"Cepat cari! Dia pasti masih di sekitar sini. Jangan biarkan dia lolos begitu saja, kita akan dipenggal oleh Tuan Max!" pekik sekumpulan orang bersenjata di dalam gang gelap.
"Sialan! Mereka terus saja mengejarku!" umpat seorang pria yang berjalan terpincang-pincang, sebab kakinya terkena timah panas yang ditembakkan oleh musuh-musuh yang masih mengejarnya.
"Cepat cari lagi! Malam ini kita harus menemukannya!" seru salah seorang pria yang memimpin kawanan mafia itu. "Sejak lama dia sudah ditargetkan oleh Tuan Max. Sangat susah mendapatkan kesempatan seperti ini lagi. Maka dari itu, malam itu kita harus memburunya sampai dapat!" imbuh pria itu menyemangati anak buahnya yang lain.
"Cari ke sana!" suara kawanan para musuh pria itu semakin mendekat.
Pria bernama Hansel yang sedang dikepung oleh anak buah musuhnya itu mulai kebingungan mencari tempat persembunyian. Dia melihat ke segala penjuru, tidak menemukan tempat aman yang bisa dijadikan tempat persembunyiannya.
"Sial! Apa aku harus mati hari ini? Lalu, bagaimana dengan Kakekku?" gumamnya, meskipun dia tidak menemukan tempat persembunyian yang bagus, tapi dia tetap berjalan ke depan. Hingga akhirnya, matanya melihat sebuah area perumahan yang berada tepat di ujung gang tersebut.
"Sepertinya aku bisa bersembunyi di sana." Hansel semakin mempercepat jalannya, meskipun tertatih-tatih, dia tetap berusaha sekuat mungkin dengan tenaga yang tersisa.
Hansel tiba di depan sebuah rumah sederhana. Tenaganya sudah terkuras habis. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengetuk pintu rumah itu dan akan menumpang untuk bersembunyi sebentar saja.
Tok!
Tok!
Tok!
Tiga kali Hansel mengetuk pintu rumah itu, namun tidak ada pergerakan apapun. Sedangkan suara kawanan musuh yang mengejarnya sudah semakin mendekat.
Hansel mengetuk pintu rumah itu semakin kuat, ketukan yang ketiga, akhirnya pintu itu terbuka. Seorang wanita muda berdiri di ambang pintu, memperhatikan Hansel dari atas ke bawah.
"Siapa yang Anda cari, Tuan?" tanya wanita itu terdengar sopan.
Hansel melihat ke belakang, kawanan musuh itu mulai terlihat. Hansel melepaskan jaket yang dia kenakan dan melemparkannya ke dalam rumah gadis itu, membuat gadis itu berteriak memarahi tindakan Hansel, "Hey, apa yang kau lakukan? Kenapa kau melemparkan jaketmu ke dalam rumahku? Ambillah, Tuan, aku tidak membutuhkannya!" omel wanita muda bernama Greya itu.
"Sudah tidak ada waktu lagi. Maaf, aku terpaksa melakukannya," ucap Hansel. Tanpa basa-basi Hansel langsung menghimpit tubuh Greya ke dinding dan melumat bibir wanita itu. Mata Greya terbelalak, dia tidak percaya, di tengah malam, ada pria asing yang tiba-tiba menciumnya tanpa persetujuan darinya.
Greya memukul-mukul pelan dada Hansel. Namun, Hansel malah bertindak semakin kurang ajar, dia meremas-remas bokong dan bukit sintal Greya.
'Dasar pria mesum kurang ajar!' maki Greya dalam hati.
Kawanan musuh Hansel semakin mendekat. Mereka memperhatikan Hansel dan Greya yang berciuman di depan pintu. Kemudian, mereka kompak menertawakan pasangan yang sedang berciuman itu. Ciuman mereka juga terlihat sangat mesra, Hansel memang benar-benar mencium Greya denga nafsu yang sudah memuncak. Entah kenapa, ciuman yang awalnya dia lakukan untuk menyelamatkan diri, malah membuatnya merasa candu dengan bibir yang dirasa manis itu.
