Satu minggu berlalu ….Damian belum juga mendapat kabar di mana Indi berada. Manda lalu menghampiri Damian dan Diego yang tengah duduk di sofa ruang tengah. Selama satu minggu itu pula Damian tidak pernah masuk kantor karena terus mencari keberadaan sang istri.“Udah satu minggu ini, lho. Kenapa nggak lapor polisi aja sih? Pada takut apa gimana?” Manda tampak emosi sebab pergerakan Damian menurutnya sangat lamban.“Sudah. Tapi, pencarian dihentikan karena udah satu minggu,” ucap Diego memberi tahu.“Ke mana aja? Hanya di kota ini aja? Nggak mau nyari ke luar kota atau negeri gitu?” kata Manda kembali berucap.Diego menghela napas kasar lalu menatap Manda dengan lekat. “Sayang, Indi lagi hamil. Mana mungkin dia bisa bepergian ke luar kota atau negeri.”“Hamilnya baru lima minggu. Dia masih kuat buat jalan ke mana pun yang dia mau.” Manda tak mau kalah.“Berisik!” pekik Damian lalu berdecak pelan. Dengan langkah gontainya sebab tidak pernah makan dan minum setelah kepergian Indi. Ia ber
Damian segera beranjak dari duduknya dan mengambil kunci mobil, diikuti oleh Diego di belakang. Sementara Manda ditinggal sendiri di rumah.“Sialan. Gue ditinggal gitu aja,” ucap Manda kesal.“Jangan bawa ke kantor polisi. Biarkan dia di sana,” titah Damian dengan suara tegasnya.“Baik, Pak. Saat ini, pelaku sudah kami ikat agar tidak bisa kabur ke mana pun. Tapi, ada yang ingin saya sampaikan juga. Setelah Anda sampai ke sini saja.”“Ya!” Damian lalu menutup panggilan tersebut. “Gedung kosong bekas gudang di hutan belantara belakang gedung hotel Myanmar,” ucap Damian memberi tahu kepada Diego.“Jadi, orangnya udah ketangkap?” tanya Diego kemudian.Damian mengangguk. “Elo pasti udah tahu siapa yang udah bikin onar.”Diego menghela napas kasar. “Mau elo apakan? Nggak dilaporkan ke polisi, udah pasti elo akan melakukan sesuatu ke orang itu.”“Elo tahu jawabannya, nggak usah nanya lagi. Lebih baik hilang selamanya daripada harus dibiarkan dia membusuk di penjara.”Diego tersenyum miring.
Usia kandungan Indi sudah memasuki empat bulan.Tidak terasa, sudah tiga bulan lamanya ia meninggalkan rumah dan masih menetap di Bandung. Tidak ada kabar untuk Damian ataupun kepada teman-temannya membuat Indi merasa bersalah karena sudah menghilang lebih dari tiga bulan lamanya.Saat ini, Indi tengah cek up rutin setiap bulan di rumah sakit ditemani sang mama dan juga adik tirinya, anak dari Rio dan istri pertamanya dulu. Yang kini tinggal bersama sang papa karena mamanya meninggal dunia sejak usianya baru lima tahun.“Kondisi ibu dan bayinya sangat sehat. Denyut jantungnya juga sangat baik dan semua organ yang baru mau tumbuh, tumbuh dengan sempurna,” tutur Dokter Iza memberi tahu kondisi kandungan Indi.Perempuan itu kemudian mengulas senyumnya sembari menoleh kepada sang mama.“Berarti sudah boleh bepergian ke luar ya, Dok?” tanya Indi kemudian.“Boleh. Kondisi kamu sudah sangat baik. Beraktivitas kecil-kecilan seperti jalan-jalan santai, menyiram tanaman atau duduk sambil membac
Detik itu juga Manda pergi ke Bandung. Bergegas menginjak gas dan melaju dengan kecepatan penuh. Membutuhkan waktu tiga jam lamanya dan hanya pergi sendiri bagi Manda tidak masalah. Yang penting saat ini dia akan bertemu dengan Indi yang sudah tiga bulan lamanya menghilang dan baru ada kabar lima menit yang lalu.Dering ponselnya berbunyi.“Haiiss!” Manda lantas menerima panggilan tersebut meski sedikit kesal. “Kenapa?” tanyanya singkat.“Malam ini aku nggak bisa jemput kamu di butik. Damian masuk rumah sakit lagi. Badannya demam, tiga kali muntah-muntah dan terakhir hanya cairan kuning pekat yang keluar.”Manda menghela napasnya dengan pelan. “Iya nggak apa-apa. Kamu temenin Damian aja. Aku juga ada urusan sama Rhea. Mungkin nggak bisa ketemu dulu sampai waktu yang nggak tahu deh, kapan bisa ketemu lagi.”Manda berbohong. Pesan Indi tadi benar-benar ia jaga. Yang mana perempuan itu tidak mau Damian maupun Diego tahu di mana Indi berada kini. Masih ingin bersembunyi sampai waktu yang
