Share

Bab 98

last update Last Updated: 2025-01-04 19:13:21

Beberapa detik yang membuat jantungku seperti berhenti berdetak. Sesaat kutatap sepasang manik indah lelaki di sampingku. Lelaki yang kini telah berhasil mencuri hatiku.

Ia baru saja menciumku di sini. Jauh dari permukaan tanah, disaksikan ribuan bintang di langit dan lautan manusia di bawah sana.

Lelaki itu meraih pinggangku, dan untuk kedua kalinya ia menipiskan jarak di antara kami dan mengecup bibirku dengan lembut. Ah … tidak, kecupan lembut itu berubah menjadi lumatan yang penuh gairah.

Klik!

“Hei, apa yang kalian berdua lakukan?” tanya sang petugas saat membuka pintu bianglala dengan ekspresi terkejut.

Mendengar suara itu, tentu saja kami langsung saling melepaskan diri. Rasanya seperti … seekor kucing yang sedang tertangkap basah berada di atas meja makan dan menikmati seekor ikan goreng.

Malu? Tentu saja. Aku harap semua ini hanyalah mimpi dan aku terbangun di atas kasurku sebentar lagi. Tapi sesaat kemudian pintu itu kembali tertutup.

“Oke, satu putaran lagi buat kalian
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menikahi Guru Killer   Bab 99

    Udara terasa semakin dingin saat pagi menjelang. Hangatnya tubuh dan lembab kulitnya, masih enggan kulepaskan dari pelukanku. Detak irama jantungnya terdengar jelas di telingaku. Bahkan aroma tubuh maskulinnya tercium dengan jelas oleh indraku. “Alea, kamu belum tidur?” Suara itu terdengar lembut, seakan takut mengusikku yang masih berada dalam dekapannya. “Hmm …” sahutku dengan tenaga yang tersisa, “mana bisa aku tidur setelah kena jurus serangan tanpa bayanganmu barusan.”Lelaki itu tergelak. Namun sesaat kemudian ia terdengar mulai serius. “Sebelum kuliahmu dimulai, kenapa kita tidak pergi ke suatu tempat, menghabiskan waktu berdua tanpa memikirkan apapun. Hanya berdua saja,” ucap Pak Jonathan tiba-tiba. “Seperti saat ini?” tanyaku.“Tidak. Lebih dari ini. Mungkin seminggu atau dua,” lanjutnya, “atau lebih.” “Seperti … bulan madu?” tanyaku lagi“Benar. Bulan madu. Kita belum melakukannya, kan?” lanjutnya lagi, “kamu mau?”“Nggak,” sahutku cepat.Pak Jonathan menghela napas. Se

    Last Updated : 2025-01-04
  • Menikahi Guru Killer   Bab 100

    “Apa? Bali?”“Iya. Aku sudah minta Anita untuk mempersiapkan semua akomodasi yang kita butuhkan,” ucap Pak Jonathan. Lelaki itu tampak bersemangat saat menceritakan niatnya. Kutatap daging salmon di atas hidangan sushi di piringku tanpa selera. Membayangkan indahnya pulau dewata yang mungkin hanya bisa kunikmati dari balik jendela kamar selama dua minggu, benar-benar membuatku semakin kesal. “Hei, dengar. Banyak tempat yang bisa kita kunjungi di sana. Nggak kalah sama luar negeri. Bahkan turis mancanegara saja, lebih memilih pulau itu sebagai destinasi mereka,” terang Pak Jonathan. “Iya, aku tahu,” keluhku, “asal kamu nggak kurung aku di kamar cuman buat jadi mesin pencetak bayi, aja.” “What?” pekik Pak Jonathan tiba-tiba, “jadi sedari tadi kamu mikirin itu? Aku cuma bercanda, Alea. Hei … aku itu sayang sama kamu. Yang aku pikirkan cuma bagaimana cara untuk membahagiakan kamu, Sayang.” Aku menatapnya dengan sudut mataku. “Sungguh? Tentang bayi itu, kamu nggak serius, kan?” “Asta

