Damar tersenyum kecil. Tangannya meraih kepala Shanna dan kembali mencium bibir Shanna dalam. Walau begitu tidak ada nafsu dalam ciuman mereka. Hanya kasih sayang yang coba pria itu salurkan kepada Shanna. Cklek! Pintu terbuka dan menampilkan sosok Adara. Seketika langkah Adara yang baru beberapa langkah terhenti karena terkejut dengan apa yang mereka lakukan. “Maaf, Pak!” Adara sedikit menunduk dan segera berpaling hendak meninggalkan kamar inap. Damar mengakhiri ciumannya. Diusapnya bibir Shanna yang sedikit merah untuk menghapus jejak saliva mereka dengan ibu jari. Sementara Shanna yang malu karena Adara melihat mereka berciuman pun menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa malunya. “Tidak apa-apa. Masuklah!” Damar menatap Adara yang bersiap pergi, tetapi menghentikan langkahnya dan berbalik menghampiri Damar usai mendengar perintahnya. “Pak ...,” ucap Adara ragu-ragu, pandangannya menatap Shanna. Damar ikut menatap Shanna yang masih menunduk untuk sesaat sebelum
PLAKKK! Sebuah tamparan keras Diana layangkan ke wajah Shanna. Membentuk cap merah muda pada pipi Shanna yang putih. “Dasar wanita tidak tahu diri!” raung Diana memaki dengan mata melotot merah karena amarah. “Beraninya kau mencelakai anakku!” Shanna sangat terkejut dengan apa yang baru saja Diana lakukan kepadanya. Dia tidak mengerti kenapa Diana datang dan langsung menampar serta memaki dirinya. Bingung dan heran bercampur menjadi satu dalam benak Shanna. Shanna hendak menanyakan maksud ucapan Diana, sayangnya Damar lebih dulu bertindak dengan mencekal lengan Diana untuk menjauhi Shanna. Tamparan keras dia layangkan ke wajah Diana yang masih cantik di usianya yang hampir mencapai kepala lima. Tidak hanya Diana saja yang terkejut atas tindakan Damar, Shanna pun dibuat terkejut. Tidak percaya Damar akan melayangkan tangannya kepada seorang wanita. Apalagi wanita itu adalah kakak iparnya sendiri. “Damar, kau memukulku?” Diana menatap tidak percaya kepada Damar yang baru sa
Cukup lama mereka berpelukan sebelum akhirnya Shanna melepaskannya. Ditatapnya Damar tepat di mata. “Jadi, Ba, apa orang yang menusukku itu benar-benar perintah dari bibi?” tanya Shanna penasaran. Sebenarnya saat itu Shanna hanya menebak sesuai firasat serta pengakuan Diana saat dulu dirinya di rumah sakit usai kecelakaan mobil. Damar mengangguk. “Dua hari yang lalu Adara memberitahuku bahwa orang yang menusukmu kemarin telah mengatakan bahwa Dianalah yang menyuruhnya. Aku menyuruh Adara mencari orang untuk mencelakai Rangga. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Aku dapat menjamin tidak akan ada orang yang tahu bahwa aku yang melakukannya.” “Kenapa kamu melibatkan Om Adara juga?” omel Shanna kesal karena Damar membawa-bawa Adara dalam masalah mereka. “Mau bagaimana lagi? Tidak ada orang lain yang dapat kupercaya selain Adara.” Damar menjawab dengan santainya, mengabaikan kekesalan Shanna. “Lagi pula tidak mungkin aku meminta bantuan Galang. Dia sendiri pasti sibuk dengan pekerjaan
