“Oh, gitu ….” Diego berucap pelan sembari melirik Damian.“Iya. Ditambah tadi Rangga datang dan nonjok Damian habis-habisan. Mukanya udah kayak badut di-make up. Pokoknya hancur banget. Rangga marah besar dan akhirnya melampiaskan semuanya ke wajah Damian.”“Apa?”Indi tampak terkejut di seberang sana. “Diego. Kok elo biarin aja sih?!” pekiknya kemudian.Diego menjauhkan ponselnya lalu menghela napasnya dengan panjang. “Yaa mau gimana lagi. Rangga nggak bisa dicegah.”Manda lalu menutup panggilan tersebut.Di Bandung ….Indi tampak mencemaskan kondisi Damian saat ini.Sementara Manda tengah meminta foto kepada Diego, wajah babak belur Damian setelah dipukul oleh Rangga.Setelah dikirim, Manda memperlihatkan foto tersebut kepada Indi. “Super duper parah. Rangga, kalau udah marah emang begini, yaa. Jangankan Damian, papanya aja dulu pernah dia tonjok. Elo pasti masih ingat.”Indi menutup mulutnya dengan mata membola. “Astaga, Damian. Kamu ….” Indi menghela napas lemas.“So?” tanya Manda
"Argh! Sialan! Tega banget lo putusin gue, Rangga! Berengsek!" Paramitha Indira Angela--wanita cantik berusia dua puluh enam tahun baru saja diputuskan oleh Rangga, sang kekasih. Gabriel Kusuma Damian mengerutkan kening saat melihat Indi, setelah sekian lama tidak ia jumpai. "Indira? Sudah lama sekali kita tidak bertemu," gumam Damian lalu menghampiri wanita itu. Rupanya Indi sudah mabuk berat. Bahkan matanya sudah remang-remang tak bisa melihat orang dengan jelas. Ia hanya tersenyum, lalu .... Bruk! Damian menaikan alisnya. "Hei, bangun. Indira?" Damian menghela napasnya melihat Indi yang tertidur di pangkuannya. ** “Tidak pernah kusangka. Rupanya kamu memang senikmat ini.” Suara berat yang tengah mendorong lebih dalam tubuh Indi menggeram karena nikmat yang tiada kentara. Damian Kusuma—pria tampan, pengusaha muda yang usianya baru menginjak dua puluh delapan tahun tengah menggerayangi tubuh Indira Pramesti—perempuan cantik berusia dua puluh enam tahun yang sudah lama ia k
“Kenapa harus ketemua sama dia lagi?! Astaga, dunia sempit banget,” gerutu Indi dengan pelan agar Wijaya ataupun orang yang ada di sana tidak mendengarnya. “Indi. Ini, Damian. Katanya kalian sudah saling kenal,” kata Pradipta kepada Indi. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Ng—nggak, Om. Aku nggak kenal sama dia.” Indi meringis pelan seraya melirik Damian. “Walaah. Kata Damian, kalian satu kampus dulu?” Indi terdiam dan hanya memberikan cengiran kepada calon mertuanya itu. Sementara Damian hanya menyunggingkan senyum. Tidak ingin membahas dengan detail, bila mereka memang sudah saling kenal bahkan satu kampus di dua tahun yang lalu. “Jadi begini, Indi. Damian ini, anak bungsu saya. Saya dan papa kamu sudah merencanakan perjodohan ini enam bulan yang lalu setelah Damian ditinggal pergi oleh istrinya.” “Heeuhh?” Indi menoleh ke arah Satya. “Duda?” tanyanya kemudian. “Sial! Gue … nikah sama duda?” Indi meringis lemas. “Di mana, istri elo? Kenapa harus nikah sama
Usai puas menciumi bibirnya, bibir itu turun ke bawah. Menikmati setiap jengkal demi jengkal kulit putih milik sang istri. “Damian … oh my God!” raung Indi sembari meremas sprei lantaran sentuhan Damian yang begitu panas dan membuatnya bergairah hebat. Damian tersenyum menyeringai. “Satu tahun sudah, aku tidak pernah menyentuh perempuan. Akhirnya bisa menyentuh lagi dan tentunya istriku sendiri.” “Oh, yaa? Kenapa nggak nyari perempuan lain di luaran sana? Lemah!” ledeknya kemudian. Damian tersenyum tipis. “Terserah, mau bilang apa, i don’t care! Yang penting saat ini, kamu menjadi milikku dan aku tidak akan pernah melepasmu!” ucapnya kemudian mengisap pucuk dada perempuan itu penuh nafsu. “Arrghh!” pekik Indi seraya membusungkan dadanya dengan spontan. Damian benar-benar membuatnya menggila. Lelaki itu memang hebat hingga berhasil membuatnya mabuk kepayang. Indi sudah masuk dalam perangkap lelaki yang berhasil membuat hasratnya menggila. Lima belas menit melakukan pemanasan, Da
