncul."Jadi...dia sudah menikah? Betulan?" seru Vivian.Maudy merasa panas dingin. Dia menonton video pengakuan Marcel di depan pers."Jangan ribut...aku mau dengar siapa istrinya," ucap Lira
Chapter 31 RENCANA BESAR Mobil warna hitam baru saja memasuki pekarangan. Maudy yang sudah selesai bersiap-siap mau pergi ke kantor langsung meraih tasnya dan keluar. "Kevin? Mengapa kamu yang datang?" tanya Maudy. Dia terlihat bingung. "Aku yang memintanya. Sopir kamu sedang kurang enak badan." "Sopir bukan hanya satu orang, bukan?" tukas Maudy. "Mereka sedang ada pekerjaan lain. Jadi, Kevin yang akan membawa kita," kata Marcel lalu masuk ke mobil. Maudy bergeming. Dia tidak ada niat mengikuti permainan suaminya itu. "Bukankah mobilmu ada di garasi? Mengapa tidak bawa sendiri?" "Ah, mobilku sedang ada sedikit masalah. Kalau tidak aku akan meminta Kevin naik busway saja dan membawa kita pakai mobil yang itu," kata Marcel mencoba meyakinkan Maudy.