Sepulang dari mall, Damian tampak diam bahkan tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut lelaki itu. Seperti terkunci dan tidak tahu apakah ia tengah marah, atau sedang malas bicara saja.Sementara Indi memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum tidur sebab waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam.Di dalam kamar mandi, Indi tampak menatap dirinya di pantulan cermin. Lalu menggosok giginya. Pikirannya terarah kepada Rangga yang tiba-tiba ada di sebuah restoran Jepang. Yang mana dulu pernah ia datangi bersama Indi. Namun, lelaki itu hanya menemani Indi saja. Tidak makan apa pun.“Wajar aja kalau Damian larang gue deket sama Rangga lagi. Damian lagi sensitive, kayak pantat bayi. Udah pasti tahu apa yang Rangga rasakan,” gumamnya lalu berkumur-kumur.Masuk kembali ke dalam kamar dan mengenakan baju tidurnya. Ia lalu melirik Damian yang tengah sibuk dengan laptopnya.“Kayaknya malam ini nggak akan ada pertempuran. Kamu lagi sibuk, ya?” kata Indi memastikan.Damian menoleh
Hari pernikahan Gladis telah tiba. Indi dan juga Damian tengah bersiap-siap hendak pergi ke acara resepsi yang digelar di sebuah hotel bintang lima yang tak jauh dari rumah mereka.“Sayang. Kenapa cantik sekali? Nggak bisa, kalau biasa aja?” protes Damian pada Indi yang terlihat begitu cantik.Gaun yang ia kenakan begitu elegan. Long dress berwarna hitam mengkilap dengan belahan dada yang sedikit terbuka. Menampilkan pancaran aura cantik pada perempuan itu.Indi kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Nggak usah lebay. Aku emang udah cantik dari dulu. Kalau nggak cantik, mana mungkin kamu mau sama aku.”Damian lantas menatap datar wajah istrinya itu. “Kecantikan kamu boleh diperlihatkan hanya di depan aku saja. Di depan orang lain, dilarang keras!” ucap Damian penuh sensi.Indi lalu menyunggingkan bibirnya. “Nggak usah aneh-aneh, Damian. Ayo! Yang lain udah pada datang soalnya.” Indi menarik tangan Damian keluar dari rumahnya.Sebab acara resepsi Gladis sudah dimulai. Ia tidak mau
Indi mengembungkan pipinya lalu mengambil airnya kembali dan meneguknya. “Damian masih lama nggak, sih? Kenapa belum juga nongol,” gumam Indi seraya mengedarkan matanya mencari suaminya itu.“Kalau udah urusan kerjaan mah udah pasti lama, Ndi. Kayak nggak tahu Damian aja. Udah, enjoy aja di sini sama gue. Tungguin acara sakral selesai, gue mau nyanyi. Jangan dulu pulang, ngapa.” Manda memohon kepada Indi agar menemaninya di sana. Sebab Diego pun belum juga datang.Indi menghela napas kasar. Ia lalu mengangguk terpaksa sebab mau bagaimana lagi. Sementara Damian pun belum terlihat batang hidungnya pun. Tidak tahu ke mana lelaki itu menerima panggilan tersebut.“Rangga temennya Guntur. Wajar aja kalau dia datang. Gue lupa ngasih tahu elo, waktu itu si Gladis nganter si Guntur ke rumahnya Rangga. Baru tahu juga kalau suaminya kenal dekat sama Rangga.” Manda menjelaskan kenapa Rangga bisa ada di sana.“Lagian nih ya, Ndi. Kalau emang elo nggak ada hubungan apa pun sama dia, ngapain harus s
Lima belas menit kemudian ….Rangga duduk di sofa sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Melihat Indi yang terkapar lemas membuatnya tidak sanggup untuk menatap mantan kekasihnya itu.“Damian ke mana sih?” ucap Indi dengan lemas. Ia lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri Rangga. “Jangan bilang ke siapa pun! Jangan pernah, Rangga. Malu, gue.”Rangga mengangguk dengan lemas. “Aib, Ndi. Aib. Mana mungkin aku koar-koar ke semua orang. Aku pulang, jangan minum minuman yang menurut kamu terlihat mencurigakan. Kamu tenang aja. Everything will be fine.” Rangga mengulas senyum lalu beranjak dari duduknya. Meninggalkan Indi yang masih berdiri dengan wajah acak-acakan.“Rangga?” panggil Indi kemudian.Rangga menoleh ke belakang. “Heum?”Indi menelan saliva dengan pelan. “Thanks, udah bantu gue.”Rangga mengulas senyumnya. Hanya anggukan kecil yang ia balas lalu kembali melangkah pergi. Sungguh, situasi saat ini tidak akan pernah Rangga lupakan seumur hidup.Indi lalu melangkah kak