"Hahaha. Sepertinya, mereka sudah tidak sabar lagi. Sampai berciuman di depan pintu seperti itu!" seru salah satu dari mereka.
"Ya, kau benar. Tiba-tiba aku jadi menginginkan ciuman dari Ayangku juga," timpal yang lainnya.
"Sudah, sudah, biarkan saja mereka. Tujuan kita mencari Hansel, bukan mengintip orang yang sedang berciuman!" bentak Riko, raut wajah menyeramkannya membuat anak buahnya langsung takut dan menunduk.
Mereka mulai bergerak, melanjutkan pencarian penting yang sempat tertunda.
Setelah kawanan musuh pergi, Hansel melepaskan pagutan mereka. Meskipun dia merasa tidak rela, tapi dia tetap melepaskan gadis yang telah dianggapnya sebagai penyelamat.
Plak!
Greya menampar pipi Hansel, dia juga menendang kaki Hansel yang sedang terluka.
"Keterlaluan! Dasar pria mesum tidak berotak!" maki Greya.
"Aw!" Hansel menjerit pelan, dia merapatkan giginya guna untuk menahan sedikit rasa sakit yang sedang dia rasakan.
Melihat perubahan raut wajah Hansel yang tak biasa, Greya mulai khawatir. Sejurus kemudian, dia baru mengerti alasan Hansel menciumnya barusan.
"Tua-tuan, Anda kenapa?" tanya Greya cemas.
"Aku tidak apa-apa. Terima kasih untuk pertolonganmu tadi. Maaf, karena aku berbuat lancang padamu," ucap Hansel.
Greya melihat ke bawah, darah mengucur deras dari kaki Hansel. Matanya langsung terbelalak kaget, "Tuan, Anda sedang terluka. Ayo masuk, aku akan mengibatimu!" seru Greya, dia juga merasa bersalah karena menendang kaki Hansel tadi.
'Luka itu semakin parah, pasti karena tendanganku tadi. Oh, Tuhan, aku sangat bersalah!'
"Tidak apa-apa, aku langsung pulang saja. Aku tidak mau merepotkanmu lebih jauh lagi," tolak Hansel. Sebenarnya, dia sedang menahan gairah yang mulai menjalar dalam dirinya. Jika dirinya sedang tidak terluka, dia pasti akan langsung menggagahi Greya secara paksa.
"Aku seorang Dokter. Biarkan aku mengobati lukamu, Tuan. Besok pagi, kau bisa pergi. Aku tidak merasa direpotkan kok," tangkasnya.
Hansel hendak menolak lagi. Namun, bibirnya yang sudah membiru, tidak dapat mengucapkan sepatah katapun lagi. Kepalanya mulai terserang pusing.
"Tuan, kau sudah kehilangan banyak darah. Jika kau menunda lebih lama lagi, kau bisa kehilangan nyawamu!" tukas Greya. "Setelah musuhmu menemukanmu, mereka hanya memijakmu sekali, kau pasti langsung mati!" imbuhnya.
"Ba-bawa aku masuk!" pintanya, tubuhnya sudah sangat lemas, Greya bisa merasakan itu saat dia membopong tubuh Hansel masuk ke dalam rumahnya.
Greya membawa Hansel masuk. Dia membaringkan tubuh Hansel di atas ranjang miliknya. Kebetulan, rumahnya hanya memiliki satu kamar. Jadi, agar Hansel tidak kedinginan dan menyebabkan pria itu demam, maka Greya lah yang akan mengalah untuk malam ini.
"Sepertinya, aku hanya bisa menggunting celananya," gumam Greya.
Tanpa menunggu lagi, Greya langsung mengambil perlengkapannya. Dia mulai menjalankan operasi kecil untuk kaki Hansel yang terluka.
"Ada tiga peluru. Jika orang lain yang terkena, pasti sudah mati. Dia kuat sekali," gumam Greya.