    Last Updated : 2025-01-05
  • Menikahi Guru Killer   Bab 101

    Aku jadi salah tingkah. Gimana tidak, Pak Jonathan seakan sengaja melakukan semua ini, seakan memamerkan kemesraan kami pada sang pemilik butik ini. “Well, semua sudah kami kemas dengan baik,” ucap wanita cantik berusia tiga puluhan itu, “selamat buat kalian berdua. Dan semoga kamu tidak akan pernah mengecewakannya, Jo.” “Terima kasih, Marsha,” ucap Pak Jonathan sembari menarik kartu itu dari tangan sang pemilik butik, “tentu saja aku tidak akan pernah mengecewakannya.”Entah kenapa aku merasa ada perasaan yang mengganjal di dalam hatiku. Apalagi saat melihat tatapan mereka bertemu. Seperti … mereka sudah lama mengenal satu sama lain. Bukan hanya itu. Mereka bahkan pernah akrab. Tapi … tidak. Bagaimana bisa aku mencurigai Pak Jonathan, sementara dia berusaha membuatku bahagia. Lelaki itu menggenggam tanganku dan membimbingku keluar dari butik khusus gaun pesta itu. Genggaman tangannya begitu erat, seakan takut akan kehilanganku. Tapi entah kenapa perasaanku semakin tak nyaman. Ra

    Last Updated : 2025-01-06
  • Menikahi Guru Killer   Bab 102

    “Ssst! Biarkan saja,” nasihat Pak Jonathan, “percuma kamu jelasin apapun. Malu dan buang-buang energi. Biar mereka tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi."" Tapi dia benar-benar hebat. Kabarnya ia meninggalkan perusahaan keluarganya demi cita-citanya menjadi guru, kan?” lanjut perempuan lainnya, “aku sempat melihat wajahnya di sampul sebuah majalah bisnis. CEO termuda di negara ini. Ah ... gadis itu sungguh beruntung menjadi istrinya."Wait! Jadi … mereka bukan membicarakan tentang kejadian waktu itu. Tapi tentang artikel lain yang tidak aku ketahui. Syukurlah. Tak ada yang perlu aku khawatirkan. Bahkan Pak Jonathan sudah menutup semua kejadian tak menyenangkan itu dengan prestasinya dalam dunia bisnis barunya. “Pak Jo, kamu lapar nggak?” tanyaku menyuarakan isi perut yang mulai protes minta diisi. “Kenapa? Kamu pingin makan sesuatu?” tanyanya.Aku menganggukkan kepalaku. “Ikan bakar?” Tebaknya, “mumpung lagi di sini, ayolah.”“Tapi aku pinginnya gurita asem manis.” “Hmm … aku

    Last Updated : 2025-01-07
  • Menikahi Guru Killer   Bab 103

    “Hah? Jadi … kamu sengaja datangi perempuan itu?” Suara Vena meninggi sesaat setelah aku menyampaikan semua kecurigaanku, “kamu ini emang, nggak ada kapoknya ya, Al.” “Memangnya seharusnya aku gimana?” tanyaku sesaat setelah menerima responnya, “masa sih aku mesti diem aja. Pasrah, walaupun liat kemungkinan suami aku disabotase.” Gadis itu mengangkat tangannya dan menyatukan jari telunjuk dan tengahnya, sebelum mendaratkannya di keningku. “Oneng … oneng! Itu namanya kamu nggak percaya sama suami kamu sendiri,” tegurnya. “Aduh! Sakit tau!” Aku mengusap keningku yang terasa sakit karena menjadi objek pendaratan jarinya.“Biarin! Biar kamu sadar kalo pernikahan itu nggak bakal berhasil kalo kamu nggak bisa percaya sama suami kamu sendiri.” “Heh! Aku ini teman kamu, Ven. Bukan Pak Jonathan. Kenapa kamu sekarang justru bela dia, sih?” protesku. “Justru karena aku temanmu, Alea. Aku harus lurusin jalan kamu yang mulai menyimpang,” balasnya, “heran. Kenapa kamu jadi pekok gini sih?” “