Satu minggu berlalu ….Indi masih belum melupakan kejadian yang tak terduga di satu minggu yang lalu. Benar-benar di luar dugaan dan dia juga sudah memaafkan Damian sebab bukan inginnya untuk pergi meninggalkannya sendiri di tempat itu.Meski hatinya masih tak tenang sebab belum memberi tahu apa yang dia lakukan dengan Rangga saat itu.“Gue yakin, Damian nggak akan marah. Gue sendiri yang bilang, jangan ada yang disembunyikan apa pun itu,” ucapnya lalu mengembungkan pipinya.Manda lalu memberi buah mangga lagi kepada Indi. “Kasih tahu aja. Palingan juga cuma tepok jidat atau mungkin merasa bersalah karena udah ninggalin elo. Daripada kepikiran terus.”Indi menoleh kepada Manda dengan pelan. “Elo beneran lagi hamil apa gimana sih? Tiap hari bawa mangga mulu perasaan.”“Nggak tiap hari, Indira. Seminggu tiga kali. Lagi musim. Di jalan banyak yang jualan. Kakek-kakek yang jualan, di becak gitu. Kasihan gue lihatnya. Ya udah, gue beli aja,” ucapnya beralasan.“Sok berhati sosial, lo!” Ind
Senyum yang sedari terbit di bibir Indi lantas pudar kala mendengar pertanyaan menohok yang diucapkan dari mulut Damian.“Ma—maksud kamu?” tanya Indi dengan pelan. “Kenapa kamu nanya kayak gitu ke aku, Damian?” ucapnya kembali.Damian menelan salivanya lalu memejamkan matanya dengan erat. “Indi ….” Damian mendesah pelan lalu memberikan beberapa foto yang entah dari mana Damian dapatkan, Indi pun tidak tahu.Indi membolakan matanya dengan mulut menganga. Ia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat seraya memegang dengan erat tangan Damian.“Damian. Aku mohon dengarkan aku dulu. Foto ini ….”“Kamu mau mengelak pun buktinya ada, Indi. Datang bawa kabar kalau kamu lagi hamil, juga bukti-bukti foto gila kamu ini datang bersamaan. Kamu yakin, anak yang kamu kandung ini anak aku?” tanya Damian kembali.Air mata Indi sudah tidak bisa dibendung lagi. Mata itu menatap Damian dengan mata berembun lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan.“Kamu nggak percaya sama aku?” tanya Indi dengan
Di Jakarta ….Damian baru saja memerintahkan semua staff IT untuk menghentikan berita itu. Masih berada di dalam kantor, bersama Diego dan juga Manda yang tengah panik karena hilangnya Indi yang entah ke mana ia perginya.“Ke rumah nyokapnya, nggak ada?” tanya Manda kepada Damian. “Bisa jadi ke rumah Tante Ayu, Damian. Coba cari. Dia lagi hamil, Damian. Daniel udah di Indonesia. Elo nggak takut, terjadi sesuatu pada Indi? Lagian elo percaya amat sama hasil lab itu. Jelas-jelas Indi lagi hamil, usianya udah lima minggu.“Damian, dalam situasi kayak gini nggak jadi orang begok. Indi nggak pernah selingkuh apalagi sampai tidur sama Rangga. Nggak usah bikin Indi tertekan karena elo nggak percaya Indi lagi hamil. Kejadian minggu lalu pun mereka nggak sampai berhubungan. Cuma pakai dua jari sama mulutnya doang.”Manda menarik napasnya dalam-dalam lalu menatap Damian lekat. “Indi udah mau kasih tahu ke elo. Tapi, dia takut elo marah. Akhirnya diurungkan. Menurut gue, yang salah di sini tuh e
Di Bandung ….Indi masih belum paham dengan ucapan mamanya tadi. Indi lalu mengerutkan keningnya seraya menatap Ayu dengan lekat.“Hamil? Anak siapa? Kenapa aku bisa hamil? Memangnya dulu aku punya pacar selain Damian?” Banyak pertanyaan yang ia lontarkan kepada Ayu sebab sangat terkejut kala mendengar penjelasan dari mamanya tadi.Ayu menghela napas kasar lalu mengusapi lengan Indi. “Satu hari sebelum kecelakaan itu kamu memberi tahu Mama dan Papa kalau kamu lagi hamil dan usia kandungannya sudah tiga bulan. Saat itu kamu baru ingin memberi tahu Damian. Tapi, nahas … kecelakaan itu telah menghilangkan ingatan dan juga calon bayi kamu.“Papa kamu tidak mau memberi tahu Damian soal kehamilan kamu ini. Pun dengan Mama. Karena tidak tega melihat kondisi kamu dan juga Damian saat itu. Akhirnya kami menyembunyikan kehamilan kamu sampai saat ini. Manda, hanya dia yang tahu kalau kamu sedang hamil.”Indi mengusap wajahnya dengan pelan setelah mendengar cerita dari mamanya tadi. Masih belum m
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.