*****
Selesai berkutat dengan pisau-pisau bedahnya, Greya menyandarkan tubuhnya. Meskipun hanya operasi kecil, tetapi, karena dia melakukannya sendiri, rasa lelah tetap bertengger di tubuhnya. Dia memandangi wajah Hansel yang masih memejamkan matanya. Perawakan pria itu mendebarkan jantungnya. Ketika dia mengingat saat Hansel menciumnya tadi, wajahnya kembali memerah. Bukan perasaan kesal yang dia rasakan, tapi rasa malu yang menjalar di hatinya.
"Ciuman pertamaku," ucap Greya memegangi bibirnya.
Dia kembali melihat Hansel, pria itu masih dalam pengaruh obat bius.
"Wajahnya sangat tampan. Hidungnya sangat mancung, alisnya sangat rimbun, menggambarkan ketegasannya. Wajahnya menjadi pemikat tersendiri," ucapnya lagi.
Saat Greya masih sibuk mengamati wajah Hansel, tiba-tiba pria itu membuka matanya. Pertanyaan Hansel membuat Greya semakin gugup, "Kenapa kau terus menatapku? Apa aku setampan itu, hingga segampang itu memikatmu?"
"Apa? Kau pikir kau sangat tampan? Mungkin, wanita lain langsung menggilaimu, tapi aku tidak!" tangkas Greya, dia mampu menutupi wajahnya yang memerah dari siapapun, tapi tidak dari Hansel, sang Cassanova yang telah menjelajahi lautan wanita."Begitu kah?" tanya Hansel dengan senyuman meledek."Minum obatnya! Jangan sampai kau demam dan kembali merepotkanmu lagi. Besok pagi, kau harus sudah keluar dari rumahku!" omelnya, berusaha mengalihkan pembicaraan."Baik, Bu Dokter!" jawab Hansel sembari tersenyum simpul.Greya menghela nafas panjang. Menghadapi pria yang kepercayaan dirinya tinggi, memang membutuhkan kesabaran seluas lautan. "Untung saja, setelah malam ini, aku tidak akan bertemu lagi dengannya." Greya mengambil selimut tebal, dia memutuskan untuk tidur di sofa luar saja. Hansel mengamati pergerakan Greya, dia sudah tau apa yang dilakukan wanita itu. Tapi, entah kenapa, dia memiliki kesenangan baru, yaitu menggoda wanita yang telah menyelamatkan hidupnya itu."Untuk apa kau m
"Grey? Kenapa kamu tidak menyahut? Apa kamu ada di dalam?" panggil pria itu lagi. Tak lama kemudian, ponsel Greya yang berada di atas meja makan berdering. Suara ponsel Greya terdengar sampai keluar."Grey, kamu ada di dalam tidak?" tanya pria itu lagi mulai panik."Lepaskan aku, pria mesum!" bentak Greya kesal."Baiklah. Aku tidak jadi memakanmu sebagai sarapan pagi," ucapnya yang langsung melepaskan pegangannya dari tubuh Greya."Pinjamkan ponselmu!" pintanya sambil menengadahkan tangannya."Untuk apa?" tanya Greya meningkatkan rasa kewaspadaannya."Aku mau menghubungi orangku untuk menjemputku di sini. Apa kau kau mau menampungku sampai aku sembuh? Kalau begitu, aku akan menumpang di sini dengan senang hati!" Hansel memperlihatkan sederet giginya. Meskipun terlihat menyebalkan, tetapi wajahnya sangat tampan. Namun, tetap saja Greya tidak terpesona. Aura menyebalkan lebih mendominasi."Menumpang? Enak saja. Pergi sana!" Greya menolak tubuh Hansel sampai terduduk di ranjang. Hansel