Apa yang dilakukan Damar kepada Rangga tidak boleh diketahui publik. Shanna tidak ingin Damar mendapatkan skandal lagi karena dirinya.“Jadi bener itu ulah Om Damar?”“Aku nggak tahu.” Shanna menjawab cepat saat menyadari kesalahannya. “Tapi aku yakin baba nggak akan melakukan hal buruk sama Rangga. Apalagi dia keponakannya. Lagian selama ini baba nggak pernah meninggalkanku.”“Maaf, Shan. Aku nggak bermaksud menuduh Om Damar. Aku refleks aja berpikir jika ini ulah Om Damar karena tante Diana yang sering menyakitimu.” Viona memeluk Shanna. Setiap ucapannya penuh dengan rasa penyesalan.Shanna membalas pelukan Viona sembari tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, Vi. Aku ngerti kok kenapa kamu bisa berpikir seperti itu. Wajar kalau kamu berpikir begitu. Aku pun kalau jadi kamu pasti akan berpikir seperti itu.”Viona melepaskan pelukannya. “Tapi, Shan, kalau benar Om Damar yang melakukannya,
Mata Shanna membulat sempurna. Sangat terkejut. Namun, hal itu hanya sesaat. Shanna menatap Ardo dengan tatapan penuh tanda tanya dan keheranan. “Bagaimana kakak tahu kalau kue itu beracun?” “Baunya.” Ardo segera meletakkan piring kecil di tangannya. Menjauhkan kue itu dari jangkauan Shanna. “Ada bau yang berbeda dari kue itu.” Shanna mengernyit. Dia tidak mencium bau yang aneh pada kue itu. Selain itu, dia tidak mengerti bagaimana Ardo bisa menyimpulkan bahwa kue itu beracun hanya karena mencium bau yang berbeda dari kue itu. Ardo mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. “Bisakah kau datang ke kediaman Dimas Mahesa Adipramana?” pinta Ardo kepada orang di seberang telepon. “Sekarang.” Setelah beberapa saat, Ardo pun memutus sambungan telepon. Tidak sampai sepuluh menit, seorang pria datang ke rumah mereka. “Kue itu telah dibubuhi racun, cuma aku tidak tahu racun jenis apa itu,” ucap Ardo langsung ke intinya setelah mempersilakan pria bernama Roni itu duduk. “Tapi da
Shanna menegakkan tubuhnya. Ditatapnya wajah Ardo serius. Shanna yang membuka mulut, terpaksa menelan kembali kata-katanya kala ponselnya berdering. Tertera nama nama Damar pada layar ponselnya.“Halo, Sayang,” suara Damar terdengar begitu Shanna mengangkat panggilan dan menyapanya. “Maaf mengganggumu. Aku hanya ingin memberitahumu kalau malam nanti kita akan pergi ke pesta ulang tahun pernikahan Pak Harjasa Wijaya.”Shanna mengernyit heran. “Kok mendadak banget sih, Ba? Dam tumben baba mengajakku? Biasanya baba ngajak Tante Fira.”“Sebenarnya tidak mendadak. Pak Harjasa sudah beberapa hari yang lalu mengirim undangan. Hanya saja aku lupa memberitahumu. Dan karena sekarang kamu istriku, jadi aku mengajakmu. Jadi bagaimana? Apa kamu mau datang bersamaku?”“Baiklah. Kalau gitu aku pergi sama Kak Ardo buat beli gaun dulu.”“Tidak perlu.” Damar menjawab cepat. “Aku sudah meminta Adara membelikan setelan untuk kita dan mengantarnya ke rumah. Mungkin sebentar lagi dia sampai.”Belum sempat
"Aku tahu kamu membenciku, tapi kami tidak perlu sampai memfitnahku seperti itu." Nadia melanjutkan ucapannya. Mata wanita itu berkaca-kaca.Shanna hendak membalas ucapan Nadia, meminta wanita itu untuk berhenti berakting seolah dirinya telah menindasnya. Namun, Shanna kembali menelan kata-katanya ketika sebuah tangan meraih pinggangnya."Baba?" pekiknya lirih, terkejut ketika mengetahui bahwa itu adalah suaminya.Damar mengedarkan pandangannya. Sorot matanya begitu tajam kala menatap satu per satu orang-orang yang berada di sekitar mereka sebelum akhirnya pandangannya tertuju kepada Nadia. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa."Ayo kita pulang!"Damar membawa Shanna meninggalkan tempat itu. Sebagai bentuk sopan santun, Damar menemui tuan rumah untuk berpamitan."Pak Damar, ada apa? Kenapa Anda buru-buru pulang?" Harjasa tentu tekejut, apalagi acara belum dimulai."Ada sedikit masalah. Saya permisi, Pak. Terima kasih atas undangannya.""Tapi, Pak Damar, acaranya sebentar lagi akan dimul