Indi terdiam seraya menatap Damian dengan tatapan datarnya. “Bukan karena Rangga. Nggak usah bahas dia lagi kalau elo emang mau gue nurut sama elo!” Dengan sengaja, Damian kemudian melingkarkan tangan kekarnya di pinggang ramping perempuan itu. Hingga membuat Indi ingin sekali menghajarnya detik itu juga. “Istirahatlah, sudah malam. Besok pagi, aku punya kejutan untukmu,” ucapnya kemudian mencium pipi kiri sang istri dan melangkahkan kakinya dengan santai ke tempat tidur. Indi menghela napasnya dengan pelan lalu menghampiri Damian yang tengah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. “Mau ke mana dan jam berapa?” tanya Indi ingin tahu. “Rahasia!” ucapnya dengan lembut. “Have a nice dream, Hone!” ucapnya kemudian mengulas senyumnya. Indi kemudian menyunggingkan bibirnya seraya menatap Damian. “Kayaknya elo seneng banget, nikah sama gue? Aneh, lo!” ucapnya kemudian memutar bola mata. Damian hanya menyunggingkan senyum dengan mata sudah tertutup. Tidak peduli dengan ucapan sang is
Sementara Damian tengah packing pakaian miliknya, Indi menatap datar wajah suaminya itu sembari menyandarkan punggungnya dan melipat tangan di dada. “Extided banget yang mau bulan madu!” ucapnya kemudian mengambil sebuah kotak kecil di dalam lacinya. Mata itu memicing dan menoleh cepat ke arah sang istri. Yang mana rupanya perempuan itu mengambil rokok serta korek api di dalamnya. Dengan cepat Damian lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri perempuan itu. “Apa-apaan kamu ambil ini? Kamu … perokok?” Damian bertanya seraya mengambil rokok itu di tangan sang istri. “Emang kenapa kalau gue perokok? Elo udah tahu dunia gue kayak gimana, kalau mau jadiin gue istri elo, harus nerima gue apa adanya, right?” “Yaa tapi nggak harus merokok juga, Indi. Kamu dengar kan, permintaan papa aku dan papa kamu apa tadi? Cucu! Kamu nggak boleh merokok lagi karena ini akan menyeba—““Gue nggak mau punya anak dulu, Damian! Apalagi sama elo yang sama sekali nggak gue cinta!” seru Indi berucap denga
Tangan kekar milik Damian meluncur mulus di atas paha sang istri dengan mata menatap dengan lekat wajah Indi. “Katakan dengan jujur. Kamu … sering bermain dengan mulutmu yang seksi ini?” tanyanya sembari mengusapi bibir itu.“Mau ngapain lo? Nyuruh gue lakuin hal itu di sini?” tanya Indi kemudian.Damian mengangguk seraya menatap Indi. “Ya. Lakukan sekaraang juga!” titahnya seraya membuak celana pendek yang ia kenakan itu. Pusaka itu sudah berdiri tegak menantang Indi yang langsung terpusat padanya. “Lakukan atau aku akan mengurungmu!” ancamnya sungguh-sungguh. Indi berdecak pelan seraya menatap malas pada suaminya itu. “Kenapa? Pasti sudah biasa kan, melakukan itu? Kenapa dengan suamimu sendiri tidak mau?” “Bukan nggak mau, Damian. Ini di pesaw—““I don’t care! Bahkan, kalau kamu mau, di tempat umum aku tidak peduli! Agar semua orang tahu kalau kamu adalah milikku!” Indi tersenyum miring mendengarnya. “Gilak! Elo gila, Damian.”“Karena kamu lebih gila dariku. Jangan banyak alas
Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah pulau terpencil yang ada di Chicago, Amerika Serikat. Yang mana hanya ada satu villa di sana sesuai dengan yang disebutkan oleh Damian kepada Indi. Hanya ada mereka berdua di sana dan bisa bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan. Indi geleng-geleng kepala menyaksikan pemandangan indah yang ada di depan matanya itu. “Damn! So beautiful,” ucapnya memuji kecantikan pemandangan di sana. Damian tersenyum mendengar ucapan dari istrinya itu. “Aku senang, setidaknya kamu tidak kecewa karena mengagumi keindahan di sini. Semoga betah, Indi.”Perempuan itu lantas membalikkan tubuhnya kemudian melipat tangan di dadanya, menatap datar wajah Damian yang tengah berdiri tepat di depannya. “Ya. Harus kasih poin plus setidaknya gue nggak kabur dari sini kalau pemandangannya membosankan,” ucap Indi kepada sang suami. Damian mengulas senyum tipis. “Enjoy, Indi. Jangan minta yang aneh-aneh karena di sini tidak ada mall atau apa pun itu.”“Lalu, kalau lapar g