    Last Updated : 2025-01-08
  • Menikahi Guru Killer   Bab 104

    “Kamu pilih dia atau tetep sama aku?”“Alea … Alea, plis … jangan mulai lagi deh.”“Apa … aku kenal sama dia?” tanyaku lagi.“Siapa? Mantan aku?” tegasnya, “kamu ini kenapa, kok tiba-tiba ngerajuk seperti ini?”Lelaki itu meletakkan tangannya di keningku, seperti sedang memeriksa kesehatanku. Tentu saja aku sehat, yang sedang sakit itu mentalku. Nggak tau kenapa akhir-akhir ini rasa percaya diriku berkurang, bahkan aku takut kalau perasaan suamiku berubah padaku.“Aku pernah ketemu sama dia?” “Alea … kamu mau aku ingat lagi masa lalu aku?” tanyanya kemudian, “aku sudah lupakan semuanya dan hanya kamu satu-satunya wanita dalam hidupku. Apa kamu yakin memintaku mengingat masa laluku?”Aku menelan kasar salivaku. “Sebuah penolakan dengan alasan yang sangat masuk akal. Walau aku yakin, sekarang pun kamu masih ingat sama dia.”“Alea.”“Orang bilang, cinta pertama itu nggak akan pernah terlupakan.” “Seperti kamu nggak akan melupakan Doni,” timpalnya. Aku mendengus kesal. “Setidaknya Doni

    Last Updated : 2025-01-09
  • Menikahi Guru Killer   Bab 105

    “Lalu kamu jawab apa?”“Ya … nggak mungkinlah. Emang aku keliatan macam cewek nggak setia, gitu?” Vena tertawa terkekeh. “Apa aku bilang. Percumalah … kamu deketin Bu Marsha.”Aku menganggukkan kepalaku. Lalu tanpa sengaja aku menoleh ke arah butik dengan pajangan manekin bergaun putih nan indah di bagian depannya itu. Tentu saja tempat itu tidak seramai toko lain, karena tidak setiap orang membutuhkan pernak pernik pengantin yang tidak bisa dikatakan murah itu.Pandanganku terkunci pada seorang pria bertubuh jangkung yang keluar dari tempat itu. Senyuman indah itu terlihat dengan jelas di bibirnya, dan sebaliknya membuat senyumanku lenyap seketika. “Al, itu bukannya Pak Jonathan?” Perasaanku semakin bercampur aduk tak karuan ketika melihat Kak Marsha berjalan di belakangnya. Perempuan cantik itu juga memperlihatkan senyuman yang tak kalah lebarnya. “Jangan-jangan … dugaanmu benar. Mungkin Kak Marsha itu mantan pacarnya suami kamu.” Ucapan Vena mempertegas semua bayangan yang ada

    Last Updated : 2025-01-10
  • Menikahi Guru Killer   Bab 106

    “Pada latihan casting, ya? Aku boleh ikutan?” “Kak Bernard! Minggir sana!” usir Vena sembari mengibaskan kedua tangannya, “ganggu aja.”“Wait … wait. Jangan bilang kalau bidadari cantikku ini nangis beneran,” lanjut Kak Bernard. Aku mengusap kedua mataku karena tak ingin memperlihatkan kelemahanku pada siapapun termasuk kakak sahabatku sendiri. Tapi ternyata hal itu terlalu berat. Dan aku kembali menangis dengan semakin kencang. “Kak Bernard ….” “Iya cantik. Siapa yang nakal?” tanyanya seperti peduli padaku. Ia mendekat dan duduk di antara kami berdua.“Kakak yang nakal,” sahutku sambil menangis semakin keras, “kenapa kamu ganggu aku. Kakak nggak ada bedanya sama dia. Semua laki-laki sama.”Kali ini lelaki itu justru terdiam. Ia menghela napas sebelum mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya. “Semua laki-laki itu sama. Tapi kamu justru lebih memilih dia. Semua perempuan itu sama, tapi aku justru menyukai kamu.” Aku langsung terdiam mendengar kalimat itu. Bukan hanya aku, bahk

