“Sayang, aku pergi dulu ya,” ujar Bunga. Alvaro yang sedang menyeruput kopinya langsung tersedak melihat Bunga. Bunga tampak cantik sekali mengenakan gaun berwarna pastel.“Sayang, jangan cantik-cantik. Nanti banyak yang melirik,” rajuk Alvaro sendu. Bunga langsung mendekat pada Alvaro . Dia melirik ke arah file yang sedang bertumpuk di meja kerja Alvaro .“Sudah, kerjakan besok saja. Sekarang ikut aku ke pameran,” ujar Bunga. Alvaro berpikir sejenak, dia mendadak ingin pergi dengan Bunga.“Ah, tidak usah deh. Aku masih ada banyak pekerjaan. Sebaiknya dikerjakan sekarang, jadi di akhir minggu aku bisa lebih santai bersamamu,” jawab Alvaro dengan meyakinkan. Sebenarnya, Alvaro hanya ingin membebaskan Bunga pergi dengan Nabila. Dia tahu kalau Bunga mungkin ingin bercerita atau melepas kangen kepada sahabatnya itu.“Tuh kan, kemarin mengatakan aku gila kerja karena membawa pekerjaan ke rumah. Nyatanya, yang bilang sendiri juga mengerjakan.” Bunga membelai lembut punggung Alvaro . Di
“Sepertinya memang benar kau harus mengumumkan pernikahanmu dari sekarang, Bunga. Percayalah padaku, itu akan membuatmu sulit nantinya,” ujar Nabila.Bunga merasa bingung harus menjawab apa. Tapi setidaknya perhatian Nabila sedikit teralihkan karena mereka sudah sampai di lokasi pameran. Bunga langsung mencari area parkir.Bunga dan Nabila langsung masuk ke dalam gedung pameran. “Bunga, aku harus bekerja sebentar. Kau mau menunggu kan? Hanya sedikit soal administrasi saja bersama Aditya,” pinta Nabila. Bunga tentu saja menyetujuinya. Dia masih bisa berjalan-jalan sendiri di dalam kalau dia merasa bosan.Sampai di gerai milik perusahaan mereka, Nabila langsung menemui Aditya. Bunga hanya bertegur sapa sebentar dengan Aditya. Disana juga ada Alexa yang tak henti memperhatikan gerak gerik Bunga. Gadis itu begitu bersemangat mengingat semua tingkah laku Bunga karena itu akan menjadi bahan laporannya kepada Sarah.‘Sepertinya Nabila masih lama, aku akan berjalan-jalan memutar sebentar,’ pi
Gio berhenti tepat di depan pintu utama klub malam tersebut. Dia kemudian keluar dan melemparkan kuncinya pada petugas valet yang berdiri menunggu tamu. Tanpa menunggu Alexa, lelaki itu sudah berjalan saja lebih dulu. Membukakan pintu untuk seorang wanita tidak pernah menjadi kebiasaan Gio. Bagi Gio, dirinyalah yang harus dipuja. Dia tak akan pernah takluk pada seorang wanita.Gio langsung masuk menuju ke ruang VIP klub malam tersebut. Sesekali beberapa gadis yang mengenalnya langsung datang menghampiri. Namun ketika gadis-gadis itu melihat Alexa berjalan di belakang Gio, mereka langsung menyingkir. Melihat saingan mereka seorang model papan atas tentu membuat hati mereka menciut.Gio langsung memesan sebotol besar minuman. Ketika minuman itu datang, Gio langsung menuang dan meneguknya. Gio menganggukkan kepalanya mengikuti musik yang berdentum-dentum.“Ada apa denganmu? Sedang memikirkan sesuatu?” ujar Alexa curiga. Dia tahu Gio lebih banyak diam kepada Alexa dibandingkan biasanya.“
Alexa langsung berbalik ketika membuka matanya di pagi hari. Melihat Gio tertidur di sebelahnya, terbaring di bawah selimut yang sama dengannya. Alexa langsung menarik nafas panjang. Dia kemudian duduk dan mengusap matanya. Ketika Alexa hendak beranjak dari tempat tidur, tangan kekar Gio langsung menahan tubuhnya.“Good morning, Honey,” sapanya pada Alexa.“Ah, kau. Bangunlah, ini sudah siang,” ujar Alexa.Sebenarnya Alexa sangat tahu kalau waktu tak pernah berarti bagi Gio. Dia benar-benar rela menghabiskan banyak waktu hanya demi kesenangan semata. “Persetan dengan siang, ini masih fajar,” jawab Gio. Dia tetap saja tidak berhenti melancarkan serangan pada Alexa. Alexa pun terhanyut, dia membiarkan Gio menyeretnya kembali ke bawah selimut.Entah apa yang sebenarnya ada di dalam benak keduanya. Entah apa pula yang mendasari hubungan mereka berdua, yang pasti semuanya berdasarkan prinsip kesenangan semata.Tingtong! Tingtong! Tingtong!“Hah?” Alexa terkejut. Dia tiba-tiba saja mendoron