Shanna benar-benar bingung kenapa suaminya itu berada di mall sepagi ini. Pasalnya beberapa hari yang lalu pria itu pernah memberitahunya bahwa beberapa hari kedepan akan sangat sibuk.Damar menatap Shanna dengan senyum kecil. “Tentu untuk mengajakmu pulang.”“Tapi aku mau belanja bareng sama Tante Vara.”Shanna merasa sedikit meremang ketika soro mata Damar yang penuh kasih sayang, terdapat sedikitketegasan. “Aku tidak bisa membiarkanmu pergi hanya berdua dengan Devara. Lain kali saja saat aku tidak sibuk. Saat ini aku sangat sibuk.”“Kamu marah karena aku tidak bisa menjaga Shanna malam tadi?” Devara keluar mobil, ia langsung menodong pria itu dengan pertanyaan begitu mendengarkan ucapan Damar.Damar menatap Devara. “Meskipun aku sedikit kesal, tetapi bukan karena itu. Aku juga tidak menyalahkanmu atas apa yang terjadi malam tadi. Hanya saja aku memang tidak bisa membiarkan kalian pergi hanya
Shanna tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Viona. Sayangnya gadis itu berlari semakin kencang di antara banyaknya pengunjung, sehingga mereka berdua kehilangan jejak gadis itu. Viona mengedarkan pandangannya untuk mencari gadis itu. Sayangnya gadis itu menghilang tanpa jejak bagai di telan bumi.“Kemana dia pergi?” gumam Viona kesal.“Mungkin bukan takdir kita bertemu dengannya.” Shanna mencoba menanggapi ucapan Viona.“Sial! Jika kita bisa bertemu dengannya, kita bisa bertanya dengannya.”“Sudahlah, Vi. Lebih baik sekarang kita cari minuman dulu. Aku haus.” Shanna mencoba mengalihkan topik pembicaraan.Shanna benar-benar merasa senang karena mereka kehilangan jejak Helia. Bagaimanapun ia tidak akan membiarkan sahabat-sahabatnya dalam masalah karena dirinya. Dirinya akan menyesal seumur hidup jika kembali membawa ketiga temannya dalam masalah. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.“Baiklah. Aku juga hasu setelah mengejar gadis itu.”Mereka menuju ke lantai atas, di ma
Sepanjang acara makan siang itu, Shanna dan Kayra adalah orang yang paling pendiam. Mereka hanya membuka suara jika ada yang bertanya. Berbeda dengan Devara yang berbaur bersama teman-temannya. Senyum dan tawa renyahnya tidak pernah berhenti.Shanna merasa waktu berjalan begitu lambat. Namun, sebelum ia mati bosan, mereka semua memutuskan untuk mengakhiri pertemuan. Satu per satu mereka meninggalkan restoran.Shanna menghela napas lega begitu mereka berada di dalam mobil.“Maaf jika membuatmu tidak nyaman.” Devara menggenggam tangan Shanna. Penyesalan dan rasa bersalah terdengar pada nada bicaranya.“Nggak apa-apa, Tan. Mungkin memang aku saja yang masih belum bisa beradaptasi. Jadi tante nggak perlu mengkhawatirkan aku.”“Kalau misalnya tante ngajak kamu lagi, kamu mau ikut?”Shanna sedikit tegang. Ekspresinya sedikit berubah.“Tanten hanya bercanda.” Devara tertawa pelan. “Tante tahu kamu tidak nyaman bersama mereka. Jadi tidak mungkin tante mengajak kamu untuk bertemu dengan mereka