Mendengar penuturan Greya, Jo menurunkan tangannya. Dia menggenggam kedua tangan Greya dan memohon maaf pada wanita itu."Grey, aku mohon maaf. Selama ini aku khilaf, aku tidak sadar telah menyakiti hatimu, Grey! Kumohon maafkan aku!" mohon Jo memelas.Greya tersenyum samar, berulang kali dia sudah dibohongi oleh pria itu. Entah kenapa dia memilih bertahan dan memaafkan meski kerap kali dia dikasari dan diduakan. Entah karena dia yang terlalu mencintai, atau memang karena bodoh. "Aku ini laki-laki normal, Grey. Aku butuh wanita untuk menyalurkan keinginan biologisku. Kamu tidak pernah mau memberikan apa yang aku inginkan. Jadi, aku terpaksa mencari wanita lain di luaran sana untuk memuaskan aku. Kumohon maafkan aku, Grey! Jika saja kamu bisa menuruti keinginanku, mungkin aku tidak akan seperti itu," ujar Jonathan.Greya memejamkan matanya sesaat, dia tersenyum sinis pada pria yang telah menemani hari-harinya selama lima tahun ini. Bukan hanya kebahagiaan yang diberikan Jo, tetapi jug
"Dasar cucu sialan! Aku sudah tua begini masih saja mau kau korbankan!" omel kakek itu."Tuan, Bayu, ini tongkat Anda!" ucap asisten Alex menyerahkan tongkat milik Bayu.Bayu langsung merampas tongkatnya, dia sudah terlalu tua, untuk berjalan pun kesusahan. Malah menjadi sasaran musuh-musuh cucunya."Kau lihat, karena dirimu, supirku dan seorang gadis menjadi korbannya! Kau ini, kalau berbisnis yang benar-benar saja. Kenapa saingan bisnismu bisa sampai mencelakaiku juga?" omelnya, menatap cucunya yang terdiam dengan sorot mata tajam. Bayu tidak tahu, kalau yang tadi menyerangnya bukanlah saingan bisnis Hansel, tetapi rival Hansel sesama ketua mafia di dunia hitam."Maaf, Kek, aku pastikan lain kali hal seperti ini tidak akan terjadi lagi!" ucap Hansel memohon maaf pada sang Kakek yang siap meledakkan omelannya."Kau benar-benar tidak kasihan padaku. Untuk berjalan saja aku kesusahan. Tapi, kau malah mengorbankan aku!" ketusnya, emosinya belum mereda sedikitpun. "Gara-gara dirimu, seor
"Dasar cucu sialan! Aku sudah tua begini masih saja mau kau korbankan!" omel kakek itu."Tuan, Bayu, ini tongkat Anda!" ucap asisten Alex menyerahkan tongkat milik Bayu.Bayu langsung merampas tongkatnya, dia sudah terlalu tua, untuk berjalan pun kesusahan. Malah menjadi sasaran musuh-musuh cucunya."Kau lihat, karena dirimu, supirku dan seorang gadis menjadi korbannya! Kau ini, kalau berbisnis yang benar-benar saja. Kenapa saingan bisnismu bisa sampai mencelakaiku juga?" omelnya, menatap cucunya yang terdiam dengan sorot mata tajam. Bayu tidak tahu, kalau yang tadi menyerangnya bukanlah saingan bisnis Hansel, tetapi rival Hansel sesama ketua mafia di dunia hitam."Maaf, Kek, aku pastikan lain kali hal seperti ini tidak akan terjadi lagi!" ucap Hansel memohon maaf pada sang Kakek yang siap meledakkan omelannya."Kau benar-benar tidak kasihan padaku. Untuk berjalan saja aku kesusahan. Tapi, kau malah mengorbankan aku!" ketusnya, emosinya belum mereda sedikitpun. "Gara-gara dirimu, seor
Mendengar penuturan Greya, Jo menurunkan tangannya. Dia menggenggam kedua tangan Greya dan memohon maaf pada wanita itu."Grey, aku mohon maaf. Selama ini aku khilaf, aku tidak sadar telah menyakiti hatimu, Grey! Kumohon maafkan aku!" mohon Jo memelas.Greya tersenyum samar, berulang kali dia sudah dibohongi oleh pria itu. Entah kenapa dia memilih bertahan dan memaafkan meski kerap kali dia dikasari dan diduakan. Entah karena dia yang terlalu mencintai, atau memang karena bodoh. "Aku ini laki-laki normal, Grey. Aku butuh wanita untuk menyalurkan keinginan biologisku. Kamu tidak pernah mau memberikan apa yang aku inginkan. Jadi, aku terpaksa mencari wanita lain di luaran sana untuk memuaskan aku. Kumohon maafkan aku, Grey! Jika saja kamu bisa menuruti keinginanku, mungkin aku tidak akan seperti itu," ujar Jonathan.Greya memejamkan matanya sesaat, dia tersenyum sinis pada pria yang telah menemani hari-harinya selama lima tahun ini. Bukan hanya kebahagiaan yang diberikan Jo, tetapi jug