    Last Updated : 2025-01-11

Latest chapter

  • Menikahi Guru Killer   Bab 142

    Kurasakan hangatnya hembusan napas di leherku. Seperti menyapu di setiap inci kulit leherku, memagut dengan liar bersama napasnya yang memburu. Tangannya dengan gesit menarik lepas kaos berukuran jumbo yang kupakai. Gegas aku menyilangkan kedua tanganku, menutupi sepasang gundukan kenyal, tempat Kiara biasa mendapatkan nutrisinya. “Kamu makin seksi, Alea.” “Ish! Emang dulu enggak?” “Semakin berisi dan menggemaskan,” godanya sembari menarik tanganku yang berusaha menyembunyikan puncak dadaku. Bagian berwarna merah itu saat ini sedang membengkak lebih dari biasanya karena Kiara sering kali menggigitnya, dan aku malu untuk sekedar memperlihatkannya. Tapi … Pak Jonathan justru tersenyum saat melihatnya. Dan, sumpah! Itu membuatku semakin nggak percaya diri. Tapi lagi-lagi Pak Jonathan justru menahan tanganku agar aku tak bisa lagi menyembunyikannya. Tangannya menggapai dan mengusap di puncaknya, menciptakan sensasi yang membuatku tak mampu menahan desah yang keluar dari bibirku.Sen

  • Menikahi Guru Killer   Bab 141

    Suara tangis itu menyadarkan aku. Samar kulihat bayi dengan kulitnya yang merah menangis dengan kencangnya. “Bayi perempuan yang cantik. Semuanya lengkap, sempurna.” Seorang perawat memperlihatkan bayi itu kepadaku. Namun aku merasa tanpa daya, bahkan untuk mengucapkan sebuah kata. Ingin kusentuh makluk mungil itu, namun aku tak sanggup untuk meraihnya. Mungkin efek dari anestesi itu benar-benar kuat di tubuhku. Dan aku kembali ke alam bawah sadarku.Saat aku terjaga, aku telah berada di dalam ruang kamar inapku. Ruangan dengan wallpaper bernuansa merah jambu itu seperti sengaja di desain untuk penghuninya. Rasa dingin itu terasa sampai ke tulangku. Aku benar-benar menggigil seperti sedang berada dalam lemari pendingin. Bahkan selimut yang menutup tubuhku seperti tak berarti. “Alea … kamu sudah sadar?” tanya Pak Jonathan sembari menggenggam tanganku. Wajahnya terlihat sangat cemas. “Dingin,” ucapku. Pak Jonathan segera menekan tombol di dinding untuk memanggil tenaga medis.“Ap

  • Menikahi Guru Killer   Bab 140

    “Dia menendangku! Aku bisa merasakannya!” teriak Pak Jonathan dengan wajah sumringah seakan baru pertama kalinya merasakan gerakan bayi di dalam perutku. Tentu saja, ini bukan yang pertama kalinya. Apalagi di usia kehamilanku yang sudah sembilan bulan ini. Ia bukan hanya menyentuh dan mengamati perutku sekali ini saja, tapi hampir setiap malam!Kini hanya tersisa beberapa hari sebelum jadwal kelahiran putra pertama kami. Sepertinya ia lebih kerap memperhatikan perutku. Gerak yang membuat perutku menjadi tak simetris pun, tak luput dari pandangannya. “Kamu nggak takut, kan?” tanyanya.“Jujur. Aku takut.” Pak Jonathan tersenyum, namun terlihat canggung. “Aku … sebenarnya aku juga. Aku mungkin … justru lebih takut dari kamu, Alea.” “Takut?” “Iya, aku takut tidak bisa menjadi suami yang baik. Aku takut tidak bisa menjadi sosok ayah yang baik buat anak kita. Aku takut gagal menjadi seorang imam dalam keluarga kecil kita,” sahutnya.Aku menarik sudut bibirku. “Kamu itu suami yang palin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 139