Pukul enam sore, Shanna dan Ardo meninggalkan rumah menuju ke kediaman Hattala. Tadi sore Devara meneleponnya, mengundangnya untuk makan malam bersama di kediaman Hattala.Sudah lama Shanna tidak berkujung ke kediaman Hattala, sehingga saat dirinya tiba, Shanna langsung disambut dengan antusias oleh keluarga Hattala, terutama oleh anak-anak Galang dan Devara. Shanna sudah menganggap mereka seperti keponakannya sendiri.“Kenapa kamu tidak bilang kalau Damar keluar kota?” Devara menatap Shanna dengan ekspresi puar-pura kesal. “Seharusnya kamu bilang. Atau kalau tidak, kamu bisa bermain ke sini.”“Benar.” Galang ikut menyahuti. “Jika aku tidak menelepon Damar untuk mengundangnya makan malam, aku tidak akan tahu kalau dia keluar kota. Apalagi Damar sudah hampir tiga minggu di luar kota.”Shanna tersenyum canggung. “Aku nggak mau membuat tante dan om khawatir. Lagian ada Kak Ardo yang menemaniku di rumah.”Galang menghela napas pelan. “Kamu sama Damar itu sama saja. Suka sekali membuat ora
Mata Shanna membulat sempurna. Perlahan, senyum lebar menghiasi wajahnya. Matanya berbinar bahagia. “Benarkah?”“Ya. Tapi sayangnya dia tidak bertemu dengan wanita itu.”“Nggak masalah. Seenggaknya kita tahu bahwa dia pasti akan mencari Nadia.” Shanna tertawa pelan.“Jadi bagaimana? Apakah kita masih akan menemui Tuan Prama Mahendra?”Shanna menggeleng cepat. “Nggak. Kita biarkan saja Helia bertindak sendiri. Jika sudah nggak memungkinkan, baru kita turun tangan. Jadi aku minta tolong sama kakak untuk terus mengawasi Helia.”Setelah meminta Ardo memberikan salinan mengenai identitas wanita itu, Shanna meminta Ardo untuk mengaswai Helia. Ia sempat pesimis, takut Helia tidak tertarik mengenai identitasnya lagi. Pasalnya sudah seminggu Shanna menunggu, tetapi tidak ada pergerakan dari Helia.Shanna bahkan sudah bersiap untuk menggunakan rencana cadangan. Namun, karena Helia sudah bertindak, maka ia tidak perlu menjalankan rencana cadangannya. Dan itu tentu membuat Shanna sangat bahagia.
Pagi-pagi sekali Shannna sudah bersiap. Ia berdiri di depan cermin, memandangi penampilannya. Dadanya berdebar kencang. Sekarang adalah sidang skripsinya. Meskipun dirinya yakin bisa menyelesaikan ujian dengan baik, tetap saja ia merasa gugup.“Halo, Ba?” Shanna menerima panggilan telepon dari Damar dengan antusias.“Halo, Sayang. Kamu sudah sarapan?”“Sudah, Ba. Ini sekarang aku sudah siap-siap buat berangkat ke kampus. Baba sudah sarapan?”“Belum. Sebentar lagi aku akan sarapan. Hati-hati di jalan, Sayang. Dan semoga sukses.”“Iya, Ba. Baba jaga kesehatan. Nanti aku telepon lagi kalau sudah selesai sidang.”“Ya.”Setelah memberikan ucapan penyemangat, Damar memutus panggilan telepon.Shanna semakin bersemangat usai mendapat dukungan dari Damar. Tidak membuang-buang waktu, ia pun langsung pergi ke kampus.Dua hari yang lalu, Damar mendadak izin pergi ke luar kota. Ada masalah pada perusahaan cabang yang mengharuskan Damar untuk datang langsung. Shanna tidak tahu kapan Damar akan kemb
Shanna benar-benar bahagia. Akhirnya ia memiliki senjata mematikan untuk membalas Nadia. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Nadia memiliki rahasia kelam. Rahasia yang tidak diketahui oleh satu orang pun. Termasuk orang tuanya.Shanna tidak bisa menahan senyum lebarnya saat membayangkan bagaimana rekasi publik saat mengetahui rahasia kelam Nadia. Namun, ia jauh lebuh tidak sabar ingin melihat reaksi Nadia. Ia yakin Nadia pasti tidak akan berani menampakkan diri untuk selamanya.Tanpa bisa mengontrol kebahagiaannya, Shanna tertawa keras. Sangat puas dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Tidak menyangka bahwa Tuhan sangat berbaik hati membantunya untuk memberi pelajaran wanita itu.“Baru kali ini aku melihatmu tertawa keras seperti itu.” Suara Damar mengejutkan Shanna.Shanna bergegas turun dari tempat tidur, berlari menghampiri Damar yang berdiri di ambang pintu. Tanpa aba-aba, ia menerjang Damar. Bersyukur Damar sudah bersiap siaga menyambut pelukan istrinya yang langsung menempel s