"Grey? Kenapa kamu tidak menyahut? Apa kamu ada di dalam?" panggil pria itu lagi. Tak lama kemudian, ponsel Greya yang berada di atas meja makan berdering. Suara ponsel Greya terdengar sampai keluar."Grey, kamu ada di dalam tidak?" tanya pria itu lagi mulai panik."Lepaskan aku, pria mesum!" bentak Greya kesal."Baiklah. Aku tidak jadi memakanmu sebagai sarapan pagi," ucapnya yang langsung melepaskan pegangannya dari tubuh Greya."Pinjamkan ponselmu!" pintanya sambil menengadahkan tangannya."Untuk apa?" tanya Greya meningkatkan rasa kewaspadaannya."Aku mau menghubungi orangku untuk menjemputku di sini. Apa kau kau mau menampungku sampai aku sembuh? Kalau begitu, aku akan menumpang di sini dengan senang hati!" Hansel memperlihatkan sederet giginya. Meskipun terlihat menyebalkan, tetapi wajahnya sangat tampan. Namun, tetap saja Greya tidak terpesona. Aura menyebalkan lebih mendominasi."Menumpang? Enak saja. Pergi sana!" Greya menolak tubuh Hansel sampai terduduk di ranjang. Hansel
"Apa? Kau pikir kau sangat tampan? Mungkin, wanita lain langsung menggilaimu, tapi aku tidak!" tangkas Greya, dia mampu menutupi wajahnya yang memerah dari siapapun, tapi tidak dari Hansel, sang Cassanova yang telah menjelajahi lautan wanita."Begitu kah?" tanya Hansel dengan senyuman meledek."Minum obatnya! Jangan sampai kau demam dan kembali merepotkanmu lagi. Besok pagi, kau harus sudah keluar dari rumahku!" omelnya, berusaha mengalihkan pembicaraan."Baik, Bu Dokter!" jawab Hansel sembari tersenyum simpul.Greya menghela nafas panjang. Menghadapi pria yang kepercayaan dirinya tinggi, memang membutuhkan kesabaran seluas lautan. "Untung saja, setelah malam ini, aku tidak akan bertemu lagi dengannya." Greya mengambil selimut tebal, dia memutuskan untuk tidur di sofa luar saja. Hansel mengamati pergerakan Greya, dia sudah tau apa yang dilakukan wanita itu. Tapi, entah kenapa, dia memiliki kesenangan baru, yaitu menggoda wanita yang telah menyelamatkan hidupnya itu."Untuk apa kau m
"Cepat cari! Dia pasti masih di sekitar sini. Jangan biarkan dia lolos begitu saja, kita akan dipenggal oleh Tuan Max!" pekik sekumpulan orang bersenjata di dalam gang gelap."Sialan! Mereka terus saja mengejarku!" umpat seorang pria yang berjalan terpincang-pincang, sebab kakinya terkena timah panas yang ditembakkan oleh musuh-musuh yang masih mengejarnya."Cepat cari lagi! Malam ini kita harus menemukannya!" seru salah seorang pria yang memimpin kawanan mafia itu. "Sejak lama dia sudah ditargetkan oleh Tuan Max. Sangat susah mendapatkan kesempatan seperti ini lagi. Maka dari itu, malam itu kita harus memburunya sampai dapat!" imbuh pria itu menyemangati anak buahnya yang lain."Cari ke sana!" suara kawanan para musuh pria itu semakin mendekat.Pria bernama Hansel yang sedang dikepung oleh anak buah musuhnya itu mulai kebingungan mencari tempat persembunyian. Dia melihat ke segala penjuru, tidak menemukan tempat aman yang bisa dijadikan tempat persembunyiannya."Sial! Apa aku harus m