    “Jujur, katakan sama aku. Kamu masih ada perasaan kan, sama dia?” tanyaku dengan perasaan tak karuan. Mungkin seharusnya aku tak pernah mengatakan pertanyaan seperti ini. Pertanyaan yang justru seperti bom waktu yang kupasang di antara kami. “Masih.” Jawaban itu seakan membuat jantungku berhenti berdetak. Aku masih menatapnya dalam diam. Sebuah jawaban yang akan menentukan nasib sebuah pernikahan. “Tapi perasaan yang berbeda dengan yang kurasakan untukmu,” lanjutnya, “dan aku sadar … dulu maupun sekarang, hubungan kami bukan tentang cinta.” “Lalu apa kalau bukan cinta? Tapi, kalian pacaran, kan. Mana mungkin nggak cinta?” cecarku. “Kamu mau dengar ceritaku?” tanyanya.Aku mengangguk dengan perasaan ragu. Tentu saja karena aku tidak yakin akan cerita yang akan dituturkannya. Bisa saja semua itu hanya karangannya agar aku memaafkannya. Tapi tak urung, aku ingin mendengar pembelaannya. Apa yang sebenarnya dirasakannya pada perempuan itu.Pak Jonathan menarik kursi dan duduk tepat

  • Menikahi Guru Killer   Bab 138

    Setelah mengatakan semua yang mengganjal di hatiku, aku segera menutup panggilan itu. Napasku bahkan terengah hanya karena menyampaikan emosiku yang meluap hebat. Bagaimana bisa dia menuduhku seperti itu, sementara dirinya sendiri melakukan hal yang tak berbeda. Hah! Seandainya saja dia tahu kalau Doni bahkan sudah tak ada lagi di hatiku. Seandainya saja dia tahu kalau perasaanku hilang begitu saja setelah mengenal keluarganya, setelah aku merasakan betapa takutnya kehilangan dirinya saat ditahan dulu. Seandainya saja dia tahu, bahwa aku bahkan hanya mengurung diri di kamarku sejak kedatanganku, menikmati kesendirianku. Seandainya saja dia tahu bahwa kenyataan bahwa keantusiasannya datang ke acara itu telah menorehkan luka di hatiku tentang masih adanya jejak cinta di hatinya. “Ah, pusingnya kepalaku,” keluhku. Kuangkat tanganku dan mulai memijit keningku yang terasa berdenyut. Suara telepon kembali terdengar. Kali ini sengaja aku tidak mengangkatnya. Kepalaku semakin terasa pusin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 137

    “Aku ada ide!” teriak Vena tiba-tiba. Suara cempreng itu membuatku melompat saking terkejutnya. Ditambah lagi tepukannya di pundakku yang membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu pergi aja sama Kak Bernard!” “Vena …. Kali aja dia nggak marah, ngeliat aku sama kakak kamu,” keluhku, “kamu inget kan, terakhir kali mereka ketemu juga berantem. Aku nggak mau Kak Bernard terluka cuma gara-gara jagain aku.”“Lah … memang mesti ada pengorbanan buat mencapai suatu tujuan, kan. Seperti Kak Bernard, ngelakuin itu pasti ada tujuan. Walau nggak semua tujuan itu bakal tercapai,” ucapnya, “butuh effort buat mencapai sesuatu yang kita ingini, Al.” “Iya, kamu benar. Tapi aku tetap harus memperhitungkan kerugian apa yang bakal aku terima kalau melakukan semua itu, kan?” Vena mengedikkan pundaknya. “Jadi … kamu nggak mau datang ke acara itu?” Aku menghela napas dan menggeleng pelan. “Mungkin aku akan membuat kekacauan besar, yang bisa menahannya agar tidak bisa datang ke acara itu.” “Kekacau