Indi menghela napasnya dengan panjang lau menatap Manda dengan lekat. “Apa lagi, yang harus kita hindari dari dia? Bagaimana dengan Dipta, Cindy? Yang udah nyebar berita gila itu?”“Damian udah menangkap orang yang nyebar berita itu, Ndi. Cindy. Elo pasti tahu siapa orangnya meski harus gue kasih tahu lagi. Semua hasil kerja keras Cindy ngumpulin foto-foto elo sama Rangga, yang kemudian digabung sama waktu elo nyeret Rangga ke kamar hotel. Dan yang nyuruh itu Om Dipta. Dia adalah dalang di balik semua ini. Dan elo tahu, apa yang dibicarakan Damian sama Om Dipta waktu elo dijebak malam itu?”Manda menghela napas kasar seraya menatap Indi dengan lekat. Sementara Indi menunggu Manda kembali menceritakan peristiwa apa saja yang sudah terlewat setelah dia pergi ke Bandung.“Om Dipta nyuruh ngasih elo ke Daniel kalau masih ingin hidup. Bukan hanya harta aja yang diinginkan Daniel tuh, tapi juga elo. Elo tahu kan, orang … kalau udah terobsesi pada satu hal, pasti bakalan terus diambil sampai
Dua hari sudah, Manda berada di Bandung. Masih berada di sana karena masih merindukan sahabatnya itu. Pun dengan Rhea dan juga Gladis, mereka sudah tahu keberadaan Indi ada di mana saat ini.“Kapan pulang, Ndi? Kita-kita kangen sama elo.”Saat ini, mereka berempat tengah melakukan panggilan video dengan tiga ponsel sebab Manda tengah bersama dengan Indi.“Nanti, yaa. Gue masih betah di sini. Suasananya adem, sejuk dan jauh dari polusi. Sangat baik buat kondisi orang hamil macam gue,” ucap Indi dengan pelan.Gladis lantas mengerucutkan bibirnya saat mendengar ucapan sahabatnya itu. “Nggak kangen tah, sama Damian? Dia lagi sakit katanya, yaa? Sakit apa sih? Sakit kangen elo?”Indi mengendikan bahunya pelan. “Katanya sih mabuk hamil. Biarin aja, lagi belajar jadi ayah yang baik. Biar dia nggak aneh-aneh lagi.”Yang lain lantas tertawa mendengar ucapan Indi. Sampai akhirnya obrolan mereka pun selesai dilakukan. Sebab Indi hendak mandi terlebih dahulu karena sudah menjelang malam.“Kalau m
Satu minggu sudah Manda berada di Bandung. Tidak ada satu pun yang tahu kecuali kedua sahabatnya—Rhea dan juga Gladis. Sementara Diego masih belum tahu sebab sedang sibuk di kantor Damian.Lelaki itu tidak akan pernah masuk kantor sebelum Indi kembali padanya. Dan kini hanya bisa merenung memikirkan Indi ada di mana, bagaimana kondisinya dan sebagainya.“Ada pelanggan baru dari luar negeri, Jerman. Dia butuh kitchen set model terbaru yang kita produksi. Sekitar seribu unit, bisa ditunggu enam sampai sepuluh bulan. Harga udah oke dan mereka akan membuatkan PO-nya kalau elo udah oke.”Diego menemui Damian ke rumah dan memberikan ada costumer dari luar negeri. Lelaki itu lalu mengambil dokumen tersebut dan membacanya. Kembali ia berikan dan menganggukkan kepalanya dengan pelan.“Buat aja PO-nya. Kalau udah, buatkan penagihan down payment dan juga pelunasannya,” titah Damian dengan pelan.“Iya.” Diego menatap Damian kembali. “Udah nggak pernah mual muntah lagi, lo?” tanyanya kemudian.Dam
“Oh, gitu ….” Diego berucap pelan sembari melirik Damian.“Iya. Ditambah tadi Rangga datang dan nonjok Damian habis-habisan. Mukanya udah kayak badut di-make up. Pokoknya hancur banget. Rangga marah besar dan akhirnya melampiaskan semuanya ke wajah Damian.”“Apa?”Indi tampak terkejut di seberang sana. “Diego. Kok elo biarin aja sih?!” pekiknya kemudian.Diego menjauhkan ponselnya lalu menghela napasnya dengan panjang. “Yaa mau gimana lagi. Rangga nggak bisa dicegah.”Manda lalu menutup panggilan tersebut.Di Bandung ….Indi tampak mencemaskan kondisi Damian saat ini.Sementara Manda tengah meminta foto kepada Diego, wajah babak belur Damian setelah dipukul oleh Rangga.Setelah dikirim, Manda memperlihatkan foto tersebut kepada Indi. “Super duper parah. Rangga, kalau udah marah emang begini, yaa. Jangankan Damian, papanya aja dulu pernah dia tonjok. Elo pasti masih ingat.”Indi menutup mulutnya dengan mata membola. “Astaga, Damian. Kamu ….” Indi menghela napas lemas.“So?” tanya Manda
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.