Damar membuka mulutnya, tetapi kemudian tersenyum kecil ketika mendengar perut Shanna berbunyi. Lumayan keras hingga semua orang di sana dapat mendengarnya.Shanna menunduk malu sembari merutuk dalam hati. Bisa-bisanya perutnya berbunyi begitu keras di hadapan begitu banyak orang. Namun, ia juga tidak bisa mengendalikan perutnya yang memang lapar akibat aktivitas mereka tadi siang.“Lebih baik kita makan dulu, setelah itu kamu bisa membaca itu nanti.”Shanna menurut meski penasaran dengan isi pada amplop cokelat itu.“Ba, apa baba yang menghapus semua videoku yang beredar di internet?” tanya Shanna di sela-sela makannya.“Ya. Aku tidak mungkin tidak melakukan apa-apa saat ada skandal mengenai dirimu.” Damar menatap Shanna. “Tidak perlu membahasnya lagi. Lebih baik sekarang makan yang banyak.” Damar mendekatkan diri kepada Shanna dan berbisik. “Supaya kamu memiliki tenaga untuk kita bermain lagi nanti malam.”Shanna refleks menginjang kaki Damar. Ia menatap Damar dengan mata melotot. Ti
Kedatangan kedua sahabatnya membuat Shanna melupakan skandalnya.Sesuai janjinya, Deva datang ke rumah Shanna tepat pukul sepuluh pagi. Pria itu pun langsung menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang Viona dan Neila ajukan kepada Shanna. Dan Shanna pun kembali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.“Wanita itu memang harus dibuat jera, biar nggak membuat onar seenak jidatnya saja,” komentar Deva. Pemuda itu menatap Shanna lekat-lekat. “Lebih baik untuk sekarang kamu jangan bermain internet dan media sosial.”Shanna mengangguk. “Ya.”Deva tinggal selama beberpa lama sebelum akhirnya pamit pulang. Sebab banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakannya. Begitu pula dengan Viona dan Neila. Mereka berdua pun pulang setelah makan sian bersama.Tepat setelah Viona dan Neila meninggalkan rumah, Devara menelepon Shanna dan menanyakan kondisi Shanna saat ini.“Aku baik-baik saja, Tan. Tanten nggak perlu khawatir.” Shanna mencoba menenangkan Devara.Terdengar Devara menghela napas dari sebe
Shanna keluar kamar dengan tergesa-gesa karena amarah yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia harus menemui dan menghajar Nadia saat ini juga. Namun, Ardo menahannya.“Tenangkan dirimu, Shan!”“Aku nggak bisa tenang, Kak! Wanita iblis itu sudah kelewatan. Aku akan memberi perhitungan biar dia tahu siapa aku.”“Saya tahu, tapi tenangkan dirimu dulu.”Shanna menatap Ardo putus asa. “Bagaimana aku bisa tenang, Kak? Saat ini, di internet ramai beredar videoku bersamanya di parkiran mall kemarin. Aku yakin ini pasti ulah wanita itu.”“Saya tahu, saya juga sudah melihatnya. Tapi kita tidak bisa menghadapi ini dengan emosi yang menguasai diri. Jika tidak, maka akan timbul masalah baru.”“Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus diam saja dengan perbuatan Nadia?”Ardo menggeleng pelan. “Tidak. Tentu kita harus membalasnya, tetapi dengan kepala dingin.”Shanna hendak membalas ucapan Ardo, tetapi ia urungkan saat ponselnya berdering. Tanda panggilan masuk. Tertera nama Damar pada layar ponselnya