  • Menikahi Guru Killer   Bab 136

    “Marsha memberitahukan kalau dia akan datang pada saat reuni akbar sekolah kami nanti.” Aku langsung melotot saat mendengar nama acara itu. Bukan karena aku tidak pernah mendengarnya, tapi karena aku sering membaca di media sosial bahkan cerita-cerita orang tentang acara reuni seperti ini. Acara yang justru menjadi awal perpecahan sebuah rumah tangga. “Lalu … kamu juga mau datang buat ketemu dia?” tanyaku sekali lagi tanpa sebuah basa basi. “Acara itu sebenarnya ajang paling tepat untuk mencari koneksi, memperluas hubungan kerja.” Jawaban itu sebenarnya membuatku langsung bisa memprediksi bahwa ia ingin datang walau apapun alasannya. Aku juga pasti akan terlihat konyol jika harus menahannya untuk tidak pergi. Seperti … seorang istri pencemburu yang bahkan menghalangi kemajuan langkah suaminya. “Al, kamu percaya kan, sama aku?” tanyanya sembari menatap mataku lekat lekat.Aku menarik napas panjang dan terpaksa menganggukkan kepalaku walau sejujurnya firasatku mengatakan yang sebal

  • Menikahi Guru Killer   Bab 135

    “Gimana? Yang ini atau yang ini?” tanyaku sementara kedua tanganku memegang dua hanger kaos pilihanku. Pak Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak … sepertinya itu nggak cocok buat aku.” Sesaat kemudian, lelaki itu kembali mencari pakaian yang cocok untuknya. Kuletakkan kembali kedua hanger itu di tempatnya. Sudah cukup banyak model yang sudah kurekomendasikan buatnya, tapi belum satupun yang dipilihnya. Entah pakaian seperti apa yang sebenarnya ingin dicarinya. “Cari kaos untuk papanya, Kak?” sapa seorang yang memakai seragam pramuniaga toko, “sepertinya kemeja akan lebih cocok untuk lelaki seusia papa kakak, jika dibandingkan dengan t shirt.” Wait! Ini sudah yang ketiga kalinya Pak Jonathan dianggap sebagai papaku. Padahal usianya cuma berjarak belasan tahun saja. “Dia suami saya, Kak,” sahutku sekali lagi memberinya sebuah pembenaran, “dia sedang cari pakaian santai yang nyaman dan tidak membuatnya terkesan lebih tua dari usianya.” “Kemeja dengan corak yang cerah, mungkin,”

  • Menikahi Guru Killer   Bab 134

    “Ini Non, susunya lekas di minum, keburu dingjn.” Mbak Santi meletakkan susu hamil yang sengaja dibelikan oleh Pak Jonathan untuk menunjang nutrisiku. Sejujurnya aku merasa enggan untuk meminumnya. Bukan karena rasanya, tapi karena aromanya yang membuat perutku berontak tak ingin menerimanya. Tapi mau gimana lagi, aku juga tidak ingin bayiku kekurangan nutrisi karena aku terus memuntahkan semua yang masuk ke dalam perutku. Kucepit hidungku dan segera menegak cairan berwarna putih yang ada di dalam gelasnya hingga tandas, sebelum memasukkan permen kenyal berbentuk hamburger ke dalam mulutku. “Loh, Non mau kemana? Ke kantor lagi?” tanya Mbak Santi saat melihatku langsung mengambil sling bag kecil yang biasa kupakai. “Iya, Mbak. Mau belanja sama Pak Jonathan,” sahutku, “ada titipan?” “Beli sabun sekalian sama pembersih lantai ya, Non. Stoknya udah menipis,” jawabnya cepat. “Udah? Itu aja kan?” “Iya Non.” Setelah mencatat semua keperluan itu di dalam otakku, aku p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status