Ketika bel di penthouse yang ditinggali Sarah berbunyi, Alexa langsung tersenyum kepada Sarah. “Itu pasti dia yang datang, Bu,” katanya pada Sarah.Sarah pun membalas Alexa dengan senyuman yang sama. Dia kemudian beranjak dan langsung menuju pintu. Setelah bertanya di interkom, Sarah langsung membuka pintu.Lelaki tampan itu berdiri di depan pintu. “Apa dengan Ibu Sarah?” tanyanya dengan sopan.“Benar sekali, dengan Gio?” balas Sarah. Ketika Gio mengangguk, Sarah langsung menjabat tangannya. Sarah mempersilahkan Gio masuk ke dalam penthouse.Sarah menawarkan minuman anggur yang dibawanya dari Perancis kepada Gio, lelaki itu langsung mengangguk. Tidak ada waktu yang tidak tepat bagi Gio untuk minum minuman beralkohol. Dia akan selalu senang meneguknya.“Bagaimana dengan kerjasama kita? Apa kau sudah memikirkannya?” tanya Sarah. Gio lalu tertawa, tidak keras namun cukup untuk membuat Sarah paham kalau Gio pasti menginginkan sesuatu yang lain daripada sekedar mengumpankan Bunga.“Aku t
Di depan ruang kantor Alvaro, Leo masih duduk menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan Vanessa sudah bersiap untuk kembali pulang. Jam kerja memang sudah usai.“Aku mau menemui Pak Alvaro,” ujar Bunga pada Leo dan Vanessa. Vanessa hanya meliriknya sinis, tak peduli pada apa yang dikatakan Bunga. Baginya, jam kerja sudah selesai. Dia tak ada alasan lagi untuk menambah waktu kerja walaupun hanya sedetik. Apalagi hanya karena Bunga.“Silahkan masuk saja, Bunga.” Leo langsung saja mempersilahkan Bunga. Dia sudah tahu kalau Bunga ingin membicarakan sesuatu yang tampaknya serius dengan Alvaro. Itu semua terlihat dari wajah Bunga yang tampak sedikit tegang.Bunga langsung mengetuk pintu Alvaro, setelah hitungan ketiga, dia membukanya dan masuk. Vanessa melirik ke arah Bunga, masih dengan tatapan sinisnya. Leo yang berada di belakang layar komputer memperhatikan gerak laku Vanessa. Dalam hati, Leo tahu kalau Vanessa tidak menyukai Bunga. Tapi dia tak akan bertanya apa-apa. Leo akan mengamatinya
Bunga terpaksa diam, dia tak bisa menjawab apapun lagi. Bahkan sampai di rumah sakit, Bunga masih juga terdiam. Alvaro pun tidak mencoba mengajaknya berbicara lagi. Ketika turun dari mobil, Alvaro segera membukakan pintu untuk Bunga. Dia kemudian berjalan setelah Bunga keluar dari mobil.Bunga terpaksa mengikuti Alvaro saja, mencari kamar tempat perawatan Sarah. Di hati Bunga, dia masih saja ketakutan kalau sakit Sarah akan bertambah parah karena kesal melihatnya.“Sayang, apa aku menunggu di luar saja?” tanya Bunga. Alvaro langsung berhenti berjalan. Dia memandang pada Bunga.“Kenapa selalu mendampingiku setengah hati, Bunga?” tanya Alvaro . Wajah Alvaro memelas, dia merasa sepanjang pernikahan terlalu banyak memohon pada Bunga. Sementara Bunga, di mana Alvaro tak pernah mengerti perasaannya.Bunga menganga, dia tahu Alvaro salah paham. Baru saja Bunga hendak membuka mulutnya, namun Alvaro lagi-lagi berbicara lebih dulu. “Sudahlah. Tidak apa, terserah padamu saja,” ujarnya.A
Setelah Bunga dan Alvaro keluar dari ruangan itu, Sarah dan Alexa bersuka ria. Sarah langsung menarik selang oksigen itu dari hidungnya. “Aku bebas sekarang. Aku senang sekali. Gio memang pintar mengatur strategi. Aku yakin kita akan memenangkan hati Alvaro ,” ujar Sarah.“Apa yang aku bilang, Bu. Gio memang tahu segalanya. Dia cerdas untuk mengurus semua ini.” Alexa ikut bangga karena dialah yang sudah mengenalkan Gio pada Sarah.“Sekarang kita harus menjalankan peran ini sebaik mungkin, Bu. Harus berhasil sampai Ibu bisa dibawa Alvaro ke rumahnya,” lanjut Alexa. Dia membuka semua paper bag yang dibawanya tadi. Sebenarnya bukan hanya buah yang ada di dalamnya, namun juga makanan dan minuman kesukaan Sarah. Alexa tahu kalau Sarah tak akan betah dengan treatment dari rumah sakit itu.Suka ria yang dirasakan oleh Sarah dan Alexa berbeda jauh dengan yang dialami oleh Alvaro dan Bunga di dalam mobil menuju tempat tinggal mereka. Alvaro masih sedih atas sikap Bunga. Walaupun dia senang